(Bahasa Indonesia) Kemenlu Gagas Kolaborasi Media Info BMI

Author

Sorry, this entry is only available in Bahasa Indonesia.

Keterbatasan informasi bagi TKI akan senantiasa memposisikan mereka dalam situasi yang rentan, tidak mampu mengambil keputusan secara tepat, dan tidak berdaya. Informasi ibarat “jantung” dalam sistem tata kelola migrasi Tenaga Kerja Indonesia (TKI) demikian disampaikan Muhammad Irsyadul Ibad, Direktur Infest Yogyakarta dalam Lokakarya Konten Informasi Layanan TKI yang diselenggarakan Kementerian Luar Negeri, 26-28 Agustus 2016 di Yogyakarta.

Peserta dalam lokakarya ini berasal dari 3 unsur, pegiat paguyuban TKI, pegiat media komunitas, dan petugas pengelola informasi dari beberapa lembaga pemerintahan. Sesi lokakarya dibuka dengan pemaparan Setiadi, pegiat Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan UGM tentang situasi dan ragam persoalan yang dihadapi TKI purna, dari persoalan rumah tangga, pengelolaan remitansi, hingga fenomena migrasi berulang.

“Soal informasi bukan saja tentang akses informasi, namun saat informasi sudah disediakan badan publik, pertanyaan berikutnya, bagaimana pengelolaan atau proses pengemasan informasinya agar informasi dapat dipahami oleh buruh migran. Karena sampai hal yang mendasar seperti perbedaan paspor dan visa saja, masih ada buruh migran yang belum memahaminya,” ungkap Irsyadul Ibad.

Gita dari Direktorat Perlindungan WNI dan BHI Kementerian Luar Negeri (Kemlu), menyampaikan bahwa lokakarya ini merupakan bagian dari program kampanye penyadaran publik yang di Kemlu. Pelbagai upaya lain yang sudah dilakukan antara lain, penerbitan Majalah Peduli, pembuatan video animasi kampanye stop perdagangan orang, hingga perbaikan pelayanan informasi publik.

“Ragam persoalan yang dialami TKI di luar negeri berawal dari persoalan yang ada dihulu migrasi, pada saat pra penempatan, inilah mengapa kami juga melakukan kegiatan Public Awareness Campaign” ungkapnya.

Selain pemaparan materi di dalam ruangan, peserta pada hari kedua (27/8/2016) juga diajak melakukan observasi ke Komunitas TKI Korea “Purnajaya” di Desa Ngelanggeran, yang menjadi motor pengembangan Desa Wisata Gunung Purba Ngelanggeran. Hasil observasi, selain menjadi bahan belajar produksi konten informasi TKI dalam 3 bentuk media (teks, audio, video), juga menjadi bahan bagi peserta untuk mengidentifikasi ragam kebutuhan informasi BMI serta merumuskan strategi pengelolaan dan distribusi informasi ke Masyarakat.

“Saya lebih senang menyebut ini sebagai kolaborasi media buruh migran, karena masing-masing pegiat atau peserta yang hadir menyatakan komitmen mengarusutamakan informasi seputar TKI di daerah masing-masing, demikian pula Kemenlu dan badan publik lain yang hadir juga menyatakan komitmen untuk memperbaiki penyediaan dan pelayanan informasi di lembaga masing-masing.” ungkap Sinam, Ketua Jaringan Radio Komunitas Indonesia (JRKI), salah satu mentor dalam pelatihan.

Sementara Yerry, salah satu mentor pelatihan dari EngageMedia.org juga menyampaikan dalam memanfaatkan video sebagai media kampanye, para pegiat buruh migran tidak perlu terjebak persoalan teknis seperti standar kamera, aplikasi penyunting video, serta media yang akan digunakan untuk menyebar info, karena yang terpenting adalah konten yang dibuat informatif dan membantu memberi pemahaman bagi TKI, sehingga alat atau kamera yang digunakan bisa sangat sederhana menggunakan perangkat telepon atau kamera saku yang mudah diakses para pegiat BMI.

Belum ada komentar.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.