Rika, Buruh Migran Indonesia (BMI) telah bekerja di Hong Kong selama 6 tahun. Pada majikan pertama ia digaji di bawah standar. Setelah selesai kontrak pada majikan pertama, ia pindah pada majikan baru dan mendapat gaji sesuai standar selama 4 tahun.
Namun majikan Rika yang pertama tak jauh beda dengan majikan keduanya. Selain cerewet, majikannya juga sangat pelit untuk urusan makan, bahkan hampir tiap malam Rika selalu mendapat makanan sisa dari majikan.
Rika bercerita kalau saat makan ia bahkan harus minta izin terlebih dahulu pada majikannya. Misalnya saat majikan berada di kamar, ia harus mengetuk pintu kamar dan mengucapkan izin ‘Dhai-dhai ngo sek fan’ (Nyonya saya makan). Begitu juga saat majikan berada di kamar mandi, Rika harus menunggu sampai majikan keluar kamar mandi hanya untuk izin makan.
Padahal waktu makan Rika tiap harinya selalu mendekati pukul 9 malam karena harus menunggu majikannya rampung makan dan memperoleh izin untuk makan. Rika memang mendapatkan libur penuh untuk setiap Minggu, tetapi ketika akan keluar dan masuk rumah kembali, tas dan badannya di geledah. Pelanggaran privasi itu ia alami selama empat tahun.
Ketika selesai kontrak di bulan ini, tiga koper milik Rika digeledah oleh majikan satu per satu. Padahal majikannya yang kedua ialah orang Indonesia yang posisinya sama-sama orang sebangsa, tetapi cara memperlakukan pekerjanya tak adil dan bahkan lebih buruk dari majikan orang Hong Kong asli.
Mengapa betah? Rika mengungkapkan bahwa ia sebenarnya tak betah bekerja pada majikannya, tetapi ketika pindah majikan ia harus membayar mahal.
Banyak dari BMI/TKI yang takut untuk pindah majikan karena besarnya potongan gaji yang dibebankan agen kepada mereka. Ditambah lagi dengan peraturan Imigrasi terbaru bahwa jika dalam waktu setahun pindah majikan selama tiga kali, maka pengurusan kontrak kerja tak dikabulkan.
Sampai kapan sistem perbudakan seperti ini dilegalkan? Selama ini banyak majikan masih anggap pekerja rumah tangganya sebagai orang yang gampang dibodohi dan diperlakukan seenaknya. Apa yang tertulis ini barangkali hanya salah satu kasus saja karena masih banyak kasus serupa yang tak dipublikasikan dan bahkan tak terlihat. Kasus-kasus kecil semacam ini hilang begitu saja karena banyak buruh migran yang pasrah dan tak tau harus mengadu kepada siapa.