(Bahasa Indonesia) Infest & JWB Perkuat Kapasitas Komunitas Pekerja Migran Akses Kompensasi PMI

Author

Sorry, this entry is only available in Bahasa Indonesia.

“Jika ada PMI yang tidak dibayar gajinya, meskipun mereka sudah pulang ke Indonesia mereka tetap bisa meminta kompensasi uangnya pada majikan di luar negeri dengan bantuan pengacara.”

(Douglas Maclean)

2
Salah satu peserta perwakilan KOPI Pondok mempresentasikan hasil diskusi kelompoknya. (dok. infest)

Pernyataan di atas diungkapkan Douglas Maclean, Executive Director Justice Without Borders (JWB) Hong Kong, saat merespon hasil diskusi kelompok dalam mengidentifikasi kasus yang menimpa Pekerja Migran Indonesia (PMI) yang terjadi di Hong Kong dan Singapura. Sebelumnya, peserta telah membaca petunjuk soal dengan teliti, lalu mulai menulis kasus apa saja yang menimpa korban pada kasus yang menimpa PMI tersebut.

Diskusi identifikasi kasus merupakan salah satu sesi dalam pelatihan tentang “Memperkuat Kapasitas Pekerja Migran dalam Mengakses Kompensasi bagi Pekerja Migran yang Telah Kembali”. Pelatihan yang diselenggarakan oleh Infest dan Justice Without Borders (JWB) dilaksanakan pada Kamis-Jumat (19-20/7/2018), di Gedung PKK Kabupaten Ponorogo. Pelatihan ini melibatkan Komunitas Organisasi Pekerja Migran Indonesia (KOPI) dari tiga desa dampingan Infest Yogyakarta, yaitu KOPI desa dampingan Infest yaitu Desa Pondok Kecamatan Babadan, Desa Bringinan Kecamatan Jambon dan Desa Nongkodono Kecamatan Kauman.

Penanganan Kasus Tidak Bisa Berjalan Sendiri

3
Sri Aryani, Head of Office JWB Indonesia, sedang memfasilitasi pelatihan bersama KOPI Ponorogo.

Menurut Sri Aryani (Ary), Head of Office JWB Indonesia, pelatihan yang melibatkan KOPI merupakan salah satu upaya pengembangan kapasitas NGO di Indonesia. Sehingga, diharapkan KOPI yang baru lahir ini memiliki kapasitas teknis mulai dari identifikasi kasus, pengumpulan bukti, memahami hukum yang ada di Indonesia dan di negara tujuan, melakukan wawancara dan penulisan kronologis. Disamping itu juga diharapkan, peserta juga dapat memiliki sensitivitas gender dalam menangani kasus.

“Pelatihan ini memusatkan perhatian pada kapasitas teknis yang dibutuhkan untuk membantu korban untuk mendapatkan penyelesaian perdata, melawan pelaku, baik di dalam negeri maupun di luar negeri, setelah korban kembali pulang,” jelas Ary.

Ary juga menambahkan bahwa untuk menuntut sebuah kasus, korban harus memiliki alat bukti, baik formal maupun informal. Contoh bukti formal adalah kontrak kerja, surat perjanjian penempatan dan slip gaji. Sedangkan bukti informal contohnya adalah catatan harian (diary), percakapan lewat aplikasi seperti WhatsApp/Messenger, poto selfie, saksi yang diajak, rekaman jika ada, bahkan status di media sosial seperti Facebook pun bisa dijadikan barang bukti tambahan menguatkan bahwa kasus tersebut benar-benar terjadi.

Dari penjelasan tersebut peserta mulai paham bahwa seorang PMI yang pulang ke kampung halaman dengan kondisi memprihatinkan, gaji tidak dibayar dan menerima kekerasan dari majikan, mereka tetap punya kesempatan untuk menuntut majikannya dan menerima ganti rugi.

1
(Douglas Maclean, Executive Director Justice Without Borders (JWB) Hong Kong)

Tim JWB juga akan membantu menangani kasus para korban di Negara Hong Kong dan Singapura dan sudah ada banyak pengacara yang siap membantu. Untuk itulah dibutuhkan kerjasama dengan KOPI yang ada di desa untuk mengumpulkan kasus sebanyak-banyaknya. Karena semakin banyak kasus yang dilaporkan dan menang maka arah menuju ke sebuah perubahan terbuka lebar.

Setelah mengikuti pelatihan selama dua hari dan diberi contoh soal kemudian mendiskusikan bersama dengan kelompok masing-masing kasusnya apa saja, siapa saja aktor yang terlibat dan tuntutannya apa saja, peserta KOPI semakin paham dan mulai bisa memetakan kasus.

Pembelajaran penting lainnya adalah bahwa dalam penyelesaian sebuah kasus, tidak bisa hanya dilakukan sendiri, ada banyak jaringan yang akan membantu jika kasus tersebut tidak bisa diselesaikan di tingkat lokal kabupaten.

Seperti yang diungkapkan Abadi Mustofa, anggota KOPI dari desa Bringinan, “Setelah mengikuti pelatihan ini saya jadi tahu prosedur atau gambaran dalam penanganan kasus pekerja imigran. Saya berharap pelatihan seperti ini harus sering dilakukan, sharing untuk mengangkat permasalahan-permasalahan yang ada maupun yang sudah selesai ditangani,” ungkap Abadi.

Sinergi Pemerintah dan LSM

Di hari pertama pelatihan, KOPI juga belajar bersama Manager Program Infest Yogyakarta, Ridwan Wahyudi, serta tim JWB dari perwakilan lintas negara, antara lain Douglas Maclean, Executive Director JWB dari Hong Kong, Justine, Head of office dari Hong Kong, Shalini Jayaraj, Head of Office dari Singapura, Yee Suan Poo, PR & Operation officer dari Singapura, Sri Aryani, Head of Office dari Jakarta dan Eva Putri Salsabila, Legal Officer dari Jakarta.

Respon baik bukan hanya dari Pemdes yang mengirimkan perwakilan KOPI dari desanya, namun juga dari Kepala Dinas tenaga Kerja (Disnaker) Kabupaten Ponorogo, Bedianto, serta perwakilan dari Bappeda Ponorogo. Dalam sambutannya, Bedianto mengucapkan rasa terima kasih kepada Infest dan JWB yang telah berinisiatif mengadakan pelatihan bagi KOPI Ponorogo. Bedianto juga secara langsung mengajak lembaga swadaya masyarakat (LSM) atau organisasi masyarakat lainnya untuk bersinergi dengan pemerintah dalam membantu PMI yang tertimpa kasus.

“Pelayanan PMI di Ponorogo ini sudah lengkap dan tidak main-main, sehari selesai, layanan satu atap cukup di Ponorogo, tidak perlu pergi ke Surabaya atau Jakarta,” tambahnya.[]

Satu komentar untuk “(Bahasa Indonesia) Infest & JWB Perkuat Kapasitas Komunitas Pekerja Migran Akses Kompensasi PMI

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.