Berita

Harus Ada Definisi Jelas Mengenai Perlindungan BMI

Author

Audiensi Komunitas Serantau dengan KBRI Kuala Lumpur yang Dilaksanakan Minggu (04/09/2016)
Audiensi Komunitas Serantau dengan KBRI Kuala Lumpur yang Dilaksanakan Minggu (04/09/2016)

Kuala Lumpur—Menurut data dari KBRI Kuala Lumpur, kurang lebih ada 2,5 juta Warga Negara Indonesia (WNI) di Malaysia. Jumlah WNI tersebut terdiri dari yang berdokumen sebanyak kurang lebih 1,3 juta orang, sementara yang tidak berdokumen kurang lebih 1,25 juta orang. Bagi yang berdokumen dapat dikategorikan sebagai buruh migran, pelajar dan hubungan perkawinan. Sementara yang tidak berdokumen merupakan buruh migran.

Tantangan utama yang dihadapi oleh perwakilan pemerintah di Malaysia ialah perlindungan bagi buruh migran tidak berdokumen di Malaysia. Ketika statusnya adalah tidak berdokumen, hal itu akan akan mencabut semua entitas hak di Malaysia sebagai pekerja. Mulai dari hak menuntut keadilan, hak untuk memperoleh kediaman, hak memperoleh perawatan kesehatan, dan akses sosial lainnya.

Pemerintah perwakilan juga terlihat membedakan perlakuannya kepada buruh migran tidak berdokumen ini. Bagi buruh migran yang berdokumen akan didahulukan pelayanannya daripada yang tidak berdokumen. Karena itu, terdapat beberapa proses sebelum dilayani oleh pemerintah bagi yang tidak berdokumen. Proses tersebut seperti pendaftaran, wawancara, verifikasi data yang menunjukkan bahwa yang bersangkutan merukan WNI.

Bagi buruh migran tidak berdokumen yang mengalami masalah diharapkan pulang ke Indonesia dan memperbaiki statusnya menjadi berdokumen ketika masuk ke Malaysia untuk bekerja kembali.

“Perlindungan bagi WNI di sini adalah pulang ke Indonesia,” kata Judha, yang merupakan sekretaris pertama konsuler KBRI Kuala Lumpur kepada Serantau pada hari Minggu, 4 September 2016 lalu.

Judha menambahkan bahwa BMI/WNI yang tidak berdokumen merupakan pintu untuk mengeksploitasi mereka. Akan sangat susah bagi mereka untuk mendapatkan perlindungan dalam bentuk bantuan hukum. Meskipun, lanjut Judha, kita tahu bahwa banyak dari BMI/WNI yang tertipu ketika melakukan perpanjangan permit. Namun bukti yang minim membuat pemerintah sulit untuk memperoses oknum yang mengeksploitasinya. Resiko akan sangat besar bagi BMI/WNI yang tidak berdokumen di Malaysia.

Pada momentum revisi UU PPTKILN kita harus definisikan tugas mengenai perlindungan. Apalagi perlindungan bagi BMI/WNI yang melakukan kejahatan, seperti membunuh, mencuri, penyalahgunaan narkoba dan kejahatan lainnya.

“Di Indonesia, orang-orang seperti ini dihukum kan? Tegas Judha kepada Serantau.

Jika BMI yang telah terbukti melakukan tindak kejahatan, mereka harus menjalani proses peradilan di negara penempatan. Tidak harus memaksa pemerintah untuk membebaskan dari tuntutan kejahatan yang telah diperbuatnya. Hal yang semacam ini akan melahirkan praktik impunitas, artinya setiap BMI akan kebal hukum meski telah berbuat kejahatan. Peran pemerintah adalah memastikan bahwa yang bersangkutan telah mendapatkan bantuan hukum. Jangan meminta di luar daripada kewenangan itu. Kalau tidak ada peraturan yang jelas, pemerintah juga tidak bersedia untuk disalahkan jika bertindak dari ketentuan, meskipun tindakan petugas adalah melindungi. Sebagai organisasi birokrasi, tindakan pemerintah harus ada dasar hukum dan peraturan yang mengaturnya. Tidak terkecuali peraturan yang mengatur mengenai perlindungan bagi BMI di luar negeri.

“Harus jelas definisi perlindungan bagi BMI yang tertuang di dalam UU,” tutup Judha.

Belum ada komentar.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.