News

(Bahasa Indonesia) Banyak Remaja Menjadi Buruh Migran Karena Dorongan Orang Tua

Author

Sorry, this entry is only available in Bahasa Indonesia.

Ilustrasi: BMI yang telah kembali ke tanah air, harus mampu memanajemen keuangannya sehingga bisa memiliki usaha dan tak harus kembali bekerja di luar negeri.
Ilustrasi: BMI yang telah kembali ke tanah air, harus mampu memanajemen keuangannya sehingga bisa memiliki usaha dan tak harus kembali bekerja di luar negeri.

Faktor ekonomi merupakan salah satu alasan bagi sebagian besar buruh migran untuk bekerja ke luar negeri. Namun tak hanya satu alasan itu saja, ada banyak alasan lain yang pada akhirnya mendorong mereka menjadi pekerja migran. Salah satunya adalah dorongan dari orangtua atau orang-orang terdekat. Salah satu buruh migran remaja, Siti Khayatul Hikmah (19), menceritakan keputusannya untuk bekerja di Taiwan tahun 2013 silam.

“Saya tadinya cari-cari kerja di sini saja, tapi keluarga menyuruh saya untuk berangkat ke luar negeri. Selain itu orang-orang yang pernah ke luar negeri juga menyarankan saya untuk jadi TKI saja,” kata Hikmah, remaja yang lulus SMA tahun 2012 ini.
Menurut Hikmah, orangtuanya menyuruh bekerja ke luar negeri karena gaji sebagai pekerja yang hanya lulusan SMA di Indonesia tidak besar. Selain itu kesuksesan beberapa tetangganya yang pernah bekerja sebagai buruh migran juga menjadi alasan, sehingga keluarganya terus mendorong agar mau menjadi buruh migran.
“Sejauh ini saya betah-betah saja karena majikan juga baik. Kontrak kerja saya 3 tahun di sini. Saya bekerja seperti ini biar nanti bisa beli rumah dan mobil sendiri kalau sudah pulang ke Indonesia,” imbuhnya.

Selain Siti Khayatul Hikmah, masih banyak remaja di desa Dawuhanwetan, Kedungabanteng, Banyumas yang memilih bekerja menjadi buruh migran. Salah satunya Triani (23), remaja yang bekerja di Malaysia sejak 2005 ini hanya mengenyam pendidikan tingkat SMP.
“Orangtua yang menyuruh bekerja ke luar negeri, saya juga sudah nggak semangat meneruskan sekolah setelah SMP. Jadi saya setuju saja karena pengen cepet-cepet bantu keuangan orangtua juga,” ungkap Triani yang dihubungi via jejaring sosial.

Ia menambahkan bahwa penghasilan orangtua tak cukup untuk membiayainya sekolah bila lanjut ke SMA. “Kalau bekerja di Indonesia dengan pendidikan SMP nanti gajinya sedikit, beda jauh sama gaji di luar negeri,” tambah Tri, BMI Malaysia yang menikah dan menetap dengan suami asal negeri jiran itu.
Pendapat orangtua Triani juga tak beda jauh. Maryamah (49), Ibu kandung Triani, sangat mendukung anaknya untuk bekerja ke luar negeri. Ia berpendapat bahwa pendidikan sampai SMP sudah cukup untuk bekal anaknya bekerja kelak.
“Sekolah tinggi-tinggi juga untuk apa, kalau sekarang saja sudah bisa mencari uang. Lagian banyak juga orang-orang yang sukses bekerja ke luar negeri. Alhamdulillah anak saya juga sukses di sana dan malah sekarang sudah menikah dengan orang asli Malaysia,” ujar Maryamah saat ditemui di rumahnya Sabtu (31/5).

Sevita Dwi Yani
Pegiat Seruni Banyumas/Pemudi Desa Dawuhanwetan)

Belum ada komentar.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.