Blitar–Desa Pandanarum Kecamatan Sutojayan Kabupaten Blitar terletak sekitar 20 kilometer arah tenggara dari Kota Blitar. Perjalanan menuju desa ini kurang lebih menghabiskan waktu 20-30 menit dari jantung Kota Blitar. Jika kita telah sampai di desa ini dan berjalan-jalan di sepanjang jalan utama ataupun jalan tikus sekalipun, kita akan melihat bangunan rumah penduduk yang sangat mentereng ala perkotaan. Namun, bila kita pilih acak salah satu rumah di desa ini dan menanyakan asal usul pembangunannya, kita akan tahu mengapa penduduk desa bisa membuat rumah sementereng itu. Pekerja Migran. Ya, itulah sebagian besar sumber pembangunan rumah-rumah penduduk desa ini.
Desa Pandanarum dipimpin oleh Mas’udin yang juga seorang pengusaha tempe. Mas’udin bukan memproduksi tempe saja, namun juga menjualnya sendiri. Mas’udin melakoni profesi sebagai penjual tempe sejak 18 tahun lalu. Pekerjaan ini terus dilakukannya meskipun kini dia telah menjadi orang nomor satu di Desa Pandanarum. Menurut alumni Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan (IKIP) Malang yang sekarang berubah jadi Universitas Negeri Malang ini, menjual tempe adalah warisan orang tuanya. Bagaimanapun harus tetap ia kerjakan setiap hari. Kepala desa ini beranggapan bahwa menjual tempe adalah pekerjaan pokok, sementara kepala desa adalah pekerjaan sosial.
Gerakan Pengabdian
Bagi Mas’udin, menjadi seorang kepala desa itu adalah pengabdian. Kepala desa tidak boleh hanya mengandalkan penghasilan tetap selaku kepala desa saja. Ia juga harus memiliki usaha sendiri.
“Dengan demikian, kita tidak akan kemrungsung melihat anggaran desa yang sebegitu besar,” lanjut Mas’udin. Kepala desa juga harus menggunakan anggaran desa sebagaimana mestinya.
Bagi bapak dua anak ini, menjadi kepala desa itu tidak ringan karena harus melayani masyarakat setiap hari dan tidak ada batasan jam kerja. Pukul 12.00 malam pun, jika ada masyarakat yang membutuhkan perannya, dia rela dibangunkan saat itu juga. Setiap hari, Ayah Ahmad Hanif dan Ziddan Husni ini harus bangun lebih awal. Pukul 03.30 juga sudah harus berada di Pasar Ludoyo untuk menjajakan tempe. Sekira pukul 05.00, Mas’udin sudah mulai pulang dari pasar.
Pagi sampai siang, Mas’udin harus memberikan pelayanan di kantor desa. Begitu pun malam hari jika ada warga yang membutuhkan. Mungkin ini adalah pekerjaan berat yang dilakoni oleh Mas’udin, tapi setelah beberapa tahun pekerjaan ini serasa mudah baginya.
“Saya senang melakukan ini, karena ada hal yang bermanfaat yang bisa saya berikan kepada masyarakat. Saya tidak mungkin mengingkari kepercayaan masyarakat yang sudah diserahkan pada kami. Saya juga tidak mau keluarga saya terbengkalai karena kebingungan ekonomi. Maka dari itu, saya ya ngantor, ya melayani masyarakat dan tetap tidak meninggalkan jualan tempe,” cerita Mas’udin sambil terkekeh.
KOPI sebagai Ruang Bersama
Ditanya soal pembangunan desa, Kepala desa yang sudah menjabat 3 tahun ini menjelaskan bahwa dia sampai hari ini terus melibatkan semua kelompok di desa. Kelompok-Kelompok masyarakat di desa harus dilibatkan dalam pembangunan desa. Karang Taruna, IPNU, IPPNU, NU, PKK, RT, RW dan semua kelompok lainnya senantiasa diajak rembukan dalam menyusun perencanaan desa.
“Kami terus melaksanakan pembangunan sesuai dengan perencanaan pembangunan yang sudah ditetapkan dalam APBDesa. Keterlibatan masyarakat dalam pembangunan akan terus kami upayakan. Karena pelibatan masyarakat akan semakin mempermudah pemerintah desa dalam menyelesaikan tugas,” lanjut Mas’udin.
Pelbagai organisasi masyarakat sipil dan perguruan tinggi juga terus bekerjasama di desa ini. Dalam bidang lingkungan hidup, pemerintah desa bekerjasama dengan LMDH dan Sahabat Menanam. Dalam perlindungan PMI, desa ini bekerjasama dengan Infest Jogja. Sedangkan Universitas Negeri Malang juga berkontribusi dalam pembaharuan profil desa, melalui KKN yang dilakukan setiap tahun di desa ini.
Mas’udin dan Pemerintah Desa Pandanarum juga mencoba terus mewadahi pelbagai kelompok masyarakat yang ada di desa. Termasuk Komunitas Organisasi Pekerja Migran Indonesia (KOPI) yang belum lama ini dibentuk di desa ini. Mengingat sebagian besar masyarakat bekerja di luar negeri, Mas’udin berharap kepada KOPI Desa Pandanarum bisa menjadi mitra pemerintah desa dalam memberikan pelayanan dan perlindungan kepada pekerja migran. Selain itu, KOPI akan menjadi wadah untuk bertemunya semua warga desa dan purna PMI. Sebelum adanya KOPI di desa ini, Mas’udin juga telah memberikan pelayanan kepada calon pekerja migran. Namun, pelayanan di desa yang sebelumnya dilakukan masih sebatas konseling dan pemberian nasihat-nasihat kepada calon PMI.
Dengan adanya KOPI ini, Mas’udin juga berharap ke depan mampu membuat Peraturan Desa (Perdes) dan aturan lainnya terkait perlindungan PMI asal Desa Pandanarum. Selain itu, KOPI juga diharapkan mampu menyelesaikan kasus apabila terjadi kasus pada PMI. KOPI akan menjadi ruang bersama bertemunya PMI, calon PMI, purna PMI dan keluarganya untuk bisa saling belajar dan bertukar pengalaman. Mas’udin berharap, KOPI menjadi organisasi yang eksis di desa dan menjadi penggerak pemberdayaan purna PMI di Desa Pandanarum.