Oleh Eka Pramono
Anak: Ibu, apa aku bisa mengejar cita-citaku tanpa harus meninggalkanmu?
Ibu: Nak, kau tahu apa yang lebih berharga daripada nyawa renta ini?
Anak: Apakah itu aku?
Ibu: Kenapa kamu merasa itu dirimu?
Anak: Karena saat aku hanya mampu memberimu gelisah dan cemas, kata letihmu sama sekali tak pernah kudengar
Ibu: Lalu, apakah kamu tahu apa yang tidak akan pernah meninggalkanmu?
Anak: Doamu untukku ibu.
Ibu: Apa yang membuatmu yakin itu adalah doaku?
Anak: Karena dalam setiap sujudmu di sepertiga malam, selalu kudengar lirih namaku kau sebut.
Ibu: Nak, bagi seorang ibu, anak adalah permata. Kebanggaan yang tak akan mampu dibeli oleh lembaran rupiah. Namun, apa aku bagimu?
Anak: Bu, apa aku mampu membandingkan dirimu dengan isi dunia? Sementara nafas pertamaku terlahir dari pertaruhan nyawamu. Mampukah aku membandingkan kasihmu dengan seisi dunia jika engkau sendiri adalah dunia serta lahan doaku. Dengan apa lagi aku sanggup menggambarkan pengorbananmu serta cinta kasihmu, sedangkan cintamu padaku tidak pernah ada kata jeda dan tapi.
Ibu: Lalu apa yang membuatmu ragu sekarang nak? Raihlah citamu. Yakinlah bahwa kamu tidak pernah meninggalkanku. Karena dalam setiap perjalananmu selalu ada doaku yang menaungimu dan takkan pernah menghalangiku untuk mencurahkan kasihku yang tanpa jeda ini untukmu.
–
NB: Berkasih tanpa pamrih, mencinta tanpa luka itulah engkau IBU
Sumber ilustrasi: pixabay.com