News

(Bahasa Indonesia) Pilpres adalah Proses Demokrasi, Bukan Perang-Perangan

Author

Sorry, this entry is only available in Bahasa Indonesia.

Buruh Migran di Hong Kong Menunggu Dimulainya Debat
Buruh Migran di Hong Kong Menunggu Dimulainya Debat

Minggu (22/06) lapangan Victoria Park lebih ramai dari biasanya. Meski malam dan pagi sebelumnya diguyur hujan yang membuat lapangan becek, tapi acara yang diselenggarakan Liga Pekerja Migran Indonesia (LIPMI) tetap berjalan. Hari itu LIPMI merayakan ulang tahunnya yang keempat, acara diisi dengan berbagai macam lomba yang diikuti para buruh migran dari pagi sampai sore.

Pengunjung mulai memadati area sekitar panggung pukul 2.30 siang waktu Hong Kong. Bukan tanpa maksud mereka datang pada sore hari. Mereka ingin menyaksikan acara debat dari tim sukses pasangan Capres nomor 1 Prabowo-Hatta yang diwakili oleh Yoga Dirga Cahya (Caleg PAN yang belum berhasil masuk Senayan) dan Capres nomor 2 Jokowi-JK yang diwakili Eva Sundari (Anggota DPR Partai PDIP dari Jawa Timur).

Acara debat dimulai pukul 4 sore waktu Hong Kong. Sebagian buruh migran Indonesia (BMI) terlihat memadati area lapangan dengan kostum pasangan Capres/Cawapres yang mereka dukung, meskipun banyak juga BMI yang mengenakan pakaian biasa. Moderator debat kali ini adalah Fahmi Panimbang (AMRC), dengan panelis Sring Atin (JBMI dan IMWU), Answer Styannes (AHRC), Romo Paulus Waris Santoso (KKI), Anis Hidayah (Migrant Care), dan Rudi (GSBI).

Sesi pertama dibuka dengan pengenalan visi misi dan dilanjutkan dengan pertanyaan dari para panelis. Anis Hidayah mengajukan pertanyaan tentang program penghentian pengiriman TKI ke luar negeri tahun 2017 nanti kepada perwakilan Tim Sukses masing-masing Capres.

Yoga, tim sukses Prabowo-Hatta, memberi contoh bahwa BMI di Singapura gajinya lebih kecil daripada BMI dari Pilipina. Ia mengatakan harus ada pelatihan yang lebih terjangkau dan adanya sertifikasi bagi para BMI. Sedangnya Eva, tim sukses Jokowi-JK, mengatakan bahwa Jokowi akan memperjuangkan ‘Revolusi Mental’, salah satunya lewat pendidikan, dengan mewajibkan belajar sampai lulus SMA.

“Kita hapus KTKLN, yang perlu direvisi mentalnya bukan hanya BMI, tapi juga birokrat dan pejabat,” tambah Eva.

Pertanyaan selanjutnya dari Sringatin (JBMI), mengapa PRT harus masuk PT, proses lewat calo, dibutakan informasi, potongan gaji yang begitu tinggi? Mengapa pemerintan tidak berani menghukum PJTKI? Pemerintah justru mengesahkan UU no.39/2004 yang menyerahkan urusan penempatan ke PJTKI. Ada tidak alternatif untuk BMI dari pemerintah agar BMI tidak masuk PJTKI saat akan ke luar negeri?

Eva memaparkan bahwa perlindungan paling hakiki adalah ketika pulang dari luar negeri. Asuransi nantinya akan disambungkan dengan program Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). Alternatifnya, apapun yang menyangkut hajat hidup orang banyak harus berlandaskan UU. Bukan saja PLRT tetapi juga pelaut dan pekerja lain di luar negeri. Semua lembaga juga harus diperbaiki seperti Deplu, KBRI, dan KJRI. Sedangkan Yoga menjawab bahwa tidak adanya monitoring di luar negeri menjadi penyebab kerugian-kerugian yang dialami BMI.

“BNP2TKI masih harus ada untuk melindungi BMI di luar negeri. Masalahnya adalah orang-orang di dalam lembaga tersebut yang harus diperbaiki,”ujar Yoga.

Selain kedua pertanyaan di atas, dalam debat tersebut juga dibahas mengenai adanya pemerasan yang terjadi di bandara dan juga bagaimana cara pemerintah yang baru nantinya memberdayakan mantan BMI sehingga tidak tertarik lagi ke luar negeri. Pernyataan terakhir dari kedua tim sukses tersebut pada intinya adalah pemilihan presiden adalah sebuah proses demokrasi, bukan perang-perangan. Siapa pun yang menang nantinya, para BMI semua tetaplah bersaudara.

Debat yang difasilitasi oleh Jaringan Buruh Migran Hong Kong (JBMI Hong Kong) ini dengan maksud agar BMI tau dan paham visi misi capres yang akan dipilihnya. Pemilihan presiden di Hong Kong akan digelar pada 6 Juli 2014 nanti di lapangan Victoria Park, Causeway Bay, Hong Kong.

“Siapapun Presidennya, kita sebagai buruh migran tidak akan pernah merasakan perubahan jika tidak kita sendiri yang berjuang untuk mengubahnya,” tutup Eni lestari dari JBMI usai pernyataan terakhir kedua tim sukses.

Belum ada komentar.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.