(Bahasa Indonesia) Strategi Arusutamakan Pengawasan Pembahasan RUU PPILN

Author

Sorry, this entry is only available in Bahasa Indonesia.

Panitia khusus (Pansus) Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) telah memulai pembahasan rancangan Undang-undang (RUU) Perlindungan Pekerja Indonesia di Luar Negeri (PPILN) telah dimulai (20/02/2012).   Pertemuan pertama yang berdurasi 30 menit tersebut menghasilkan keputusan penyusunan panitia kerja (Panja) RUU PPILN yang merupakan perwakilan dari fraksi-fraksi yang ada di DPR. Pihak pemerintah, telah secara resmi mengajukan rancangan (draft) Undang-undang yang akan dijadikan rujukan pembahasan.

Proses pembahasan RUU PPILN, secara prinsipil, akan menentukan kebijakan perlindungan dan penempatan buruh migran Indonesia (BMI). Revisi atas Undang-undang nomor 39 tahun 2004 ini, jika disahkan, akan mengikat pelaksanaan penempatan dan perlindungan buruh migran. Ironinya, proses pembahasan Undang-undang ini tidak banyak melibatkan kelompok buruh migran dalam pembahasannya.

Sidang pembahasan RUU PPILN memperbincangkan subjek hukum yang tidak berada di dalam negeri: BMI. Implikasinya, kelompok buruh migran tidak serta merta dapat secara mudah mengawasi proses penyusunan undang-undang ini. Di lain sisi, media arus utama masih menempatkan pembahasan RUU ini bukan sebagai isu penting yang menjanjikan. Akibatnya, masyarakat kehilangan akses pengawasan penyusunan kebijakan yang menentukan perlindungan BMI ini.

Penelusuran Pusat Sumber Daya Buruh Migran melalui mesin pencari di internet (27/02/2013), menunjukkan bahwa pembahasan RUU ini belum menjadi fokus perbincangan media arus utama (niaga), baik televisi, cetak, maupun media daring (dalam jaringan/online). Analisa menggunakan kata kunci RUU PPILN, PTKLN, dan RUU TKI menunjukkan minimnya pembicaraan media arus utama yang menyoroti pembahasan RUU yang menyangkut jutaan BMI di luar negeri. Sedikitnya pemberitaan yang memuat proses penyusunan UU oleh DPR ini memperkecil kesempatan warga masyarakat turut terlibat dan mengawasi pemerintah dan politisi DPR. 

Analisa banyaknya jumlah perbincangan mengenai pembahasan RUU PPILN pun masih jauh dari memuaskan. Mengacu pada jumlah BMI yang cukup banyak, respon terhadap RUU ini masih tergolong kecil. Perbincangan di dalam negeri pun masih tergolong sangat sedikit. Perbicangan tentang RUU ini tidak mencapai angkai 100 pada saat pada saat DPR melakukan pembahasan. 

Sebaran perbicangan pun tidak menjangkau negara-negara yang menjadi negara penempatan TKI terbanyak, seperti Malaysia, Singapura, Arab Saudi, Hongkong, Taiwan dan Abu Dhabi. Data peta sebaran, jumlah keterlibatan dan pengemasan informasi tentang RUU PPILN menunjukkan lemahnya strategi media yang perlu digunakan untuk mengawasi dan mendesak DPR menghasilkan keputusan yang berpihak kepada BMI. Situasi ini, bagaimana pun, menjadikan DPR sebagai subjek merdeka yang tidak terpantau oleh masyarakat.

Upaya medorong keputusan dalam bentuk UU yang berpihak kepada BMI membutuhkan pengawinan starategi. Upaya lobi dan diskusi menjadi hal penting dalam sosialisasi dan memengaruhi politisi DPR dalam penyusunan UU. Di lain sisi, media masih memegang peran penting untuk memengaruhi opini publik agar dapat terlibat dalam pengawasan pembahasan RUU ini. Media, selain itu, memainkan peran pengawasan terhadap proses pembahasan yang dilakukan oleh DPR.

Tulisan ini terfokus pada strategi media sebagai bagian dari keseluruhan proses advokasi kebijakan ini. Sebagai sebuah strategi, kampanye media perlu ditempatkan dengan logika  media itu sendiri. Keterukuran menjadi faktor penting dalam sosialisasi melalui media ini. Pelbagai pihak perlu diajak turut serta dalam proses ini, seperti organisasi masyarakat sipil, organisasi buruh migran dan elemen masyarakat luas lainnya. Strategi yang dirangkum dalam tulisan ini mencakup strategi pengelolaan media mandiri dan pemanfaatan sosial media yang dapat dimaksimalkan dalam pemantauan pembahasan dan membangun opini publik.

Pertama, membangun catatan pengetahuan dan opini yang bisa dibaca secara luas oleh publik. Strategi ini menjadi menjadi pilihan penting saat media arus utama bisu dalam menyuarakan persoalan BMI. Media organisasi, individu, media pewartaan warga populer, seperti kompasiana bisa dimanfaatkan secara efektif. Analisa, opini, berita dan kajian dapat disusun dan disebarluaskan melalui media-media tersebut. Penyusunan catatan pengetahuan tersebut perlu didukung oleh data-data penting. Karena itu, peran organisasi yang memiliki data menjadi cukup signifikan. Organisasi perlu secara terbuka membagikan dokumen-dokumen penting tersebut kepada publik agar dapat menjadi sumber acuan. Pelbagai informasi terkait RUU PPILN dapat diakses di sini.

