Menjelang akhir tahun 2010 sekitar bulan September, masyarakat Indonesia dikejutkan dengan kasus penyiksaan dan pemerkosaan seorang TKI di Malaysia bernama Winfaidah, asal Lampung Timur. Kasus ini cukup menyita perhatian masyarakat dan pemerintah karena kondisi Win yang mengenaskan. Saat ditemukan oleh kepolisian Malaysia di wilayah Penang Malaysia, tubuh Winfaidah dipenuhi oleh luka bekas setrika di dada, jari telunjuk kiri yang putus akibat digunting, dan punggung yang juga terkena luka bakar karena tersiram air panas.
Kisah miris Winfaidah itu, telah membuat Pemerintah Indonesia geram. Pasalnya, pengiriman TKI ke Malaysia masih dalam masa moratorium. Hal inilah yang mengindikasikan kalau dia telah menjadi korban perdagangan manusia/ trafficking. Winfaidah sendiri berangkat ke Malaysia melalui PPTKIS PT. Hasrat Insan Nuraini pada 19 Oktober 2009.
***
Lima tahun telah berlalu. Bagaimana kabar Winfaidah saat ini? Adakah media yang tahu, apakah hak-haknya sebagai korban trafficking sudah terpenuhi? Pertanyaan ini agaknya tidak akan ditemukan di surat kabar elektronik, cetak, apalagi berita televisi manapun. Inilah yang menjadi sifat khas media masa di Indonesia, yang hanya bersikap reaktif atas sebuah peristiwa, namun tidak pernah berusaha memberitakannya secara tuntas.
Selasa (22/4/2014) pagi, pegiat buruh migran dari Pusat Sumber Daya Buruh Migran (PSDBM) telah menghubungi Winfaidah melalui sambungan telepon. Ketika dihubungi, kondisi Win, sebutan akrab Winfaidah, sudah lebih baik. Namun demikian, rasa perih akibat bekas luka bakar dan sakit persendian tulang kakinya masih sering terasa.
Win menceritakan kondisi hidupnya saat ini yang masih dalam kesulitan ekonomi. “Rumah saya saja masih dari bambu Mbak. Saya cuma ikut bantu-bantu mengurus usaha rintisan bersama dari SBMI Lampung,” cerita Win.
Saat ditanya soal hak-haknya sebagai korban trafficking, Win mengaku tidak mendapat apapun. Winfaidah seharusnya mendapat hak ganti rugi dari PPTKIS yang memberangkatkannya. “Sampai saat ini Mbak, saya sama sekali tidak dapat uang dari siapapun. Dulu waktu penyelesaian kasus, saya pernah disuruh tanda tangan di atas materai untuk dapat uang. Nyatanya sampai saat ini, saya sama sekali tak dapat apa-apa,” tutur Win.
Setelah menelesuri berkas perkara Win, ditemukanlah Surat Putusan Pengadilan Negeri Batam Nomor 217 /P ID .B / 2011 /PN .BTM. Surat putusan tersebut menyatakan bahwa Winfaidah sebagai korban trafficking berhak mendapat ganti rugi dari Kepala Cabang PT. Hasrat Insan Nuraini Batam sebesar 150 juta rupiah. Namun demikian, hingga kini haknya tersebut sama sekali belum dibayarkan. Hal ini tentu sangat memprihatinkan. Dulu, saat kasus Win masih heboh, pemerintah Indonesia mulai dari Menakertrans Muhaimin Iskandar hingga Presiden SBY, selalu sesumbar untuk mendampingi kasus Win hingga tuntas. Sayangnya, kenyataan tak selalu sesuai dengan janji manis para pemimpin Indonesia tersebut.
Win juga tidak mendapat bantuan dana sepeserpun. “Bantuan dari siapa, saya tak pernah dapat. Padahal dulu waktu masih di rumah sakit di Malaysia, saya sempat dijanjikan dikasih uang,” papar Win sambil mengingat-ingat siapa yang memberikan janji tersebut.
Usut punya usut, pihak yang berjanji memberi santunan uang kepada Win adalah Duta Besar Indonesia di Malaysia. Berdasarkan artikel yang diterbitkan oleh Republik Online (ROL) tanggal 20 September 2010 (Lihat sumber), disebutkan bahwa Dubes Indonesia untuk Malaysia saat itu, telah memberi uang sebesar 2.000 Ringgit Malaysia (5,5 juta Rupiah). “Masya Allah Mbak, uang itu sama sekali tidak saya terima. Mungkin itu uang yang dulu dijanjikan,” kata Win terkejut.
Kisah pilu dari Win ini tentu perlu mendapat perhatian. Selama ini pemerintah hanya fokus terhadap penyelesaian kasus saja, tapi tidak mengawasi pemenuhan hak-hak ganti rugi keuangan yang seharusnya diterima. Ketika ditanya soal harapan, Win hanya mengatakan kalau Pemerintah Indonesia yang dulu pernah mengurus kasusnya, agar mau membantunya kembali dalam mendapatkan hak ganti rugi yang seharusnya diterima.
Sumber:(http://www.republika.co.id/berita/breaking-news/nasional/10/09/20/135432-presiden-telepon-tki-di-penang-yang-disiksa-majikan)