(Bahasa Indonesia) Hak yang Hilang di Laut: Melawan Praktik Perbudakan Modern pada AKP Migran

Author

Sorry, this entry is only available in Bahasa Indonesia.

Perbudakan bukan hanya cerita sejarah yang praktiknya sudah tidak terjadi lagi. Pada masa ini hampir 50 juta orang terperangkap dalam perbudakan di seluruh dunia. Bahkan, masalah ini merata di semua negara, tak terkecuali Indonesia. Perbudakan zaman modern tak selalu sama dengan gambaran perdagangan budak transatlantik dalam sejarah. Bentuknya beragam, seperti perdagangan manusia, perbudakan seksual, tenaga kerja paksa, pekerja anak, perbudakan rumah tangga, eksploitasi tenaga kerja migran, perbudakan sistem utang, perbudakan di industri seks dan pornografi, eksploitasi dalam pekerjaan berbahaya, dan perdagangan organ. Perbudakan melibatkan kontrol penuh dalam bentuk tindakan yang dilakukan tanpa pilihan dan eksploitasi terhadap korban.

Menurut estimasi Global tentang Perbudakan Modern (2022), sekitar 49,6 juta orang saat ini hidup dalam kondisi perbudakan modern, yang mencakup situasi kerja paksa dan pernikahan yang dipaksakan. Fakta yang mengagetkan, seperempat dari jumlah korban adalah anak-anak. Pernikahan yang terpaksa melibatkan sekitar 22 juta individu, dimana dua dari setiap lima kasus melibatkan anak-anak. Dari total 27,6 juta orang yang terjebak dalam situasi kerja paksa, sebanyak 17,3 juta mengalami eksploitasi kerja paksa di sektor ekonomi swasta, 6,3 juta terlibat dalam eksploitasi seksual komersial, dan hampir 4 juta orang dipaksa bekerja oleh otoritas negara. Pandemi Covid-19 telah memperburuk kondisi yang memicu perbudakan modern, dan hal ini membuat pekerja migran menjadi kelompok yang sangat rentan.

Jika kita berbicara dalam praktik-praktik perbudakan modern di dalam lingkungan industri kapal perniagaan, banyaknya kasus dan juga latar belakang yang memberikan celah akan kemungkinan terjadinya pelanggaran HAM di industri tersebut. Sebenarnya sudah ada beberapa peraturan pemerintah yang mengusahakan terjaminnya hak-hak hidup bagi awak kapal perikanan (AKP) migran dan mencegah terjadinya perbudakan modern. Contohnya pada Konvensi Maritim tentang Perburuhan 2006 (MLC 2006) pada Juni 2017 yang mengatur tentang pekerjaan di kapal dagang. UU 18/2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia memiliki 13 aturan perlindungan, terutama di Pasal 6 ayat 1. Namun, belum ada implementasi penuh melalui peraturan pemerintah, khususnya untuk melindungi ABK. Pada tahun 2017, Indonesia juga memiliki Permen Kelautan dan Perikanan mengenai Sertifikasi Hak Asasi Manusia Perikanan, melengkapi Permen No. 42/2016 tentang Perjanjian Kerja Laut Kapal Perikanan. UU 17/2008 tentang Pelayaran (Pasal 151) mengatur kesejahteraan anak buah kapal, termasuk gaji, jam kerja, istirahat, dan jaminan pemberangkatan.

Namun mengapa regulasi yang telah diusahakan pemerintah tidak bisa menjadi jawaban pasti dan jaminan bagi para AKP migran? Mengapa praktik perbudakan modern masih sangat sering terjadi menimpa para AKP migran kita? Dilansir dari kajian yang diprakarsai oleh greenpeace, mencoba menjawab titik lemah dan alasan mengapa perbudakan modern di AKP migran masih marak terjadi. Isu pertama adalah ketidakjelasan dalam mengelola perusahaan yang bertanggung jawab atas penempatan pekerjaan pelaut dan AKP migran. Hingga saat ini, belum ada sistem terpadu tingkat nasional yang menggabungkan data dari berbagai kementerian dan lembaga, yang dapat digunakan sebagai referensi untuk melacak keberadaan para pelaut dan AKP migran Indonesia yang bekerja di kapal ikan asing (KIA) yang beroperasi di perairan jauh. Selain itu, partisipasi pemerintah dalam proses penempatan dan rekrutmen para AKP migran di tempat kerja mereka juga masih terbatas. Tidak hanya itu, penahanan gaji (withholding of wages) juga menjadi tantangan bagi para AKP migran yang bekerja di kapal tersebut, karena mereka tidak menerima pembayaran gaji selama masa bekerja. Selain itu, para AKP migran juga menghadapi jam kerja yang berlebihan (excessive overtime) di kapal.

