Siti (31), Buruh Migran Indonesia (BMI) asal Kabupaten Sragen, Jawa Tengah mengalami pelbagai pelanggaran hak dan tindak kekerasaan dari majikan di Taiwan. Ia diberangkatkan ke Taiwan oleh PT. Sukses Mandiri Utama (SMU), Kali Malang, Bekasi pada 15 September 2010. Saat itu, Ia dijanjikan bekerja sebagai perawat lansia, namun setelah di Taiwan, Siti justru dipekerjakan di dua tempat, di perkebunan dan menjadi pekerja rumah tangga (PTR) di rumah saudara majikannya.
Selama 6 bulan Siti bekerja di rumah majikan bernama Wang Rong Mae di New Taipe City, Taiwan. Selama itu pula Ia tidak mendapat hak menggunakan alat komunikasi (telepon seluler/HP). Siti juga tidak mendapat hak libur dan dilarang bertemu dengan sesama BMI. Setiap pagi hari sebelum dipekerjakan di kebun, ia harus membersikan rumah majikan. Setelah selesai, pada pukul 07.00 waktu Taiwan, Siti diberangkatkan ke kebun oleh majikan menggunakan sepeda motor untuk dipekerjakan di sana.
“Pada suatu hari Saya juga dipekerjakan di tempat adiknya majikan, di sana Saya disuruh beres-beres, dan sangat kebetulan sekali di sebelah rumahnya (adik majikan), saya bertemu dengan orang Indonesia. Saya langsung saja ceritakan pekerjaan saya yang tidak sesuai dengan ketentuan di kontrak kerja. Lalu orang tersebut menyaran saya untuk menghubungi pihak agensi.” tutur Siti saat menceritakan kronologi kasusnya.
Kemudian Siti menghubungi agensi lewat telepon seluler yang dipinjami BMI kenalannya tersebut. Bukan memperoleh solusi, ia justru hanya disuruh bersabar. Tidak puas dengan jawaban agensinya, Siti menghubungi layanan nomor pengaduan milik Pemerintah Taiwan di nomor 1955. Operator 1955 kemudian menyarankan Siti membicarakan langsung persoalannya dengan majikan. Beberapa jam kemudian, Siti memberanikan diri menyampaikan keluhannya kepada majikan. Alih-alih mendapat jawaban, majikan Siti justru naik pitam dan mengancam memulangkannya ke Indonesia.
“Karena tertekan, Saya minta majikan mengembalikan Saya ke agensi, tidak menduga, Saya kemudian ditampar, Saya pun hanya menangis menahan tamparan keras majikan. Selang beberapa hari Agensi datang dan menjemput saya. Saya ditampung agensi dan harus membayar 300nt (sekitar Rp.99.000,-) per hari, mau tidak mau Saya tidak bisa menolak, sambil menunggu majikan baru,” tutur Siti.
Kisah Siti adalah satu dari sekian potret buruk perlakuan majikan pada BMI di Taiwan. Fenomena ini sekaligus menunjukkan lemahnya prosedur perlindungan penempatan BMI. Perusahaan Pelaksana Penempatan Tenaga Kerja Indonesia Swasta (PPTKIS) di Indonesia terbukti masih banyak yang lepas tangan sebatas mengirim BMI, tanpa melakukan pemantauan serta menentukan standardisasi agensi dan calon pengguna jasa atau calon majikan BMI di Taiwan.
Ibu Ku baru 2minggu di taiwan mndpt kbr bahwa majikan tersebut bersikap kasar, dan tdk mendaptkan tempat tdk selayaknya , pihak PT pun hanya menyarannkan menunggu agensi datang ke indonesia .
apakah ada kalian yang kerja di taichung?
laporkan ke 1955 aja mbak