Bekerja 2,5 Tahun di Malaysia, PMI Pulang Tidak Bawa Ringgit

Author

Ilustrasi. Dua orang Caddy sedang menumpang Buggy (Sumber: Amazing.com)

Ahmad (bukan nama sebenarnya), warga Desa Pandanarum Kecamatan Sutojayan Kabupaten Blitar, pekerja migran yang tengah tertimpa masalah. Ahmad bekerja sebagai Caddy Golf atau bisa juga disebut sebagai asisten para pemain golf. Selama 3,5 tahun, pekerja migran ini pulang sama sekali tidak mendapatkan haknya.

Berdasarkan penuturannya pada Jumat (22/6/2018) kepada redaksi buruh migran, keberangkatan Ahmad ke Malaysia berawal dari ajakan tetangganya. Ahmad meyakini ajakan itu karena tetangganya juga pernah bekerja di Malaysia sebelumnya. Selama di Malaysia, tetangga Ahmad tidak ada masalah sama sekali, termasuk masalah gaji. Dengan berbagai cerita manis yang disampaikan oleh tetangganya, akhirnya Ahmad bersepakat untuk berangkat ke Malaysia.

Proses Perekrutan Tak Sesuai Prosedur

Keberangkatan Ahmad memang tidak menggunakan Perusahaan Penempatan Tenaga Kerja Indonesia Swasta (PPTKIS) yang kini disebut dengan istilah Perusahaan Penempatan Pekerja Migran Indonesia atau P3MI. Ahmad berangkat atas rekomendasi dan jaringan yang dimiliki oleh tetangganya. Keberangkatan Ahmad telah diatur sangat rapi oleh mereka. Menurutnya, mulai dari rumah sampai di tujuan kerja (Malaysia), sudah ada orang-orang yang mengurusi. Hal itu mulai dari Juanda dan seterusnya, ia harus menemui siapa dan apa tugasnya.

Perjalanan Ahmad menuju Malaysia terbilang tanpa kendala. Termasuk ketika sampai di Bandara Batam, di sana sudah ada orang yang ditemui dan siap mengantarnya ke Pelabuhan Internasional Batam. Sesampai di Johor Bahru, Malaysia dan perjalanan menuju kantor kerja juga sudah ada orang yang mengatur. Perjalanan Ahmad menuju tempat kerja terbilang sangat lancar, tidak ada kendala sama sekali, walaupun tidak diberangkatkan oleh P3MI.

Ahmad bekerja di sebuah perusahaan bernama Golfmate, Sdn. Bhd. yang memberikan jasa caddy yang beralamatkan di L046 Blok O Jl. PJU IA/3 Taipan 2 Ara Damansara, Petaling Jaya, Selangor, Malaysia 4630. Sesampai di lokasi kerja, Ahmad langsung menghadap admin perusahaan. Setelah berhadapan dengan admin, Ahmad langsung disuguhi kontrak kerja. Tertera dalam kontrak, Ahmad dikontrak selama 2 tahun sebagai pencuci buggy. Buggy adalah sebuah istilah yang dipakai untuk menyebut kendaraan berupa mobil kecil yang berfungsi membawa pemain dan peralatannya serta caddy di lapangan. Ahmad menandatangani dua berkas kontrak di depan petugas administrasi (admin), namun pihak pertama belum menandatangani kontrak kerja. Kontrak kerja tersebut ditinggal di admin dan Ahmad tidak membawa salinannya.

Penahanan Dokumen

Setelah menandatangani kontrak, paspor Ahmad diminta oleh admin. Admin kantor beralasan bahwa semua pekerja di perusahaan tersebut, paspor selalu diamankan oleh “bos”. Paspor akan digunakan sebagai syarat pembuatan permit kerja yang akan dibuat paling lambat 3 bulan setelah kontrak. Namun menurut pengakuan Ahmad, sampai sekarang permit itu tidak pernah ada. Belakangan Ahmad baru mengetahui bahwa ternyata semua pekerja di perusahaan ini tidak pernah memiliki permit kerja.

Menurut Ahmad, di Golfmate, Sdn. Bhd. ini untuk laki-laki biasanya memang pada tahap awal tidak dikontrak sebagai caddy, namun sebagai tukang cuci buggy atau potong rumput. Sedangkan perempuan, biasanya langsung kontrak sebagai caddy.

Secara lisan, admin kantor menyampaikan pada Ahmad bahwa kerja cuci buggy akan dilakukan selama 3 bulan saja. Setelah itu, Ahmad akan dipekerjakan sebagai caddy. Faktanya berbeda, Ahmad dipekerjakan cuci buggy selama 11 bulan. Pada saat melewati 3 bulan, Ahmad sempat bertanya kapan mulai menjadi caddy, tapi pihak perusahaan belum mengijinkan. Alasan yang diberikan perusahaan adalah menunggu pekerja lainnya yang akan menggantikan sebagai cuci buggy.

Setelah ada pekerja lain, maka Ahmad akan dipindahkan menjadi caddy. Baru di bulan ke 11 Ahmad dipekerjakan sebagai caddy. Selama perpindahan dari cuci buggy menjadi caddy, Ahmad tidak lagi menandatangani kontrak baru. Jadi tidak ada penandatanganan kontrak lagi untuk kerja sebagai caddy. Selama bekerja menjadi pencuci buggy, gaji Ahmad dibayarkan secara lancar. Namun gaji yang diterima adalah gaji pegawai potong rumput.

