Tanggal 15 September 2012 saya pulang ke Indonesia dengan pesawat Garuda Indonesia Airlines. Penerbangan dari Hong Kong pukul 9 pagi dan transit di Jakarta pukul 1 siang waktu Indonesia.
Seperti biasa, para Buruh Migran Indonesia (BMI) yang tiba di tanah air pasti akan didata terlebih dahulu oleh Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) di bandara. Ada konter kusus untuk pendataan ini. Bukan hanya di Bandara Soekarno-Hatta, di Juanda Surabaya pun juga ada konter pendataan kepulangan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) dari luar negeri.
Antrian sangat panjang namun petugasnya hanya dua orang, satu laki-laki dan satu perempuan. Yang membuat saya merasa aneh adalah dalam pendataan ini mereka masih memakai Komputer yang terbilang sangat jadul, Komputer pun hanya satu, dipakai oleh petugas yang perempuan. Sedangkan petugas laki-laki menulis dengan tangan di kertas folio putih.
“Kalau begini kapan selesainya?, ngetiknya pun lambat banget.” gerutu mbak yang di depan saya. Saya hanya mengamati saja.
Tak lama tiba giliran saya. Saya didata oleh petugas yang perempuan. Saya serahkan paspor dan kontrak kerja saya. Lalu dia bertanya asal saya dari mana, PT mana, di Hong Kong sudah berapa lama, pulang terus atau hanya cuti. Saat saya ditanya, ada KTKLN, mbak. “Bisa dicek biodata dari sana.”, petugas tadi menjawab, “tidak perlu, mbak.”
Duh, lalu apa fungsinya KTKLN? Seharusnya cukup dengan menunjukkan KTKLN semua data BMI ada di sana, berasal dari PT mana sampai nama majikan dan tempat tinggal pun ada, terinput di dalamnya.
Sampai saat ini saya sendiri masih tidak mengerti, sama sekali tidak paham dengan fungsi KTKLN. Kenapa setiap TKI yang pulang ke tanah air, pendataannya masih menggunakan paspor dan wawancara langsung?. Kenapa tidak dengan menujukkan KTKLN saja, bagi yang sudah punya. Pun juga dengan asuransi yang ada dalam KTKLN. Apa mungkin bisa benar-benar menjamin BMI dan bisa diuangkan saat BMI terkena masalah baik di luar negeri atau di Indonesia?
Saat kembali ke negara tujuan, BMI yang sudah memiliki KTKLN pun masih pontang-panting untuk urusan validasi KTKLN. Kenapa tidak divalidasi sekalian saat dibuat? Kenapa masih harus membuang waktu dan juga konter serta petugas yang harus disediakan oleh BNP2TKI untuk urusan ini?
Sepertinya memang BMI sengaja dibodohi. BMI terus dijadikan bahan komoditi paling empuk karena selalu dianggap BMI adalah orang-orang bodoh dengan pendidikan rendah, gampang di suruh begini dan begitu.
Sampai kapan?
Betul sekali.
Sepertinya KTKLN ini dipakai sebagai pungutan liar yg dijadikan resmi. Jika tidak ada fungsi dan gunanya lebih baik dibubarkan, karena image mayarakat selama ini tidak ada bantuan apapun yang nyta diberikan oleh pihak KTKLN , bahkan hanga membuat hidup semakin sulit.
Apakah asuransi yg dipakai KTKLN benar melindungi dan memberikan ganti rugi terhadap TKI yg mendapat problem di negara lain?
Jika iya, mana buktinya?
Apakah KTKLN dapat mengganti setiap kerugian tiket pesawat yang serinterjadi karena TKI gagal berangkat karena proses KTKLN yg tidak jelas
Beberapa website menyatakan bahwa jumlah TKI di luar negeri mencapai 4 – 5 juta orang. Kalau mereka semua disuruh buat KTKLN dengan dalih “Gratis” tetapi harus membayar asuransi sebesar Rp.400ribu, dimana waktu saya tanya ke pihak BNP2TKI sendiri apakah nama asuransi yang dipakai? Mereka sendiri bingung menjawabnya, dan tiba tiba jadi ngalor ngidul??
Lha perusahaan Asuransinya tidak jelas, bukti bukti yang memang berguna bagi TKI yg mendapatkan masalah di luar negeri dari asuransi ‘fiktif’ ini juga tidak ada, terus uangnya sebenarnya “MASUK” kemana???
Coba saja dikalikan jumlah rata rata TKI yang 4 – 5 juta orang dikalikan 400ribu, kira kira 1.6 – 1.2 Trilliun rupiah???!!!!, Ini korupsi besar yang sungguh memalukan!!!!
Mencari peruntungan di atas penderitaan buruh / TKI dengan dalih membantu TKI???
Bubarkan KTKLN maupun BNP2TKI jika memang tidak ada manfaatnya, apalagi hanya mempersulit keadaan. Harusnya mereka yang membayar ganti rugi segala kerugian, tiket pesawat yang batal, tax yang harus dibayar pada saat check-in, waktu yang terbuang untuk mengunjungi kantor pembuatan KTKLN, dll-nya.
Kiranya Tuhan yang menjadi saksi dan memberikan balasan yang setimpal terhadap para “Pejabat KTKLN” yang berdalih membantu tetapi nyatanya menambah sengsara TKI.