Dalam investigasi yang dilakukan oleh Harian Kompas pada bulan Juli dan Agustus 2023, terungkap bahwa AKP migran perikanan asing asal Indonesia telah menghadapi situasi yang merugikan sebelum bahkan mulai bekerja di atas kapal. Sejumlah AKP migran Indonesia di kapal ikan berbendera asing diketahui harus memberikan jaminan berupa uang dan sertifikat rumah kepada perusahaan penyalur sebelum berangkat ke negara penempatan. Kondisi ini memaksa mereka untuk menandatangani perjanjian kerja tanpa memiliki pilihan lain.

Keadaan ini membuat para AKP migran Indonesia di kapal ikan asing berada dalam posisi rentan dan beresiko menjadi korban tindak pidana perdagangan orang (TPPO). Selain itu, perlindungan terhadap AKP migran selama mereka bekerja di kapal ikan asing juga terbatas.

Perusahaan penyalur seperti PT GNM Shipping Marindo diketahui meminta jaminan berupa uang dan sertifikat rumah kepada AKP migran sebelum mereka berangkat. Dalam beberapa kasus, AKP migran juga terikat oleh perjanjian kerja yang dapat melemahkan posisi mereka. Direktur PT GNM Shipping Marindo, Warno, mengakui bahwa perusahaan tersebut menerapkan praktik ini sebelum tahun 2018 untuk mencegah kaburnya AKP migran dari kapal. Namun, ini bertentangan dengan klaim bahwa perusahaan tidak lagi menggunakan praktik ini setelah tahun 2018. Praktik ini menimbulkan keprihatinan, mengingat Undang-Undang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia tahun 2017 menekankan asas anti-perdagangan manusia dalam perekrutan pekerja migran. Pada kenyataannya, praktik ini membuat AKP migran menjadi korban eksploitasi dan tidak memiliki perlindungan yang memadai saat bekerja di kapal asing.

Ahli hukum perburuhan dari Universitas Indonesia, Siti Hajati Hoesin, mengindikasikan bahwa praktik ini bisa masuk ke dalam ranah tindak pidana perdagangan orang karena menggunakan jaminan dan dokumen berharga untuk memanipulasi dan melemahkan AKP migran. Posisi rentan para AKP migran juga membuat mereka mudah menjadi korban kekerasan fisik dan kerja paksa di atas kapal ikan berbendera asing. Pihak berwenang, seperti Kementerian Perhubungan, mempertimbangkan untuk mengawasi lebih ketat praktik perusahaan penyalur dalam rekrutmen dan penempatan AKP migran. Jaminan uang dan sertifikat rumah menjadi isu penting yang harus diperhatikan guna melindungi hak dan kesejahteraan para AKP migran.

Kebijakan pemerintah memiliki peran penting dalam menangani masalah perbudakan modern yang dialami oleh AKP migran. Pertama, pemerintah perlu mendorong implementasi peraturan yang melindungi hak-hak AKP migran secara menyeluruh. Ini termasuk menetapkan batasan jam kerja yang wajar, memastikan pembayaran gaji yang adil, dan menghapus praktik penahanan gaji atau jaminan yang merugikan AKP migran. Selain itu, pemerintah perlu memperkuat sistem pemantauan dan penegakan hukum terhadap praktik-praktik perusahaan penyalur yang mengeksploitasi AKP migran. Pembentukan badan atau lembaga independen yang fokus pada perlindungan hak AKP migran juga bisa menjadi langkah penting. Kedua, pendidikan dan kesadaran masyarakat tentang hak-hak AKP migran perlu ditingkatkan.

Pemerintah dapat bekerja sama dengan lembaga non-pemerintah, media, dan lembaga pendidikan untuk menyampaikan informasi tentang hak-hak AKP migran, risiko perdagangan manusia, serta tindakan yang bisa diambil jika terjadi pelanggaran. Dengan meningkatkan pemahaman masyarakat, AKP migran akan lebih berdaya untuk mengenali tanda-tanda eksploitasi dan melaporkannya. Ketiga, pemerintah harus memastikan bahwa sumber daya dan layanan pendukung tersedia bagi AKP migran yang telah terjerat dalam perbudakan modern. Ini meliputi akses ke konseling psikologis, bantuan hukum, perlindungan kesehatan, dan pelatihan untuk mempersiapkan mereka kembali ke masyarakat setelah pembebasan.

Terakhir, kerja sama internasional juga penting dalam mengatasi perbudakan modern di kalangan AKP migran. Pemerintah dapat bekerja sama dengan negara lain untuk berbagi informasi intelijen, mengkoordinasikan tindakan penegakan hukum, serta membangun regulasi global yang lebih ketat terhadap perusahaan penyalur dan pemberi kerja yang terlibat dalam praktik perbudakan modern.[]

Belum ada komentar.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.