(Bahasa Indonesia) Majikan Bebas, BMI Anis Tetap Tuntut Kompensasi

Author

Sorry, this entry is only available in Bahasa Indonesia.

Kartika, Erwiana, Anis, dan Rowena. Siapa Berikutnya?
Kartika, Erwiana, Anis, dan Rowena. Siapa Berikutnya?

Hakim Pengadilan Distrik Wan Chai membebaskan Ngan Suk Wai, majikan yang melukai BMI Hong Kong, Anis Adriani dengan pisau, dari dakwaan penganiayaan yang menjeratnya. Anis, pekerja rumah tangga dari Indonesia, datang ke Hong Kong pada Februari 2014 dan bekerja pada keluarga Ngan Suk Wai selama 5 hari. Pada tanggal 24 Februari 2014 pagi hari, tiba-tiba anjing milik majikan mengonggong. Anis yang masih sangat awam mengambil sapu dan diayunkan ke arah anjing sambil mengatakan “hush hush”.

Dia berusaha mendiamkan anjing yang tidak berhenti mengonggong. Namun majikan perempuan yang sedang tidur keluar kamar dan marah kepada Anis. Anis tak paham apa yang majikan katakan. Lalu majikan menarik Anis ke dapur dan menaruh jari Anis ke atas chopping board dan mengayunkan pisau hingga melukai jari kelingking Anis. Kesaksian Dokter menegaskan bahwa Anis tidak melukai dirinya sendiri. Namun hakim menyatakan jaksa penuntut gagal membuktikan bahwa majikan perempuan yang melukai Anis dan bukti-bukti pendukung dinilai kurang kuat untuk menjebloskan majikan ke penjara. Atas dasar inilah, Ngan Suk Wai dibebaskan.

Kekalahan kasus Anis menjadi gambaran kondisi yang menyelimuti pekerja rumah tangga. Di satu sisi, PRT harus bekerja sendiri dan beristirahat di tempat yang sama (rumah majikan) yang menyebabkan banyak pelanggaran yang terjadi tidak diketahui pihak lain kecuali keluarga majikan. Disisi lain, ketika terjadi pelanggaran, PRT diharuskan untuk membuktikan sendiri bagaimana pelanggaran tersebut terjadi. Ini yang menyebabkan banyak PRT ragu untuk melaporkan dan kalaupun berhasil dilaporkan belum tentu menang.

Lebih dari itu, kasus Anis juga membuktikan buruknya sistem training yang diberikan pemerintah Indonesia kepada calon PRT migran. Mereka tidak dipahamkan tentang kondisi dan aturan Negara penempatan, serta bagaimana mengadu jika terjadi pelanggaran.

Kami dari Jaringan Buruh Migran Indoensia (JBMI) Hong Kong dan Macau sangat sedih dan kecewa dengan keputusan pengadilan. Kami percaya jika aturan-aturan pemerintah Hong Kong yang merugikan PRT migran tidak dirubah dan pemerintah Indonesia terus menyerahkan urusan buruh migran PRT kepada PPTKIS/Agen, selamanya korban-korban perbudakan seperti Anis dan Erwiana akan terus berjatuhan.

Dihubungi oleh JBMI, Anis menyampaikan dirinya sangat kecewa dan sedih dengan keputusan pengadilan. Ibu muda beranak satu ini menegaskan dirinya memutuskan untuk bekerja ke Hong Kong demi merubah ekonomi keluarga dan tidak pernah melukai dirinya sendiri.

Kini luka di jarinya tidak memungkinkan lagi bagi Anis untuk bekerja sebagai PRT. Ditambah rasa trauma dan takut masih dialaminya sampai sekarang.
Terkait tuntutan kompensasi, Mission for Migrant Workers telah mengajukannya ke Legal Aid Department dan sedang diproses. Kekalahan kasus kriminal tidak berarti Anis tidak akan mendapat kompensasi atas kerugian yang dideritanya.

Sringatin—Koordinator JBMI Hong Kong dan Macau

Belum ada komentar.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.