Menjadi caddy di Golfmate, Sdn. Bhd. memang berbeda dengan di tempat lain. Gaji caddy tidak diberikan bulanan seperti halnya bekerja di tempat yang lain. Alasan dari perusahaan adalah agar uang bisa terkumpul dan baru akan diberikan pada akhir kontrak menjelang kepulangan pekerja. Maka dengan demikian, gaji ditangguhkan dan menjadi tabungan para pekerja. Begitu alasan perusahaan sebagaimana diceritakan caddy.

Pemberian Gaji Tidak Sesuai Kontrak

Selama 31 bulan menjadi caddy, Ahmad tidak mendapatkan gaji. Dia hanya mengandalkan tips atau bayaran sukarela yang diberikan oleh pemakai jasanya untuk bertahan hidup selama di Malaysia. Kadang ia dapat tips, kadang malah tidak sama sekali. Jika tidak mendapatkan tips dari pengguna jasanya, maka Ahmad ikut sekalian pada teman lainnya untuk urusan makan. Menurut Ahmad, nasibnya ini juga dialami sekitar kurang lebih 200 orang yang menjadi caddy di perusahaan ini.

Seharusnya setiap bulan, caddy mendapatkan gaji sebesar 900 ringgit dipotong dengan biaya air, listrik penginapan dan lain-lain sebesar 50 Ringgit. Jadi gaji yang seharusnya diterima adalah sebesar 850 ringgit. Namun gaji itu sampai hari ini tidak pernah diterima oleh Ahmad.

Tepat pada saat kontrak berakhir, Ahmad sempat menanyakan pada kantor perusahaan. Kapan Ahmad dijadwalkan kepulangannya. Namun pihak kantor mengatakan bahwa masih menunggu urutan. Rupanya banyak orang yang sudah habis kontrak, namun belum dipulangkan. Hal ini tentu berbeda dengan alasan kantor yang sebelumnya bahwa uang akan diberikan saat menjelang pulang. Nyatanya sampai Ahmad pulang, uang gaji itu tidak pernah dibayarkan. Padahal menurut pengakuan Ahmad, bisnis Steven (Bos Golfmate, Sdn. Bhd.) ini banyak sekali. Ahmad menduga bahwa penundaan semua gaji pekerja diinvestasikan ke bisnis lainnya.

Setelah Ahmad bertanya tentang haknya ke kantor, ternyata Ahmad berada pada antrian ke 71 untuk daftar yang akan dipulangkan. Ternyata, banyak orang yang belum dibayarkan gajinya dan belum dipulangkan ke Indonesia. Setelah mengkonfirmasi lagi ke kantor untuk menanyakan kedua kalinya, Ahmad dijanjikan akan dipulangkan dan diberikan gaji penuh pada pada Maret 2018. Padahal pada bulan Maret, Ahmad sudah jauh melebihi kontrak yang disepakati bersama.

KBRI Tidak Peduli

Atas kasus yang menimpanya, Ahmad juga sudah berupaya melaporkan kasusnya pada KBRI Kuala Lumpur. Namun pihak KBRI peduli, bahkan pihak KBRI sudah mengetahui bahwa perusahaan tersebut bermasalah. KBRI tidak mau menangani kasus-kasus yang sifatnya hanya personal seperti ini. KBRI akan menangani bila semua karyawan dalam perusahaan tersebut bersedia melaporkan dan mau keluar dari perusahaan tersebut. Untuk selanjutnya KBRI bisa merekomendasikan untuk menutup perusahaan tersebut dan memulangkan semua karyawannya.

Kasus yang berbeda terjadi pada istri Ahmad. Istri Ahmad sudah melaporkan ke KBRI pada saat kontrak berlangsung 1,5 tahun. Setengah tahun sebelum kontrak habis, istri Ahmad sudah melaporkan kepada KBRI. Berdasarkan laporan tersebut, pihak kantor memberikan gaji penuh kepada istrinya. Sementara Ahmad pulang sama sekali tidak mendapatkan gaji.

Istri Ahmad adalah orang terakhir yang bekerja di perusahaan tersebut yang penanganannya diselesaikan oleh KBRI. Ahmad pulang dengan menyerahkan diri pada pihak pemerintahan Malaysia, membayar denda dan membeli tiket. Kesemuanya dibayar secara mandiri asalkan dia bisa pulang ke Indonesia. Kepulangan Ahmad dibayar menggunakan gaji istrinya yang kebetulan juga bekerja di perusahaan tersebut.

Sebelum pulang, Ahmad meminta paspor dan slip gaji kepada perusahaan dengan berbagai upaya paspor itu diberikan namun tidak langsung diberikan oleh pihak kantor. Paspor dan slip gaji diberikan dengan cara dititipkan kepada kawannya Ahmad. Namun sayangnya slip gaji itu tidak ditandatangani kedua belah pihak.

Kini Ahmad sedang berupaya untuk mencari bantuan ke pelbagai pihak guna menyelesaikan kasusnya dan kawan-kawannya yang sampai sekarang belum mendapatkan haknya. Ahmad pulang ke Indonesia tanpa membawa seringgit pun dari kerjanya selama 2,5 tahun di Golfmate, Sdn. Bhd. tempat ia bekerja.

Tulisan ini ditandai dengan: kerja di malaysia tak dapat gaji pekerja caddy golf 

Satu komentar untuk “Bekerja 2,5 Tahun di Malaysia, PMI Pulang Tidak Bawa Ringgit

  1. Iya, KBRI masa mau menolong dengan bersyarat….

    KBRI mengajak seluruh TKI untuk ke KBRI, lalu tutup perusahaan.

    Karyawan kan pada takut.

    KBRI seharusnya menjadi penyelamat, pelindung, dan pembela!

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.