(Bahasa Indonesia) Bagaimana Mengatasi Sakit Bagi Pekerja Migran di Hong Kong?

Author

Sorry, this entry is only available in Bahasa Indonesia.

Betty Wagner, Deputi Manager Help for Domestic Workers, Menjelaskan tentang Peraturan bagi Pekerja Migran yang Sakit di Hong Kong, Minggu, 17 Mei 2020.
Betty Wagner, Deputi Manager Help for Domestic Workers, Menjelaskan tentang Peraturan bagi Pekerja Migran yang Sakit di Hong Kong, Minggu, 17 Mei 2020.

Bulan Agustus 2019, Lili (bukan nama sebenarnya), Pekerja Migran Indonesia (PMI) di Hong Kong, menemukan benjolan di payudara sebelah kiri. Ia pergi memeriksakan ke dokter dan mendapati informasi bahwa dirinya terkena kanker payudara stadium dua. Lili berkonsultasi dengan majikan dan majikan terkejut mendengar bahwa pekerjanya mengalami sakit tersebut. 

Cerita kondisi dirinya yang sakit kanker diceritakan langsung oleh Lili dalam sesi diskusi Sarapan Sehati yang diselenggarakan oleh Voice of Migrants, Hong Kong, pada Minggu, 17 Mei 2020. Didampingi Komunitas Peduli Kasih di Hong Kong, Lili dapat meyakinkan majikan agar dirinya tetap berobat di Hong Kong. 

“Saya dapat meyakinkan majikan untuk berobat di Hong Kong. Saat ini saya menjalani kemoterapi yang ketiga,” kata Lili. 

Betty Wagner, Deputi Manager Help for Domestic Workers, yang terlibat dalam diskusi Sarapan Sehati mengungkapkan jika kategori sakit bagi pekerja migran bisa terbagi menjadi beberapa bagian. Sakit karena kecelakaan, kanker atau penyakit degeneratif lain, serta sakit karena tertular penyakit dari majikan. Betty fokus membahas penyakit kanker dan aturan-aturan legal yang terdapat di Hong Kong untuk mengatasi sakit pada pekerja migran. 

“Teman-teman pekerja migran yang mengalami sakit, selalu ingat bahwa majikan sudah diminta mempunyai asuransi untuk pekerjanya. Agensi biasanya akan mengingatkan majikan membayar asuransi, tapi ada juga majikan yang nakal tidak membayarkan asuransi untuk pekerjanya,” ujar Betty Wagner. 

Dalam beberapa kasus, ketika majikan mengetahui pekerjanya sakit, majikan akan memutus kontrak kerja. Padahal menurut hukum, jika pekerja sakit dan diputus kontrak itu bisa masuk kategori diskriminasi. Apabila terjadi hal seperti ini, teman-teman bisa menuntutnya di pengadilan. Namun, untuk menuntut di pengadilan, teman-teman harus mempunyai bukti karena majikan bisa saja berbohong tidak mengetahui kondisi sakit yang dialami pekerjanya. 

“Kita menyarankan pekerja mempunyai buku catatan. Dicatat detail kejadian, kapan tanggalnya menginformasikan ke majikan. Pesan, SMS, itu bisa dijadikan bukti ke pengadilan jika majikan tidak memenuhi kewajibannya,” kata Betty Wagner. 

Ketika pekerja migran sakit dan harus ke dokter, majikan menanggung biaya berobat ke dokter. Mengenai transportasi selama pengobatan, tidak ada hukum spesifik yang mengatur mengenai itu, namun semestinya itu sudah jadi tanggung jawab majikan. Betty Wagner juga mengatakan biasanya majikan tidak langsung mengganti biaya pengobatan yang dikeluarkan pekerja migran. Mereka akan mengambil kwitansi pengobatan dan akan mengganti setelah mereka dapat mengklaim asuransi. 

“Kalau kwitansi tersebut diambil majikan, pekerja migran harus punya salinan kwitansi atau minimal difoto. Jika suatu saat majikan tidak mau membayar, pekerja punya semua bukti dan ditulis juga dalam buku diary,”ungkap Betty. 

Belum ada komentar.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.