Pernyataan Marzuki Ali, dalam kapasitas sebagai ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), mengenai pekerja rumah tangga (PRT) di luar negeri yang mencoreng wajah Indonesia patut dipertanyakan. Apalagi pernyataan tersebut seakan-akan menilai kekerasan terhadap PRT adalah sebuah kewajaran. Ini bukan pernyataan kontroversial pertama Marzuki. Pernyataan tentang Mentawai pun tak kalah menyakiti masyarakat. Dengan lantang politisi Partai Demokrat ini sempat mengeluarkan pernyataan bahwa jatuhnya korban merupakan resiko manusia pulau menunjukkan ketidakpedulian terhadap bencana yang tengah dihadapi masyarakat mentawai.
PRT, Sesat Pikir Marzuki Ali, dan Ketidakpedulian Pemerintah
Pernyataan Marzuki Ali bahwa PRT layak disetrika karena tidak mengetahui perbedaan cairan setrika dan yang lain mengindikasikan watak rezim ini yang permisisf terhadap kekerasan, selain ketidakpedulian terhadap persoalan masyarakat. Akhirnya semua tahu, sebab tidak terselesaikannya kasus kekerasan lain, seperti agama selama rezim ini berkuasa. Rezim ini akan permisif kepada kekerasan selama tidak mengganggu kekuasaan. Buktinya adalah segala pembiaran.
==
Buruk Muka Cemin Dibelah
Persoalan buruh migran, PRT atau TKI tidak semata muncul dari kelompo ini sendiri. Persoalan-persoalan yang muncul terkait PRT juga tidak lepas dari situasi penyelenggaraan pengiriman PRT ke luar negeri yang juga merupakan tanggung jawab pemerintah. Alih-alih memperbaiki sistem, pernyataan Marzuki Ali menunjukkan ketidakmampuan pemerintah untuk memahami persoalan sebenarnya dari sekian banyak persoalan buruh migran. Karena untuk memahami saja cukup sulit, maka akan lebih sulit untuk rezim ini menyelesaiakan persoalan tersebut.
==
Pernyataan Ketua DPR tersebut tidak jauh berbeda dengan pernyataan presiden SBY, yang sama-sama datang dari Partai Demokrat, bahwa solusi terhadap soal buruh migran dapat diselesaiakan dengan pemberian telepon genggam (handphone/HP). Setali tiga uang dengan Marzuki Ali, Presiden telah mendemonstrasikan kesalahkaprahan dalam memahami persoalan masyarakat. Artinya, baik legislatif maupun eksekutif, keduanya tidak memahami substansi utama persoalan buruh migran yang berkembanga.
==
Kedua fakta tersebut menunjukkan Kecil harapan untuk menanti keseriusan rezim Partai Demokrat dalam menyelesaikan persoalan buruh migran. Ibarat pepatah, pemerintah yang tak sanggup dan mengerti cara menyelesaikan persoalan, maka TKI dan PRT yang disalahkan. Buruk muka cermin dibelah.
Persoalan penyiksaan, pemerkosaan, serta pelbagai hal lain terkait buruh migran tidak bisa dilepaskan dari pemerintah. Persoalan-persoalan tersebut harus dipetakan dari hulu ke hilir.
==
Persoalan utama dalam upaya perlindungan buruh migran adalah sesat nalar dalam pengelolaan pengiriman buruh migran ke luar negeri. Penyerahan pengiriman buruh migran semata kepada pihak swasta menunjukkan watak pemerintah yang hanya berorientasi kepada ekonomi. Selebihnya, pemerintah tidak akan peduli. Undang-undang (UU) No 39 Tahun 2004 yang menjadi landasan utama pengelolaan pemberangkatan tenaga kerja Indonesia (TKI) menunjukkan situasi tersebut.
==
Mengacu pada UU No. 39 tahun 2004 pasal 10, pemberangkatan TKI dapat dilakukan oleh pemerintah dan Pelaksana Penempatan TKI Swasta (PPTKIS). Penempatan oleh PPTKIS selama ini adalah lumbung persoalan buruh migran. Di lain pihak, pemerintah tak dapat memberikan pengawasan yang memadai kepada PPTKIS. Sebagai contoh, fakta yang diperoleh oleh Pusat Sumber Daya Buruh Migran (PSD-BM) menunjukkan terjadinya pemberangkatan TKI tanpa penguasaan bahasa oleh PPTKIS (http://bit.ly/g4lPDh dan http://bit.ly/fNQSVc).
