Internastional Labour Organization (ILO) atau Organisasi Buruh Internasional memfasilitasi pertemuan delegasi masyarakat Myanmar dengan ormas yang konsen dalam perlindungan buruh migran, pada rabu (10/7) di kantor ILO Lt. 22 Menara Thamrin.
Pertemuan yang membahas kebijakan tentang penempatan dan perlindungan buruh migran ini dibuka secara langsung oleh Peter Van Rooij Direktur ILO Indonesia. Ormas dari Indonesia antara lain organisasi yang tergabung dalam Jaringan Revisi UU PPTKILN, Jala PRT, dan KAPRTBM seperti Solidaritas Perempuan, SBMI, Peduli Buruh Migran, LBH Jakarta, Aspek Indonesia, dan Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) Reformasi. Secara begantian masing-masing orams menjelaskan presentasinya.
Muhammad Hakim, Sekjen Komite Aksi Pekerja Rumah Tangga dan Buruh Migran (KAPRTBM), menjelaskan tentang pentingnya regulasi pekerja rumah tangga sesuai dengan konvensi ILO Nomor 189 tentang kerja layak PRT.
“PRT punya hak yang sama dengan warga negara lain, seperti jaminan Sosial, penghidupan dan upah layak, dan kebebasan berserikat dan berorganisasi. Oleh karenanya, segala hak yang melekat pada PRT sama seperti pekerja pada umumnya. Waktu kerjanya 8 jam sehari, punya hak cuti, jaminan Sosial, dan hak khusus pekerja perempuan,” ucapnya.
Lili Pujiati, Direktur Peduli Buruh Migran, menjelaskan masih banyak buruh migran yang menjadi korban trafficking sehingga pulang dalam kondisi yang mengenaskan. Dalam konteks itu PBM konsen pada pelayanan rehabilitasi buruh migran, baik yang dilakukan oleh Rumah Sakit Polri ataupun instansi lainnya.
Sementara Dinda Nuurannisa Yura mengatakan bahwa ada sekitar 5 juta buruh migran yang menyumbang remitensi hingga 65 Trilyun, 72 % diantaranya adalah perempuan dan 92 % sebagai pekerja rumah tangga.
“Mereka rentan dengan permasalahan, seperti dipukuli, dianiaya, diperkosa, dipenjara, ditahan gajinya, tidak boleh pulang, dilarang berkomunikasi dengan anggota keluarga, diisolasi dalam rumah, dieksploitasi dengan jam kerja mencapai 18 jam, tanpa mendapat libur mingguan, cuti, dan minim perlindungan negara, “ucap Dinda.
Erna Murniaty dari DPN SBMI menambahkan bahwa secara umum persoalan buruh migran meliputi pra penempatan, masa penempatan, purna penempatan, dan masa cuti. Menurutnya beberapa pendekatan penanganan kasus buruh migran dilakukan melalui pendekatan kekeluargaan dan jalur hukum sesuai dengan analisa kasus dan pertimbangan terbaik dalam penangananya.
Dari pertemuan tersebut, Andy Hall, Consultan Migration Myanmar, merasa terbantu dengan pengalaman beberapa ormas dalam pola penanganan kasus di Indonesia.