Istilah takfiri mencuat ke permukaan sejak tahun 1940-an, ketika kelompok-kelompok garis keras dalam Islam menggunakan istilah ini dengan merujuk kepada mereka yang tidak sejalan dengan pemahamannya. Mereka mengkategorikan orang-orang tersebut sebagai orang kafir karena tunduk pada sistem pemerintahan penjajahan dan menjadi agen imperialisme di dunia Islam.
Kelompok-kelompok ekstrem menganggap orang-orang yang tidak sejalan dengan pemahamannya sebagai orang kafir yang halal darahnya. Oleh karena itu, membunuh orang-orang kafir dianggap tidak akan berdosa sebab perbedaan pemahaman mengenai keyakinan agama.
Dalam Islam, mengkafirkan orang lain, apalagi kepada orang yang telah mengucapkan kalimat syahadat, hukumnya haram. Oleh sebab itu, Islam melarang mengkafirkan kaum muslimin, terlebih jika hal itu hanya dikarenakan oleh perbedaan pendapat. Islam juga melarang keras pembunuhan terhadap siapa saja, baik sesama Muslim maupun umat agama lain.
TAUHID
Tauhid adalah mengesakan Tuhan atau meyakini bahwa tiada tuhan selain Allah dan tiada yang berkuasa selain Allah. Seorang Muslim harus bertauhid kepada Allah, artinya harus meyakini bahwa tiada yang berkuasa kecuali hanya Dia, dan Dialah yang satu-satunya yang harus disembah.
Kelompok radikal sering menggunakan pemahaman sempit atas Tauhid untuk melawan orang lain yang mereka musuhi. Mereka meyakini bahwa aplikasi Tauhid adalah menegakkan ajaran Islam yang sebenarnya. Dengan meyakini bahwa hanya tuhanlah yang berkuasa di atas muka bumi dan karenanya hukum-hukum Islam harus sesuai dengan Islam versi mereka.
Pemahaman sempit atas tauhid ini juga digunakan oleh kelompok-kelompok radikal untuk melawan sesamanya –orang Islam–, yang mereka anggap ‘kurang Islam’ atau ‘tidak Islam’.
Pemahaman sempit ini juga semakin sering dikumandangkan untuk melawan pemerintahan yang sah. Dalam perlawanannya, mereka melegalkan segala cara, termasuk kekerasan dan kerusakan.
Sumber referensi:
Suaib Tahir, Abdul Malik, dan Khoirul Anam (2019), Ensiklopedi Pencegahan Terorisme, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), hlm: 58-59.