Sebagai bagian dari pelaksanaan tugas monitor terhadap penyelenggaraan pemerintahan negara sebagaimana tercantum di dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah melakukan kajian terhadap sistem pelayanan penempatan dan perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (TKI), khususnya untuk masa pra dan purna penempatan. Hasil kajian itu dipaparkan langsung KPK kepada Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi; Kepala Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan TKI (BNP2TKI), dan sejumlah pejabat terkait pada 28 Agustus 2007 di Gedung KPK Kuningan, Jakarta.
Dari kajian terhadap sistem pelayanan penempatan dan perlindungan TKI tersebut dihasilkan temuan-temuan pokok sebagai berikut:
- Maraknya praktik suap dalam pengurusan dokumen calon TKI.
- Belum adanya standar pelayanan baku yang mengatur tentang prosedur, persyaratan, biaya, dan waktu penyelesaian pelayanan.
- Pelayanan pengurusan dokumen calon TKI kurang profesional, meliputi: tidak digunakannya sistem antrean, BP2TKI dan Disnaker Kabupaten/Kota umumnya tidak memiliki loket pelayanan (front office), terjadi kontak langsung antara pengguna jasa dan petugas/pejabat back office, tidak ada tanda terima berkas, serta Informasi dan sarana pelayanan yang kurang memadai.
- Pelayanan penempatan dan perlindungan TKI belum didukung dengan sistem manajemen informasi yang memadai.
- Maraknya praktik percaloan dalam proses perekrutan calon TKI.
- Belum ada standardisasi pelatihan prapenempatan calon TKI.
- Belum ada standardisasi biaya penempatan TKI.
- Pengawasan terhadap lembaga penempatan kurang memadai.
- Belum ada pemeriksaan substansi perjanjian penempatan dan perjanjian kerja.
- Terminal 3 Bandara Soekarno Hatta belum dapat merealisasikan konsep awal tentang diperlukannya Terminal 3 sebagai bagian dari upaya perlindungan terhadap TKI. Hal ini tergambar dari: Kegiatan pemanduan kepada TKI yang pulang melalui Terminal 3 belum dilakukan secara efektif, tidak ada petugas yang berjaga di counter pusat informasi, TKI sering dipaksa menukarkan valasnya dengan kurs yang lebih rendah daripada market rate, tarif angkutan darat yang disediakan di Terminal 3 jauh lebih mahal daripada tarif umum, dan tidak ada kejelasan mengenai waktu tunggu dalam proses kepulangan TKI.
- Kurang memadainya kuantitas dan kualitas SDM di instansi yang bertanggung jawab dalam proses penempatan dan perlindungan TKI.
Kajian ini semata-mata untuk peningkatan pelayanan publik sebagai gambaran dari penerapan good governance. Agar sistem pelayanan penempatan dan perlindungan TKI akan semakin baik, KPK merekomendasikan sejumlah perbaikan yang garis besarnya adalah: peningkatan komitmen pimpinan pada lembaga yang mengurusi TKI; diadakannya pembenahan sistem (reformasi birokrasi) meliputi manajemen SDM, bussiness process dan infrastruktur, dan anggaran; serta peningkatan pengawasan dan penindakan (law enforcement).
Jakarta, 28 Agustus 2007
Untuk informasi lebih lanjut silakan hubungi:
Johan Budi SP (Hubungan Masyarakat)
Komisi Pemberantasan Korupsi
Jl Ir. H. Juanda No. 36 Jakarta Pusat
Telp/faks : 3522550 ext 111
Satu komentar untuk “Paparan Hasil Kajian KPK tentang Sistem Penempatan TKI 2007”