Advokasi merupakan program utama yang dilakukan Serikat Buruh Migran Indonesia Dewan Pimpinan Cabang (SBMI DPC) Sukabumi. Salah satu advokasi yang dilakukan SBMI terhadap buruh migran yang mengalami korban perdagangan manusia (trafiking) di dalam negeri, sebut saja namanya Eneng (32).
Pada 12 Mei 2010, SBMI kedatangan keluarga korban Trafiking di Singapore (B) yang diberangkatkan oleh salah satu PJTKI di Jakarta (BL) untuk menjadi pekerja rumah tangga dengan perjanjian dipotong gaji selama 4 Bulan. Setelah tiba di Singapore, Eneng ditampung di sebuah agensi Singapore dan menandatangani perjanjian lagi gajinya akan dipotong 2 bulan. Lalu, Eneng dipekerjakan di seorang majikan bernama L kewarganegaraan Cina.
Selama bekerja Eneng tidak boleh melakukan shalat 5 waktu, bahkan alat untuk shalat dibuang majikannya ke tempat sampah. Eneng pun bekerja tidak sesuai dengan perjanjian kerja. Eneng bekerja dari jam 4.00 pagi sampai jam 2.00 malam dan tidak mendapatkan makan yang cukup. Belum genap sebulan Bunga mengalami sakit dan majikannya tidak pernah menghiraukannya. Eneng malah disuruh terus bekerja walaupun dalam kondisi sakit kalau menolak langsung dicambuk oleh majikannya.
Karena tidak tahan setelah 2 bulan bekerja bunga minta dipulangkan dan majikannya mengembalikannya ke agensi semula. Pihak agensi bukan memperoses kepulangannya tetapi Eneng dijual lagi ke majikan lain bernama S. Eneng disuruh menandatangani perjanjian lagi dipotong gaji selama 6 bulan karena tidak tuntas sampai habis masa kontrak sampai 2 tahun dengan majikan pertama.
Eneng menerima tawaran tersebut karena tidak punya pilihan lain, lagi-lagi majikan Eneng yang kedua sama jahatnya dengan majikan yang pertama. Eneng pun hanya bisa bertahan selama 4 bulan lalu dikembalikan lagi ke agensi tersebut karena kondisinya sakit. Eneng disekap di penampungan, lalu Eneng memberikan kabar kepada pihak keluarga tentang keberadaannya di Singapore.
Keluarganya mendatangi PJTKI bersama sponsornya. PJTKI malah menekan pihak keluarga dengan alasan bisa mengurus kepulangannya dengan syarat membayar sebesar 10 juta rupiah untuk membayar ganti rugi. Setelah mendapatkan tekanan dan pemerasan, pihak keluarga mengadukan kasus Eneng dan meminta bantuan ke SBMI DPC Sukabumi.
Selanjutnya SBMI mendampingi keluarga Eneng ke BNP2TKI Bidang Perlindungan Buruh Migran Asean dan menelepon ke agensi Singapore di mana Bunga disekap. Alhamdulillah dengan pelbagai usaha dan komunikasi yang dilakukan SBMI dengan Eneng pihak agensi memulangkannya tanpa ada pungutan apapun tetapi selama bekerja 6 bulan Bunga tidak mendapatkan Gaji.
Setelah melakukan dampingan terhadap Eneng, SBMI berharap kejadian yang menimpa Bunga tidak terjadi lagi terhadap Eneng-Eneng yang lain yang berada di Sukabumi khususnya, umumnya di seluruh Indonesia dan pemerintah pun harus melakukan perlindungan dan pemantauan terhadap Buruh Migran mulai sebelum pemberangkatan, selama penempatan, dan setelah kepulangan.(JN)
Salut buat kawan-kawan. Sbg perempuan, saya sangat perihatin dengan angka perdagangan manusia yang tinggi. Buruh migran sasaran empuk para PJTKI yang tidak manusiawi untuk cari untung di atas derita TKI. teruskan akang dan teteh di sana..
Terima kasih atas dukungan yang diberikan kepada kami. semoga upaya teman-teman untuk memperjuangkan nasib buruh migran dapat terus berlanjut.