News

(Bahasa Indonesia) Tolak Uang Perekrutan, Mundur dari Proses Penempatan Lebih Ringan

Author

Sorry, this entry is only available in Bahasa Indonesia.

Ilustrasi Jeratan Hutang TKI Ketika Terkena Overcharging
Ilustrasi Jeratan Hutang TKI Ketika Terkena Overcharging

Seperti minyak pelumas, uang perekrutan menjadi pelancar terjadinya proses penempatan TKI. Tradisi ini sudah menjadi pengetahuan umum. Dikalangan perekrut calon TKI, sponsor atau calo, bahkan terjadi persaingan gede-gedean uang perekrutan. Jumlah uang perekrutan terbesar biasanya paling diminati calon TKI dan keluarganya.

Cerita tersebut tak berlaku bagi Rohade (31) dan Rohaeni (24), calon TKI asal Losarang Indramayu. Rohade sang suami dengan tegas tidak mau menerima uang perekrutan dari sponsor yang akan merekrut Raohaeni istrinya untuk ditempatkan ke Singapura. Penolakan Rohade tentu bukan tanpa alasan. Rohade meyakini bahwa uang jutaan rupiah itu merupakan jeratan setan yang akan merugikan dikemudian hari.

“Terima uang memang enak, tapi sudah banyak TKI yang menjadi korban uang perekrutan, contohnya mau mengundurkan diri dari proses penempatan harus bayar sampai 5 kali lipat, ” jelasnya.

Belakangan keyakinan Rohade untuk tidak menerima uang penempatan ternyata bukan isapan jempol. Ketika istrinya ingin mengundurkan dari dari proses penempatan, ia tidak harus membayar ganti rugi biaya proses penempatan yang terlalu besar.

“Kemarin (11/11/2014) saya bersama Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI), menjemput istri yang sudah di penampungan kurang lebih dua minggu. Meski pada awalnya pihak perusahaan membebani dengan jumlah yang besar, tapi setelah di nego jumlahnya jadi masuk akal, bahkan lebih kecil dari hitungan saya,” ungkap Rohade.

Sementara itu, Didi Sugali, Ketua SBMI Losarang Indramayu, mengatakan bahwa setiap penanganan kasus selalu ada pengalaman yang unik, termasuk mendampingi kasusnya Rohade-Rohaeni. Keunikan itu antara lain, Pertama kredibilitas lembaga sangat berpengaruh terhadap berjalannya proses negosiasi. Kedua ternyata masih ada yang sadar bahwa uang perekrutan sebenarnya adalah jeratan. Ketiga Rohade-Rohaeni adalah pasutri muda, kekurangan ekonomi karena susahnya lapangan kerja tidak harus memisahkan keduanya.

Didi juga menambahkan bahwa cerita Rohade-Rohaeni yang berani menolak uang perekrutan menjadi cerita paling menarik diantara pusaran besar jeratan uang perekrutan.

Belum ada komentar.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.