News

Kampanye Melawan Kekerasan Lewat One Billion Rising

Author

Sorry, this entry is only available in Bahasa Indonesia.

Aksi One Billion Rising di Hong Kong. Sumber Foto : Facebook Sringatin
Aksi One Billion Rising di Hong Kong. Sumber Foto : Facebook Sringatin

Jaringan Buruh Migran Indonesia (JBMI) Hong Kong memperingati kampanye melawan kekerasan terhadap perempuan melalui tarian One Billion Rising (OBR) Continuing Revolution 2016. JBMI menyerukan kepada seluruh anggotanya yang berada di Indonesia, Macau, Taiwan dan Hong Kong untuk serentak bergabung dalam pergerakan One Billion Rising (OBR) dan bersatu dengan ribuan perempuan dan laki-laki di seluruh dunia untuk menghentikan kekerasan terhadap perempuan.

Koordinator JBMI, Sringatin, menjelaskan bahwa OBR bukanlah sekedar tarian gemulai perempuan, tapi ini adalah tarian perlawanan terhadap semua bentuk kekerasan. Sejak 2012 pertama kali OBR dilaunching, setiap bulan Februari hingga 8 Maret, ribuan orang bangkit menunjukkan perlawanan atas kebebalan hukum terhadap berbagai bentuk kekerasan dan ketidakadilan yang kian merajalela. Gerakan OBR bukan hanya wadah mengekspresikan kemarahan, tapi juga menggerakkan, menyadarkan dan menyatukan semua elemen untuk bersama-sama mengakhiri kekerasan perempuan.

“Kami berharap dengan OBR akan lebih mudah mendorong perempuan untuk lebih berani, kreatif dan teguh mendobrak ketakutan dan kesadaran baru bahwa kekerasan terhadap perempuan bisa di akhiri, ” tegas Sringatin dalam orasinya.

Melalui OBR tahun ini, JBMI mengangkat kampanye akhiri praktek perdagangan orang terhadap BMI yang dilegalisasi oleh pemerintah Indonesia melalui UU No 39/2004, bekerjasama dengan PPTKIS. Sringatin menambahkan mayoritas buruh migran di luar negeri adalah perempuan yang menjadi korban kekerasan di semua aspek kehidupan. Secara ekonomi, Buruh Migran perempuan korban kemiskinan, kegagalan negara menyediakan lapangan kerja layak di dalam negeri, diekspor melalui program pengiriman TKI dan dirampas upahnya atas nama biaya penempatan.

Secara politik, sama sekali tidak pernah dilibatkan dalam pembuatan kebijakan yang menyangkut dirinya. Secara sosial dan budaya terus menerus didiskriminasi, dilecehkan dan penghinaan dihina diluar dan dalam negeri. Sebagai perempuan selalu dianggap bodoh dan diikat kepada PPTKIS. Buruh migran perempuan mengalami kekerasan sejak sebelum berangkat, selama diluar negeri dan sekembalinya ke Indonesia. Bahkan sengaja dibutakan hak-haknya sendiri, baik hak yang diatur pemerintah Indonesia dan juga yang diatur negara penempatan.

“Kami mendesak pemerintah untuk menghentikan praktek perdagangan manusia yang dialami seluruh buruh migran selama bertahun-tahun dan semakin langgeng dipraktekkan oleh PJTKI, Agen, Oknum pemerintah yang mendapatkan keuntungan berlipat-lipat dari bisnis ini dan menyelamatkan korban koreksi data yang saat ini dilakukan oleh KJRI Hong Kong melalui kewajiban E-paspor,” tutup Sringatin dalam orasinya.

Sekitar 350 orang buruh migran bersama-sama menari disamping Sogo, Causeway Bay dengan menggunakan atribut ungu. Tarian OBR yang ditarikan dengan serentak ini mampu mampu menjadi daya tarik orang-orang yang tengah lalu lalang disekitar jalan itu. Acara yang dimulai dari pukul 1 -5 sore berjalan lancar dan penuh dengan kegembiraan yang terlihat dari wajah –wajah perempuan yang menari dengan semangat dan percaya diri.

Belum ada komentar.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.