Kedua,   perbanyak kemungkinan keteraksesan masyarakat atas dokumen yang telah dibuat.  Pada media online, pemanfaatan kata kunci (keyword) menjadi aspek yang penting diperhatikan. Aspek-aspek tersebut menjadikan untuk mempermudah mesin pencari mengarahkan pembaca pada dokumen-dokumen pengetahuan yang telah disajikan. Beberapa aspek yang dapat dilakukan untuk dalam proses tersebut, antara lain:

  1. Menentukan kata kunci yang secara konsisten dilakukan, seperti RUU PPILN, RUU KTKLN, dan buruh migran. Penggunaan kata kunci secara konsisten mempermudah proses penemuan dokumen pengetahuan tersebut.
  2. Sebarkan tautan (link) yang telah disajikan melalui jejaring sosial media, seperti facebook dan twitter. Penyebaran ini akan memperluas keterbacaan dokumen yang disajikan dalam website.

Ketiga, perbanyak perbicangan mengenai topik yang disasar melalui sosial media, seperti twitter dan Facebook yang banyak digunakan. Secara rinci dapat diperhatikan penjelasan rinci berikut ini:

  1. Twitter, gunakan tanda pagar (tagar/ hastag)  secara konsisten untuk mempermudah temu kembali pelbagai ocehan melalui sosial media ini. Pada konteks RUU PPILN, tagar    #RUUPPILN dan #RUUTKI dapat digunakan secara kolektif dan bersamaan. Pemanfaatan secara seragam ini dapat digunakan pula untuk memetakan perkembangan isu pada media sosial. Guna membantu proses penyebarluasan, ada dapat menyebut (mention) akun-akun penting yang terkait dengan isu terkait agar dapat disebarluaskan. Secara sistematis, dapat pula secara terbuka menyebutkan akun anggota DPR yang terlibat dalam pembahasan dan memiliki akun sosial media. 
  2. Facebook, sebarkan tautan (link) secara terencana. Kumpulkan dokumen yang akan disebarkan dan pilihlah kelompok sasaran yang hendak di sasar melalui facebook. Upaya menemukan grup facebook yang spesifik dapat digunakan untuk menyebarluaskan informasi secara lebih luas. 
  3. Youtube, buatlah video singkat berdurasi 5-10 menit yang menyuarakan usulan, persoalan dan harapan yang perlu diperhatikan oleh anggota DPR. Melalui dokumentasi seperti ini, pelbagai masukan dari masyarakat dapat dimunculkan ke ranah publik. Youtube dapat digunakan sebagai alat kerja sebarluas dokumen video tersebut. Rangkuman pelbagai video dapat dilihat di http;//sorotan.buruhmigran.or.id
  4. Buatlah mekanisme menjawab atau mendikusikan pelbagai konten yang disebarkan melalui kedua sosial media tersebut secara berkala.  Pelbagai pernyataan di sosial media terkadang butuh ditanggapi atau dijelaskan secara lebih terperinci. Semakin banyak yang terlibat menunjukkan semakin luasnya keterlibatan publik dalam pengawasan proses pembahasan RUU tersebut. 
  5. Pertukarkan konten dengan media arus utama, seperti Kompas, Media Indonesia, Metro TV. Terkadang, media arus utama membutuhkan asupan informasi yang memadai. Pemahaman atas isi pesan juga menjadi sebab lain perlunya para pegiat buruh migran untuk memberikan penjelasan yang memadai kepada pengepul informasi dari media arus utama. 

Keempat, pembaruan berkala isu. Perkembangan tentang pembahasan UU terkadang terjadi secara cepat. Pendokumentasian setiap proses yang berlangsung dapat membantu pemantauan oleh masyarakat. Pembaruan konten ini juga membantu masyarakat mengetahui pelbagai perkembangan terbaru dari isu yang difokuskan.

Kelima, perbanyak keterlibatan masyarakat dalam pengarusutamaan ini. keterlibatan terbatas akan menunjukkan bahwa publik secara luas tidak memiliki ketertarikan atas isu tersebut. Sebaliknya, peran dan keterlibatan masyarakat menjadi kunci lain. Jika buruh migran Indonesia berjumlah 4 juta orang, dan sepersepuluhnya terlibat dalam pengelolaan informasi ini, baik dengan penyusunan konten maupun bersuara melalui sosial media, maka pemerintah dan politisi DPR akan merasa diawasi oleh publik secara luas. Bagi masyarakat lain, keterlibatan ini akan mencuri fokus untuk mengarahkan opini.

Keenam, pantau dan segera bersuara. Melalui live.buruhmigran.or.id, proses persidangan di DPR disajikan secara langsung. Hal ini memungkikan kontrol langsung masyarakat terhadap proses politik yag terjadi di DPR. Fasilitas yang dikembangkan oleh Pusat Sumber Daya Buruh Migran ini juga dilengkapi oleh dukungan sosial media yang memungkinkan setiap orang secara cepat berkomentar dan menyampaikan pendapat. Dokumentasi pelbagai pendapat tersebut dapat disusun kembali menjadi dokumentasi pengetahuan yang disebarluaskan ke publik dan disampaikan kepada politisi DPR dan pemerintah.  

Pelbagai strategi media tersebut, sekali lagi, adalah bagian tidak terpisahkan dari strategi lainnya yang perlu ditempuh dalam advokasi RUU PPILN. Keterlibatan banyak pihak perlu digali. Kerja-kerja kolaboratif  menjadi hal penting untuk menuju pada tujuan pokok bersama, yaitu perlindungan BMI. 

Satu komentar untuk “(Bahasa Indonesia) Strategi Arusutamakan Pengawasan Pembahasan RUU PPILN

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.