(Bahasa Indonesia) Pemerintah Masih Abaikan Hak Informasi TKI

Author

Sorry, this entry is only available in Bahasa Indonesia.

Ilustrasi migrasi TKI
Ilustrasi migrasi TKI

Penempatan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) ke luar negeri sudah berlangsung bertahun-tahun, baik oleh swasta maupun Pemerintah. Alih-alih solusi mengatasi pengangguran, setiap tahun permasalahan TKI terus mewarnai berita media massa nasional maupun daerah. Selain sistem perlindungan yang lemah, peranan swasta yang terlampau dominan, keterbatasan informasi turut menempatkan buruh migran sebagai kelompok tidak berdaya dan rentan permasalahan.

Keberadaan Undang-undang No.14 Tahun 2008 Tentang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP) memberi harapan baru mewujudkan hak informasi TKI. Pusat Sumber Daya Buruh Migran (PSD-BM) bersama Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) di Malang, Wonosobo, dan Indramayu, LAKPESDAM NU Cilacap, Infest Yogyakarta, Paguyuban Buruh Migran dan Perempuan Seruni Banyumas, Serikat Paguyuban Petani Qoryah Thoyyibah (SPPQT) Salatiga, LBH Yogyakarta, dan Jingga Media Cirebon, sejak 26 Januari 2013 telah merancang gerakan permintaan informasi publik.

Gerakan serupa juga dikembangkan organisasi TKI di Hong Kong seperti Asosiasi Tenaga Kerja Indonesia (ATKI), Indonesian Migrant Workers Union (IMWU), Persatuan BMI Tolak Overcharging (PILAR), dan Liga Pekerja Migran Indonesia (LIPMI). Pegiat organisasi TKI di Indonesia dan Hong Kong melihat hak informasi bagi TKI dan keluarganya tidak kunjung dihadirkan oleh pemerintah.

Contoh sederhana, banyak calon TKI tidak mengetahui berapa biaya penempatan yang harus mereka bayar?, apa saja komponennya?, jika terdaftar di asuransi TKI, bagaimana mengurus klaimnya?. Sederet pertanyaan muncul karena TKI tidak memiliki akses informasi yang cukup seputar tata laksana penempatan dan perlindungan. Entah sengaja atau tidak, fakta menunjukkan informasi yang seharusnya disajikan pemerintah, sangat sulit diakses TKI dan keluarganya.

Pada konteks penempatan TKI oleh Pelaksana Penempatan Tenaga Kerja Indonesia Swasta (PPTKIS) misalnya, data PPTKIS yang dirilis Direktorat Jenderal Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja (Dirjen Binapenta) Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Kemenakertrans) hanya data PPTKIS tahun 2010, padahal sekarang sudah 2013. Keberadaan data PPTKIS sangat dibutuhkan calon, keluarga, dan organisasi TKI untuk melihat mana PPTKIS yang memiliki izin, mana yang dicabut izinnya, mana yang masuk daftar hitam, dan mana yang miliki kinerja baik.

Jejaring organisasi TKI di Indonesia dan Hong Kong telah memetakan apa saja kebutuhan informasi yang akan diminta dan badan publik mana saja yang akan diminta informasi. Sebanyak 150 jenis permintaan informasi telah disiapkan untuk dikirim ke Kemenakertrans, BNP2TKI, Kementerian Luar Negeri, Dirjen Imigrasi, Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) Hong Kong, dan beberapa badan publik lain terkait pelayanan TKI.

“Melalui mekanisme UU KIP, Kami sudah mengirim beberapa surat ke Kemenakertrans untuk meminta data pengawasan PPTKIS, mana saja PPTKIS yang bermasalah dan mana yang sudah mendapat sanksi pencabutan SIUP, namun sayang, sejak surat pertama dikirim pada 20 Februari 2013, Kemenakertrans tidak kunjung bersikap terbuka dan memberi informasi yang menjadi hak kami,” tutur Anwar Ma’arif, Sekjen Dewan Pimpinan Nasional SBMI di Jakarta.

Kendala serupa juga dialami 11 TKI Hong Kong yang meminta informasi ke KJRI Hong Kong terkait prosedur perlindungan dan layanan bagi TKI. Hingga satu bulan lebih, permintaan informasi tidak kunjung ditanggapi KJRI Hong Kong. Selain Kemenakertrans dan KJRI Hong Kong, Dirjen Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM juga tidak kunjung memberi jawaban terkait pertanyaan prosedur cekal bagi TKI yang tidak memiliki Kartu Tenaga Kerja Indonesia Luar Negeri (KTKLN). Informasi seputar KTKLN muncul karena marak tindak pencegahan dan pembatalan sepihak terhadap penerbangan TKI tanpa KTKLN di terminal 2 Bandara Soekarno-Hatta.

Selain mendesak hak-hak informasi TKI, kegiatan permintaan informasi adalah penegasan bahwa ada UU KIP atau tidak, Pemerintah harus menjamin hak informasi bagi TKI dan keluarga. Jejaring organisasi TKI di Indonesia dan Hong Kong hingga akhir 2013 akan melakukan riset guna melihat sejauh mana pemerintah bertanggungjawab atas hak informasi bagi TKI dan keluarga.

Satu komentar untuk “(Bahasa Indonesia) Pemerintah Masih Abaikan Hak Informasi TKI

  1. dasare presidene mata duitan, dadie gah ra dueni tggung jwb, cman cg di fkrane duit tok, ra mikiri rakyate.
    penjualan tki tetep, tp laka tanggung jwbe.
    SBY /JUMHUR asu(anjing menggonggong)
    kdu d basmi kie.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.