Nasib buruk menimpa Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di Bedok North Singapura. Siti (25) warga Jati Jajar, Banyumas terpaksa melarikan diri dari rumah majikannya akibat tidak menerima gaji selama 4 tahun. Ia pergi tanpa paspor sehingga harus meminta perlindungan ke Kedutaan Besar Republik Indonesia.
Kisah ini diceritakan oleh Siti Rohimah (40), warga Cikalong Sidareja (29/5), teman korban di Singapura. Menurutnya, meskipun korban telah bekerja sekitar lima tahun, ia hanya membawa uang 1000 dollar Singapura atau setara dengan 6,5 juta rupiah.
“Majikannya cerewet, uang gajian selalu ditunda-tunda. Saya sempat merasakannya meski hanya kerja seminggu” ujarnya.
Di Singapura, Siti mengasuh anak penderita kanker ganas. Ia harus memberikan obat setiap jam pada anak asuhannya serta memberikan pelayanan lain seperti memandikan, menyuapi, dan menemaninya hingga tidur.
Kisah tragis yang dialami rekan Siti hanyalah satu dari ribuan kisah tragis yang dialami TKI di luar negeri. Hingga kini banyak TKI yang mengalami tindakan diskriminasi dan kekerasan, termasuk tidak dipenuhinya hak-hak mereka sebagai pekerja oleh majikan. Pemerintah diharapkan serius untuk melindungi para TKI.
Pemerintah seharusnya memberikan perlindungan yang cukup terhadap TKI atau buruh migran. Pengalaman ini sungguh tidak bisa dibiarkan. Seharusnya KBRI melakukan pegusutan dan menuntut pemerintah lokal di sana untuk dapat melakukan pembelaan atas hak-hak tenaga kerja. Hak-hak tenaga kerja tersebut tidak boleh dibiarkan lagi.
PJTKI, KBRI, DEPNAKER, dll kerap justeru menjadi kelompok yang membiarkan penindasan terhadap TKI berlangsung terus menerus.
Aparat pemerintah yang bertugas mengurusi TKI, jika tidak becus dan main-main sama dengan makan uang haram.