News

(Bahasa Indonesia) Perjuangan Kasus Erwiana, Keadilan Bagi Semua Pekerja Migran

Author

Sorry, this entry is only available in Bahasa Indonesia.

SIARAN PERS KOMITE UNTUK ERWIANA | Hong Kong, 20 Januari 2014

Suasana aksi solidaritas untuk keadilan bagi Erwiana yang diikuti ribuan massa baik dari kalangan buruh migran, organisasi terkait, hingga warga lokal Hong Kong yang peduli pada perlindungan pekerja migran (sumber: Facebook Sring Atin)
Suasana aksi solidaritas untuk keadilan bagi Erwiana yang diikuti ribuan massa baik dari kalangan buruh migran, organisasi terkait, hingga warga lokal Hong Kong yang peduli pada perlindungan pekerja migran (sumber: Facebook Sring Atin)

“PENAHANAN MAJIKAN harus mempercepat proses keadilan bagi Erwiana. KEADILAN BAGI ERWIANA berarti juga keadilan bagi semua Pekerja Migran Rumah Tangga”

Kami menyambut gembira kesediaan pihak Kepolisian Hong Kong untuk memenuhi salah satu tuntutan kami yakni dengan segera melakukan penyelidikan kepada majikan Erwiana serta melarang yang bersangkutan meninggalkan Hong Kong.

Kami sangat berharap bahwa langkah awal bagi keadilan Erwiana melalui proses penyelidikan terhadap majikan ini dapat diupayakan sepenuhnya baik oleh pihak Kepolisian Hong Kong dan pihak pemerintah Hong Kong, dan dengan proses ini pula dapat mencegah berlangsungnya tindakan-tindakan penyiksaan terhadap kaum pekerja migran rumah tangga.

Saat ini mantan majikan Erwiana sedang dalam proses penahanan pihak kepolisian dan investigasi juga sedang diupayakan polisi Hong Kong untuk mengumpulkan bukti-bukti termasuk pernyataan dari pihak Erwiana. Kami terus menanti transparansi kepolisian HK atas kasus Erwiana sebagai wujud kepedulian terhadap seluruh komunitas pekerja migran rumah tangga di Hong Kong.

Tapi kami berharap pemerintah Hong Kong tidak beranggapan bahwa keadilan bagi Erwiana itu terselesaikan dengan menghukum majikan sebagai pelaku kekerasan/penganiyaan itu ke dalam penjara.

Harapan kami ialah pemerintah Hong Kong patut mendalami kompleksitas permasalahan yang mengakibatkan terjadinya peristiwa penganiayaan terhadap Erwiana dan pekerja migran rumah tangga lainnya di Hong Kong sebagaimana yang pernah dialami oleh Kartika dan Susi (bukan nama sebenarnya) yang juga pernah bekerja pada majikan Erwiana dan mengalami penganiyaan dari majikan tersebut.

Meskipun kami menyambut gembira tindakan penangkapan terhadap majikan Erwiana, kami tidak bisa menyembunyikan kekecewaan mendalam kami atas pernyataan sebelumnya dari sekretaris ketenagakerjaan, Matthew Cheung yang menyatakan bahwa aturan untuk wajib tinggal di rumah majikan tetap akan berlaku.

Apabila pemerintah HK memang sungguh-sungguh berniat untuk mengupayakan keadilan, maka tidakkah seharusnya pemerintah HK mengkaji lebih jauh kondisi yang menyebabkan para pekerja migran rumah tangga rentan terhadap berbagai bentuk maupun tingkat kekerasan? Tidakkah seharusnya pemerintah HK mengkaji secara cermat akar persoalan yang menempatkan pekerja migran rumah tangga itu berada didalam kontrol sistem perekrutan yang tidak adil.

Dimana sistem itu mendorong kaum pekerja migran terjebak dalam jerat hutang, sehingga membuat mereka tak berdaya ketika dianiaya majikan atau agen, hingga BMI juga tak berdaya untuk mencari keadilan secara hukum atas kekerasan dan pelanggaran yang dilakukan baik oleh pihak majikan, pihak agen perekrutan tenaga kerja dan agen keuangan?. Tidakkah seharusnya pemerintah HK mengubah peraturan perundang-undangannya di bidang ketenaga kerjaan dan hak asasi manusia berdasarkan standar internasional yakni Konvensi ILO 189 ?

Kasus Erwiana memang sangatlah serius namun Pemerintah HK tidak seharusnya memperlakukan kasus Erwiana ini terpisah dari kasus-kasus penganiayaan lainnya. Kasus Erwiana sepatutnya menjadi dasar bagi pemerintah HK untuk mengkaji lebih cermat fakta tentang segala kebijakannya yang mencegah para pekerja migran rumah tangga sebagai korban penganiayaan mendapatkan keadilan bagi dirinya.

Fakta yang terjadi justru semakin banyak korban penganiayaan baik secara fisik, verbal dan seksual yang akhirnya tidak berani dilaporkan dan disuarakan oleh pihak korban karena kekerasan itu banyak kali terjadi dalam ruang-ruang pribadi dari pihak majikan dan aturan wajib tinggal di rumah majikan itu juga tidak memungkinkan para korban untuk melaporkan kasus kekerasan yang mereka alami. Dalam sebuah kajian yang dilakukan oleh MFMW tahun yang lalu, sekitar 58 persen pekerja migran rumah tangga mengalami kekerasan verbal, 18 persen menderita penganiayaan secara fisik dan 6 persen mengalami kekerasan seksual.

Tuntutan kami sangat jelas yakni: jadikanlah aturan tinggal di rumah majikan sebagai suatu pilihan, bukan suatu yang wajib dan harus berdasarkan perjanjian yang disepakati bersama antara pihak majikan dan pekerja migran itu sendiri.

Aksi keprihatinan yang berlangsung kemarin diikuti sekitar 5000 pejalan kaki yang terdiri dari sejumlah kelompok pekerja migran dan sejumlah aktivis untuk menyerukan tuntutan kepada pihak kepolisian dan pemerintah Hong Kong.

Jika kebijkan tentang wajib tinggal di rumah majikan, aturan 2 minggu izin tinggal serta aturan-aturan lainnya yang bersifat tidak berkeadilan bagi pekerja migran di HK itu diubah, maka kaum pekerja migran rumah tangga dapat terlindungi dari penganiayaan dan segala bentuk kekerasan. Inilah bentuk keadilan sesungguhnya yang kami harapkan bagi Erwiana dan seluruh pekerja migran rumah tangga serta inilah bentuk keadilan yang kami perjuangkan selama ini.

Belum ada komentar.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.