(Bahasa Indonesia) Tidak Ada Layanan Pembuatan KTP di Luar Negeri

Author

Sorry, this entry is only available in Bahasa Indonesia.

KTP Palsu yang Dibuat oleh Oknum di KBRI
KTP Palsu yang Dibuat oleh Oknum di KBRI

Katrina Samosir (23) pergi ke KBRI untuk mengurus surat keterangan anaknya yang bernama Christiani Oktafiana, berumur 5 bulan. Rina—nama panggilannya—berusaha mengikuti program pemutihan pekerja migran oleh Kerajaan Malaysia yang dilaksanakan 17 Juni-31 Desember 2014. Ia membawa berkas persyaratan untuk pemutihan, tetapi dinyatakan kurang lengkap oleh Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI). Ketidaklengkapan dokumen dikarenakan tidak adanya Kartu Tanda Penduduk (KTP) suami Rina yang kini berada di penjara Imigrasi karena menjadi buruh migran undocument.

Sebenarnya surat-surat yang dibawa Rina hampir semuanya lengkap (ada nama suami dan nomor paspor), tetapi masih tetap tidak diperbolehkan KBRI. Ia mencoba memohon keringanan pada KBRI karena suaminya berada di penjara, tetapi tetap tidak berhasil juga. Petugas KBRI kemudian menyuruh Rina untuk meminta dari kampung halamannya bukti-bukti seperti surat kartu keluarga suami atau identitas lainnya.

Rina kembali ke tempat tinggalnya di kawasan Semenyih, ia mencoba menghubungi keluarga suaminya. Usaha Rina tak membuahkan hasil karena keluarga suaminya yang tinggal di perkampungan tidak tau bagaimana cara mengirim surat. Ia kemudian bertanya pada teman-temannya untuk meminta saran dan bantuan. Seorang kawan Rina yang tidak mau disebutkan namanya memberitahu bahwa ia mempunyai kenalan seorang sopir taksi bernama Jefry (nama samaran) yang bisa membantu apa yang dibutuhkan Rina.

Setelah mendapat nomor telepon Jefry, Rina segera menghubungi dan menceritakan semua permasalahan yang dihadapinya. Usai mengetahui permaslahan yang dihadapi Rina, Jefry menyatakan bisa membantu karena ia mengenal orang di dalam KBRI. Selasa (16/12/2014) Rina kembali ke KBRI diantar oleh Jefry sampai KBRI. Sebelum Rina turun dari taksi untuk masuk KBRI, Jefry menelpon seseorang yang berada di dalam KBRI.
Rina kemudian disuruh untuk masuk ke dalam dan menemui seorang staf satgas, perempuan paruh baya dengan perawakan agak gemuk. Setelah bertemu satgas, Rina menyerahkan semua surat-surat yang dibawanya dan disuruh untuk membayar uang sebesar RM300 untuk pembuatan KTP. Setelah menunggu 1 jam, akhirnya KTP yang dijanjikan siap dan diberikan pada Rina.

KTP yang diberikan ternyata bukan atas nama suami Rina sebagaimana tertulis dalam surat keterangan dokter dan surat-surat lainnya. KTP tersebut atas nama orang lain bernama Harman (37) asal Flores Nusa Tenggara Timur (NTT). Mengetahui KTP yang diberikan tidak sama dengan identitas asli, Rina sedikit bimbang, tetapi ia tak punya banyak waktu lagi untuk mengurusnya. Rina pun akhirnya memberanikan diri menyodorkan surat-surat beserta KTP atas nama orang lain yang tidak dikenalnya tersebut.

Setelah semua persyaratan disodorkan, Rina berhasil mengurusnya. Meskipun demikian nama ayah anaknya yang tertulis di KBRI berbeda dari surat keterangan kedokteran dan surat keterangan kampung setempat. Dalam perjalanan pulang Jefry sekali lagi menawarkan bantuan untuk membelikan tiket pesawat. Rina menerima tawaran Jefry karena ia merasa atas bantuan dan usaha Jefry urursannya selesai. Rina lantas memberikan uang sebanyak RM700 untuk membeli tiket pesawat dari Kuala Lumpur (Klia) ke Medan (Kualanamu).

Cerita Rina tak berhenti disitu saja, Rina bernasib kurang baik karena tiket pesawat yang dibelikan oleh Jefry tak kunjung datang. Sementara itu ia juga tak mempunyai uang membayar denda program amnesti. Akhirnya dengan bantuan dari teman-temannya Rina memutuskan untuk membeli tiket sendiri seharga RM150 agar tidak kehabisan waktu membayar denda yang tinggal empat hari saja.

Senin (29/12/2014) Rina dan anaknya pergi ke Kuala Lumpur untuk membayar denda agar bisa pulang ke Indonesia melalui jalur resmi Syarikat IMAN. Ia berangkat ke Kuala Lumpur tidak lagi menggunakan taksi Jefry yang tak tidak bertanggung jawab dan tidak mau mengangkat telepon darinya. Selesai urusan pembayaran denda, pada tanggal 31 Desember 2014 Rina dan anaknya bisa pulang ke kampung halaman.

Teman-teman Rina yang bekerja sebagai buruh migran di Malaysia berusaha untuk menuntut uang kembalinya uang Rina yang berada di Jefry. Mereka menggunakan segala cara baik negosiasi atau ancaman akan melaporkan Jefry kepada pihak berwajib. Usaha teman-teman Rina membuahkan hasil. Uang Rina sebesar RM300 dikembalikan, sedangkan sisa uang sebanyak RM400 tidak dikembalikan karena sebagai biaya transportasi Rina dari Semenyih ke Kuala Lumpur.

Buruh Migran Indonesia yang berada di Malaysia perlu tahu bahwa di KBRI, KJRI atau semua Perwakilan Luar Negeri (Perwalu) tidak memberi layanan untuk membuat atau memperpanjang KTP. Jika ada petugas atau oknum KBRI, KJRI dan Perwalu yang mengaku bisa memperpanjang KTP, maka itu bohong atau menipu saja. Segera catat nama dan ambil fotonya jika kawan-kawan BMI berurusan dengan petugas atau oknum tersebut untuk dilaporkan pada pimpinan/ atasannya agar mendapat teguran sanksi.

Belum ada komentar.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.