==
Pada kasus Nurjannah, TKI asal Cianjur, pemberangkatan dilakukan oleh PPTKIS resmi yang terdaftar dan direkrut malalui seorang calo bernama Tubagus. Saat pemberangkatan, Nurjannah belum menguasai Bahasa Arab secara memadai, tetapi tetap diberngkatkan oleh PPTKIS. Pemberangkatan Nurjannah pun terasa janggal, ia tidak dibekali uang pesngon awal yang dapat digunakan untuk beberapa waktu selama di Arab Saudi. Sesampai di Arab Saudi, ia sempat ditempatkan di penampungan selama tiga hari. Beruntung, seorang polisi Arab memberinya uang 116 Real (sekkitar Rp. 290.000).
==
Nurjannah dijemput majikan setelah tiga hari berada di penampungan. Pada bulan ketiga bekerja, anak laki-laki majikan mulai kerap melakukan pelecehan seksual kepada Nurjannah. Ia pun mencoba membela diri. Tetapi, tuduhan lain pun dijeratkan pada Nurjannah. Ia dituduh mencuri uang majikan dan digeledah. Saat menemukan uang 116 Real yang diberikan oleh polisi, Nurjannah pun ditetapkan sebagai tersangka. Sejak itu ia menjadi sasaran penyiksaan majikan. Ia kerap dipukuli dan disiksa. Ia tidak banyak bisa membela diri dan tidak bisa berbuat banyak untuk melaporkan karena tidak bisa berbahasa Arab. Ia pun akhirnya dikembalikan ke penampungan tanpa kompensasi dan dituduh gila. Beruntung Nurjannah bertemu dengan salah seorang TKI asal Nusa Tenggara Barat (NTB) yang mau membantu menjelaskan kepada majikan terkait tuduhan pencurian tersebut. Meski majikan telah meminta maaf dan mengajak kembali, Nurjannah memilih untuk menemukan majikan lain.
==
Kasus Nurjannah adalah satu di antara sekian banyak kasus buruh migran. Jika Marzuki Ali mengetahui, apakah dia masih berpikir bahwa pelecehan seksual itu adalah wajar?
==
Sesat pikir Marzuki Ali bersumber dari generalisasi atas kasus-kasus buruh migran. Ia dengan kapasitas sebagai ketua DPR tidak paham bahwa persoalan TKI tidak hanya terletak pada calon TKI, melainkan juga pada PPTKIS yang tidak lain adalah lembaga ekonomi yang memperoleh izin pemerintah. Sungguh sesat pikir yang tidak perlu dan tidak wajar ada dalam benak seorang ketua DPR dan Partai yang mengusung Presiden.
==
Jika memang ingin memperbaiki, pemerintah harus menggunakan standar yang akurat dan ketat untuk mengawasi pemberangkatan hingga pemulangan buruh migran atau TKI. Tidak cukup hanya dengan melontarkan komentar yang memperkeruh persoalan.
==
Kasus Nurjannah menunjukkan bahwa ada celah pada PPTKIS untuk tidak memenuhi standar aturan pemerintah yang diatur dalam UU. No 39 tahun 2004. Celah tersebut muncul tidak lain karena lemahnya pengawasan pemerintah. Pada kasus Arab Saudi, sebelum kasus Sumiati, pemerintah tidak pernah mencoba menggunakan kekuatan politiknya untuk menekan pemerintah Arab Saudi untuk membuat peraturan khusus perlindung TKI di Arab Saudi. Salah siapakah situasi ini? Apakah TKI harus melakukan lobi sendiri ke pemerintah Arab Saudi yang sangat tidak demokratis itu?
==
Inti dari pernyataan Marzuki adalah ketidakpedulian pemerintah baik legislatif maupun eksekutif terkait dengan soal TKI. Ucapan Marzuki soal penyiksaan TKI dan SBY soal HP TKI adalah indikasinya. Keduanya merepsentasikan kehendak dan cara berpikir di dua Lembaga Tinggi negara yang berkewajiban melindungi masyarakat.
==
Tak usah jauh-jauh membincangkan persoalan buruh migran di luar negeri, untuk mengatur pemulangan TKI melalui bandara pun pemerintah telah gagal. Alih-alih melindungi, kebijakan pemulangan satu pintu justeru menimbulkan persoalan, seperti pemerasan pada TKI. Kembali, apakah itu adalah kesalahan TKI?
==
Marzuki, SBY dan Partai Demokrat yang memberangkatkan kedua orang ini harus menjawab.
Sungguh saudara Marzuki Ali itu belum bisa menangkap persoalan. Apakah pemikirannya bisa menjadi wakil dari pemikiran entitas partainya ?