Muar, Johor Bahru–OY (28) direkrut oleh sponsor bernama PB (45) dari kampungnya di Binangun, Cilacap, Jawa Tengah. PB menjanjikan OY untuk bekerja di perkebunan kelapa sawit. Kebetulan OY juga memiliki pengalaman kerja di perkebunan sawit selama 5 tahun di daerah Pahang. PB mengatakan, OY akan dipekerjakan sebagai pekerja dengan mekanisme upah borong. Dengan begitu, OY akan dibayar dengan upah RM 35 per ton dari buah sawit yang telah berhasil OY potong. OY yang tergiur dengan tawaran itu akhirnya menyetujuinya. Apalagi keinginan untuk bekal menikah dengan gadis idaman telah di depan mata. Peluang itu tidak akan disia-siakan oleh OY. Proses ini terjadi pada musim lebaran 2015. PB merupakan calo yang tidak memiliki ijin resmi sebagai petugas PPTKIS. Sehingga proses pengurusan dokumen dilakukan di Purwokerto, Jawa Tengah, bersama enam orang lainnya. Adapun biaya pengurusan dokumen seperti paspor, tes medis dan tiket perjalanan sebesar 3,5 juta rupiah yang dibayarkan oleh OY kepada PB. Proses ini terjadi pada 15 Agustus 2015. Kemudian pada 6 November 2015 OY bersama dengan enam orang lainnya diberangkatkan melalui pelabuhan Tanjung Priok menuju Pelabuhan Tanjung Pinang, Kepulauan Riau. Selama satu hari, OY dan 6 orang lainnya ditampung pada rumah biasa. Mereka memasuki Malaysia melalui pelabuhan Tanjung Blungkor, Johor Bahru.
Setelah keluar dari pelabahan, OY dijemput dengan taxi dan dipindahkan ke rumah kedai. Berselang beberapa jam OY menaiki van menuju Muar, Johor Bahru. Dari situlah OY berpisah dengan kawan-kawan lainnya. Hanya dua orang saat ini bekerja bersama OY. OY dipekerjakan oleh Ah Bok kepada petani sawit. Sehingga pekerjaan OY selalu berpindah- pindah dari tempat satu ke tempat lainnya. Tergantung Ah Bok memerintahkan mesti bekerja di mana dan melakukan apa. Rupanya, pekerjaan OY bermacam-macam. Tidak hanya memotong buah sawit saja, melainkan pekerjaan meracun, memupuk dan membersihkan pelepah. Semua pekerjaan itu diperintahkan oleh oleh Ah Bok.
Kejanggalan mulai dirasakan oleh OY dan semua kawan sekerjanya. Sebelum OY dan dua orang lainnya dari CIlacap datang, Ah Bok memiliki pekerja sebanyak Sembilan orang. Semuanya merasakan hal yang janggal. OY dan kawan- kawan yang baru datang diharuskan membayar uang lagi kepada Ah Bok sebesar RM 2,500 untuk biaya permit kerja. Biaya itu mesti dipotong oleh Ah Bok setiap bulan rata-rata RM 250-300. Tergantung pendapatan OY dan kawan-kawannya dalam satu bulan itu. Sementara upah hanya RM 23 per ton, bukan RM 35 per ton seperti yang dijanjikan oleh PB.
Dokumen yang tertulis di permit kerja OY adalah Tan Poe Heng, bukanlah Ah Bok. Ini merupakan kejanggalan selanjutnya. Apalagi OY dan semua pekerja tidak pernah diberitahukan oleh Ah Bok berapa ton jumlah buah yang berhasil dipotong oleh OY dan kawan-kawannya. Pada awalnya OY diberikan salinan nota dari kilang di mana petani sawit itu menjual buahnya. Namun belakangan Ah Bok melarang semua petani untuk memberikan nota penjualan itu kepada semua pekerja. Padahal dengan adanya nota itu, semua pekerja menjadi mengetahui berapa ton buah yang berhasil mereka potong. Sementara penghasilan setiap bulan tidaklah menentu. Rata-rata OY memang mendapatkan upah RM 900. Nominal ini sesuai dengan standar gaji pekerja di Semenanjung Malaysia. Namun Ah Bok memotong biaya permit RM 250 per bulan. Selain itu, potongan untuk tempat tinggal dan kebutuhan makanan, air, listrik dan peralatan kerja; rata-rata RM 150 – RM 200. Sehingga dalam sebulan, OY hanya mendapatkan sekitar RM 500 saja. OY dan kawan-kawannya merasa keberatan atas kondisi pekerjaannya yang tidak sesuai dengan janji PB. Selain itu banyak sekali kebutuhan ketenagakerjaan yang semestinya dipenuhi oleh majikan, tapi majikan memotongnya dari gaji pekerja. Dari situasi ini, OY melaporkan situasi kerja yang Ia alami kepada Lakpesdam NU Cilacap dan selanjutnya merujuk kepada komunitas Serantau. Komunitas Serantau bekerja sama dengan Tenaganita mengurus kasus tersebut sejak pengaduan disampaikan pada Maret 2016 lalu.
Adapun dugaan pelanggaran ketenagakerjaan yang dipersangkakan kepada majikan Ah Bok,
sebagai berikut:
1. Janji palsu
2. Gaji rendah di bawah standar
3. Pemotongan gaji tidak sah
4. Paspor asli dipegang oleh majikan
5. Nama majikan berbeda dengan yang tertuliskan pada permit kerja
Adapun tuntutan dari para pekerja adalah, meminta agar majikannya membayarkan gaji yang telah diperjanjikan, yaitu sebesar RM 35 per ton dan diberikan kejelasan atas hitungan upah yang seharusnya diterima oleh pekerja. Jika tidak, maka OY dan kawan-kawannya lebih baik dipulangkan saja ke Indonesia. Seiring dengan berita ini diturunkan, kasus ini masih dalam proses penyelidikan oleh Pejabat Buruh darah Muar, Johor Bahru.
Harus terus diusut karena merugikan TKI yang bersangkutan, termasuk pengerah TKI yang memberangkatkan itu perlu diberikan sangsi, sehingga kasus seperti ini tidak terulang kembali. Boleh jadi kasus yang menimpa OY dialami TKI lain. Terimakasih.