News

(Bahasa Indonesia) Tak Hanya Bekerja, Buruh Migran juga Bisa Menjadi Sarjana

Author

Sorry, this entry is only available in Bahasa Indonesia.

Mahasiswa Universitas Terbuka Pokjar Malaysia Mengikuti Wisuda
Mahasiswa Universitas Terbuka Pokjar Malaysia Mengikuti Wisuda, Minggu (13/11/2016)

Kuala Lumpur-Bahagia bercampur haru, begitulah mimik yang terpancar dari raut muka para undangan dan wisudawan yang menghadiri Aula hasanuddin KBRI Kuala Lumpur, tempat berlangsungnya acara Wisuda 20 mahasiswa UT Malaysia dan Singapura, pada hari Minggu, (13/11/2016). Duta Besar Herman Prayitno dan Rektor UT, Tian Belawati dengan didampingi oleh Atase pendidikan dan kebudayaan KBRI Kuala Lumpur, Ari Purbayanto dan Kepala UPBJJ-UT, Batam Ismet Sawir menganugerahkan secara resmi gelar sarjana atas keberhasilan mereka menempu pendidikan di UT Pokjar Malaysia dan Singapura.

Prosesi sidang terbuka tidak hanya dilakukan oleh civitas akademika Universitas Terbuka, yaitu Rektor UT, Kepala UT Batam, Duta Besar RI dan Atase Pendidikan dan Kebudayaan, melainkan juga hadir Konsul Jenderal RI Johor Bahru, Home Staf KBRI dan KJRI-Johor Bahru, Kepala Sekolah Indonesia Kuala Lumpur, Pengurus UT serta perwakilan mahasiswa UT Pokjar Malaysia dan Singapura.

Menurut Koordinator Pengurus UT Malaysia yang menggagas berdirinya UT di Malaysia sejak tahun 2009 lalu, T.H Salengke, di Malaysia ada sekitar seribu mahasiswa UT yang mayoritas adalah buruh migran dari pelbagai bidang pekerjaan seperti sektor konstruksi, manufaktur, jasa, perkebunan dan pekerja domestik. T.H. Salengke menambahkan bahwa acara wisuda bagi mahasiswa UT di Malaysia adalah yang pertama kalinya diselenggarakan dan dinilai peristiwa yang sangat mulia dan bersejarah bagi buruh migran.

“Acara wisuda kali ini memiliki arti dan kesan tersendiri karena para wisudawan merupakan WNI yang juga buruh migran. Kedatangan mereka ke luar negeri tidak pernah terpikir bisa melanjutkan pendidikan dan bahkan menjadi sarjana. Belajar sambil bekerja bukanlah hal yang mudah dan ringan untuk dilakukan. Mereka harus mengatur waktu dan pintar membuat alasan supaya mendapat cuti ketika mengikuti ujian akhir semester,” tutur T.H. Salengke.

Selain apresiasi, beliau juga mengingatkan kembali akan tujuan awal dari gagasan pendirian UT di Malaysia ini, yaitu ingin agar para buruh migran apabila sudah berhasil menyelesaikan pendidikan dan menjadi sarjana, tidak kembali lagi ke Malaysia, melainkan pulang ke kampung halaman untuk membangun daerah dengan penuh percaya diri. Meskipun demikian, menurut T.H. Salengke lagi, terdapat banyak kendala yang dihadapi dalam mengurus keberlangsungan program belajar bagi para buruh migran di Malaysia, antaranya:

1. Kebanyakan lulusan SMK/SMU yang datang ke Malaysia belum sempat mengambil ijazah di sekolahnya karena keburu direkrut oleh agen tenaga kerja yang datang jemput bola ke sekolah-sekolah untuk melakukan sosialisasi kerja ke luar negeri.

2. Masih banyak manajemen perusahaan yang belum memberikan kerjasama yang baik untuk mengizinkan pekerjanya melanjutkan studi atau kuliah di UT.

3. Banyak yang belum tersentuh informasi bahwa adanya layanan pendidikan belajar online melalui program yang diselenggarakan oleh UT dan Perwakilan RI di Malaysia.

Sementara itu, salah satu wisudawan UT, Imam Basuki (41 tahun) buruh migran asal Ponorogo, mengatakan bahwa keberhasilannya dalam memperoleh gelar Sarjana Ilmu Pemerintahan ini berharap menjadi motivasi kepada teman-teman buruh migran yang lain untuk tetap semangat.

Walaupun pada dasarnya masing-masing telah memiliki peran ganda, selain menjadi kepala rumah tangga, pekerja, sekaligus pelajar yang harus juga pandai membagi waktu. Dengan memperoleh gelar sarjana, artinya akan menambah tanggung jawab, ilmu dan keahlian kita. Dengan begitu, buruh migran akan lebih kompetitif dan berdaya bersaing.

“Saya ingin memotivasi teman-teman yang bekerja dan juga belajar di UT. Dengan begini kita akan lebih kompetitif dan bermartabat,” tutup Imam Basuki.

Di sisi lain, Ridwan Wahyudi, pegiat buruh migran dari Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) mengapresiasi dan mendukung langkah pemerintah dalam hal ini kantor perwakilan RI dalam memenuhi hak pendidikan kepada warganya. Ia menyerukan agar kabar gembira ini seharusnya juga disampaikan pada saat pembekalan akhir pemberangkatan (PAP) kepada calon buruh migran. Sekaligus mengingatkan agar perekrut tidak mudah menahan atau mengabaikan dokumen pribadi milik calon buruh migran.

“Menahan dan mengabaikan dokumen pribadi milik buruh migran (ijasah, KK, KTP, Buku Nikah, red.) adalah tindakan melawan hukum. Sebaiknya agen perekrut tidak terlalu mengontrol buruh migran yang telah direkrutnya. Itu adalah pidana,” terang Ridwan.

Belum ada komentar.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.