Minggu, (13/11/2016) Komunitas Serantau mengadakan diskusi bersama perwakilan Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI). Ketua Umum SBMI, Hariyanto, Sekjen SBMI, Bobi Anwar Maarif dan Dewan Penasehat SBMI, Jejen Nurjanah menyempatkan diri berdiskusi sebelum menghadiri lokakarya penguatan jejaring transnasional. Diskusi yang membahas masalah Buruh Migran Indonesia (BMI) di Malaysia bertempat di Taman Tasik Sunway Selangor. Acara berlangsung dari pukul 14.00 siang, setelah para peserta selesai makan siang dan memperkenalkan diri.
Acara tidak sekedar diskusi, Bobi Anwar Maarif, menerangkan bagaimana prosedur yang digunakan untuk menjadi BMI legal. Di Indonesia untuk menempatkan BMI ke negara tujuan secara legal dibutuhkan hal-hal berikut ini :
-
Calon TKI mendaftarkan diri di PJTKI/PPTKIS yang terdaftar di BPN2TKI, dengan persyaratan: KTP (Kartu Tanda Penduduk), KK (Kartu Keluarga), akta kelahiran, ijazah sekolah (tergantung syarat dari PT meninta ijasah SD, SMP, atau SMA), surat izin dari orang tua/ surat izin dari suami atau istri bagi yang sudah menikah dan di materai.
-
PJTKI/PPTKIS harus membekali buruh migran dengan keterampilan seperti : info dan budaya di negara tujuan, memasak dan beres-beres rumah (bagi PRT), menjaga anak dan orang tua.
-
Pembuatan paspor dan menunggu visa kerja turun.
-
Pembekalan Akhir Pemberangkatan (PAP)
Salah seorang peserta yang hadir mengatakan bahwa di Malaysia ini kemungkinan sekitar 50% BMI berdokumen resmi sedangkan 50% lainnya tidak berdokumen. Kondisi BMI yang tidak berdokumen disebabkan karena mereka berangkat melalui calo dan tidak melalui prosedur sebagai mana mestinya. BMI tidak berdokumen yang kerap disebut ilegal berangkat dari kampung halaman membayar sejumlah uang tertentu kepada calo dan biasanya hanya memiliki paspor dan tanpa visa kerja di tempat tujuan. Kebanyakan kasus di Malaysia, BMI ini biasanya datang menggunakan paspor pelancong dan setelah masuk mereka akan bekerja di sektor tertentu seperti bidang kontruksi bukan sebagai pelancong.
Ada juga yang sengaja tinggal melebihi waktu sebagai pelancong, sedangkan negara Malaysia hanya memberi waktu sebulan untuk pelancong dari Indonesia. Sehingga banyak dari BMI ini memilih bekerja tanpa permit kerja alias kosongan (ilegal). Hujan turun di Taman Tasik membuat peserta yang berdiskusi mau tidak mau harus berpindah tempat di rumah salah satu anggota Serantau, Samsuri.
Diskusi dilanjutkan mengenai asuransi bagi BMI yang bekerja di Malaysia. BMI tidak berdokumen tidak bisa mendapat asuransi karena tidak memiliki permit kerja. Sedangkan BMI berdokumen setiap setahun sekali harus sambung permit dan harus membeli asuransi untuk menanggung kecelakaan di tempat kerja.
Sebagai contoh, BMI berdokumen kecelakaan dan meninggal dunia, maka asuransi tersebut bisa diklaim dan yang berhak menerima uang klaim tersebut adalah keluarga atau waris korban. Sedangkan untuk BMI tidak berdokumen, seandainya terjadi kecelakaan maupun meninggal di negara tempat bekerja, sama sekali tidak bisa menuntut apa-apa dari pihak yang memberi pekerjaan.