Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) menggelar rapat koordinasi lintas sektor pada Kamis (24/10/2013) di Kantor BP3TKI Yogyakarta. Pertemuan digelar untuk sosialisasikan kebijakan Kartu Tenaga Kerja Luar Negeri (KTKLN) dengan pelbagai unsur terkait, dari Imigrasi, Kepolisian, PPTKIS, perwakilan BP3TKI dari beberapa daerah, hingga Organisasi Masyarakat Sipil.
Pertemuan yang dihadiri Direktur Penyiapan dan Pembekalan Pemberangkatan Deputi Bidang Penempatan BNP2TKI Arifin Purba juga mengundang Abdul Rahim Sitorus, inisiator gerakan “Hapus KTKLN” untuk memberi penjelasan atas kritik yang kerap disampaikannya terkait kebijakan KTKLN. Penolakan yang dilakukan banyak organisasi buruh migran di dalam dan luar negeri bukan sebuah upaya melawan hukum.
“Selama ini, advokasi yang kami lakukan menggunakan jalur hukum termasuk melaporkan pelanggaran pelaksanaan dan pelayanan KTKLN ke Ombudsman dan menyusun agenda untuk menguji pasal soal KTKLN di Mahkamah Konstitusi. BNP2TKI harus membedakan antara kebutuhan data TKI dengan KTKLN sebagai sebuah kartu yang tidak dibutuhkan TKI,” papar Abdul Rahim Sitorus, menepis anggapan beberapa pejabat publik BNP2TKI, bahwa gerakan penolakan KTKLN justru melawan ketentuan UU 39/2004 yang mewajibkan KTKLN.
Pada pertemuan tersebut, Hendri Hakim dari Asosiasi PPTKIS juga mengeluhkan soal sistem KTKLN. Hendri mengatakan PPTKIS mengalami kesulitan saat melakukan pelimpahan ID ketika seorang Tenaga Kerja Indonesia (TKI) pindah atau berganti PPTKIS.
“Yang bisa melihat data di SISKOTKLN hanya BNP2TKI, Kemenakertrans dan Kami (PPTKIS), jangankan keluarga, TKI yang jadi pemilik KTKLN saja tidak bakal bisa lihat data mereka sendiri,” papar Hendri Hakim.
PSD-BM dan jejaring advokasi kebijakan KTKLN mencatat ada 98 kasus yang dilaporkan TKI terkait pelayanan KTKLN. Kasus terbesar adalah TKI gagal terbang atau ditolak sepihak oleh Imigrasi di berbagai bandara di Indonesia, lalu ada juga kasus pemerasan, pungutan liar, hingga pemaksaan membeli asuransi bagi TKI cuti.
“Tidak ada yang menyalahkan jika BNP2TKI meyakini bahwa KTKLN adalah amanat undang-undang dan mereka akan terus melaksanakan kebijakan KTKLN selama kebijakan belum dicabut, namun Kami mohon BNP2TKI juga sadar akan kewenangannya, bahwa BNP2TKI bukan lembaga publik yang bisa dan berwenang menjatuhkan sanksi bagi TKI tanpa KTKLN, jadi BNP2TKI jangan lagi menakut-nakuti dan mengintimidasi TKI soal KTKLN seperti banyak info sesat yang pernah mereka sebar soal sanksi bagi TKI Tanpa KTKLN,” pungkas Fathulloh.
Fakta Nota Dinas Imigrasi Soekarno Hatta No.W7.Fd.UM.01.01.3033 yang memerintahkan penolakan keberangkatan TKI tanpa KTKLN (yang didasarkan atas koordinasi Imigrasi dengan BNP2TKI pada 20 April 2011) semakin menegaskan tindak pelanggaran wewenang yang dilakukan BNP2TKI. Setelah Nota Dinas tersebut dicabut, diharapkan BNP2TKI tidak lagi melakukan tindakan penyalahgunaan kekuasaan yang pada akhirnya merugikan banyak TKI.