Angka kematian Buruh Migran Indonesia (BMI) di Singapura terhitung tinggi. Baru memasuki awal tahun 2012, sudah tercatat 3 BMI meninggal. BMI tersebut adalah Siti Sumarni dari Cilacap yang diindikasi bunuh diri, Alifatul Agustina Eva Fatma dari Kediri dan Ririn Handayani dari Malang yang jatuh dari apartemen. Pada tahun sebelumnya (2011) kasus BMI meninggal juga masih didominasi jatuh dari apartemen sebagai penyebabnya.
Beberapa penyebab kematian BMI di Singapura antara lain bunuh diri, jatuh dari apartemen, sakit, korban pembunuhan, dan kecelakaan lalu lintas. Jika mengamati lebih rinci soal penyebab kematian BMI, maka kematian akibat jatuh dari apartemen merupakan penyebab kematian yang paling banyak ditemukan. Satu hal yang menjadi pertanyaan adalah mengapa kasus semacam ini jarang dialami Pekerja Rumah Tangga (PRT) dari negara lain?.
Jika melihat fakta yang terjadi, seolah-olah kasus PRT meninggal di Singapura hanya terjadi pada PRT asal Indonesia saja. Lantas apa penyebabnya?, mengapa kematian akibat terjatuh dari apartemen sedemikian menjadi pola?. Apakah korban meninggal akibat jatuh dari apartemen juga menjalani otopsi?. Adakah sesuatu yang dirasa aneh?. Demikianlah deret pertanyaan muncul di benak banyak orang.
“Banyak di antara para BMI di Singapura yang berada di bawah umur. Agen-agen di Indonesia merekrut mereka dari pedesaan dan orang tua mereka mengizinkan anak remajanya pergi bekerja ke luar negeri, termasuk Singapura. Sementara jika melihat pekerja Philipina di Singapura, mereka seakan tampak lebih dewasa dan berpendidikan. Sebagian besar dari mereka sudah bisa berbahasa Inggris, sehingga mampu berkomunikasi dengan majikan dan mencari tahu apa yang harus dilakukan saat ada masalah”, tutur Bridget Tan, Presiden HOME Singapura, sebuah organisasi non pemerintah yang memperhatikan kesejahteraan pekerja asing terutama PRT.
Menurut Shanny, salah satu pegiat HOME Kartini, PRT asal Indonesia di Singapura masih rentan mendapat tekanan mental yang mampu membuat mereka depresi.
“Melihat dari pengalaman saya memiliki tetangga, ternyata saya melihat kawan saya bekerja tanpa atau kurang cukup makanan, majikan mereka selalu mengomel pada pekerjaan yang dilakukannya beginilah, begitulah, kurang ini, kurang itu. Jadi banyak PRT selain sakit secara fisik juga mengalami tekanan mental atau pikiran”, tutur Shanny, anggota HOME KARTINI,Singapura.