Melihat maraknya kasus yang menimpa para Buruh Migran Indonesia(BMI) di luar negri akhir-akhir ini. Mungkin banyak membuat di antara kita geregetan, seperti kasus yang baru-baru ini tentang penyiksaan BMI di Arab Saudi yang bernama Sumiati yang di luar peri kemanusiaan.
Bila dilihat kembali mungkin kasus seperti ini sudah umum terjadi di berbagai negara. Dari kasus-kasus yang sudah terjadi kita dapat belajar untuk lebih memperbaiki sistem perlindungan terhadap buruh migaran, membuat undang-undang yang lebih mantap, dan memberi pembekalan materi kepada para calon buruh migran yang akan dikirim dengan ketrampilan-ketrampilan yang diperlukan dan memberikan pengetahuan yang jelas tentang kondisi kultural masyarakat disana. Karena sudah pasti tiap negara mempunyai tradisi dan budaya serta kebiasaan yang berbeda, sehingga nantinya para calon BMI tidak kaget/shock karena terjadi benturan budaya dan kebiasaan. Tugas ini biasanya ini dilakukan oleh Perusahaan Penyalur Tenaga Kerja Indonesia (PJTKI) selama BMI berada di penampungan dalam masa menunggu proses pemberangkatan.
Perlu dilihat kembali bagaimana PJTKI yang marak mencari orang-orang yang mau dan ingin bekerja di luar negri. Apakah PJTKI ini telah benar-benar memberi pembekalan yang berkualitas? karena Fokus Kerja BMI adalah memberikan servis atau pelayanan ke sebuah perusahaan atau sebuah keluarga. Tentunya disini para BMI akan langsung mendapat penilaian dari para employer atau majikan. Apakah akan mendapat nilai bagus dan majikan puas atau mendapat nilai buruk dan majikan tidak suka yang ujung-ujungnya akan terjadi kasus-kasus seperti pemberhentian hubungan kerja(PHK), penyikasaan, atau yang paling ringan adalah komplain karena majikan merasa kurang puas dengan pelayanan yang ada.
Kita perlu menilik kembali kualitas sumber daya manusia para calon BMI yang akan dikirim apakah memenuhi kriteria sebagai calon BMI.