Adi Baskara bin Asta (39) dan Nurima binti Mugni (47) adalah pasangan suami-istri tenaga kerja Indonesia (TKI) asal Kampung Negla, Kelurahan Setiajaya, Kecamatan Cibereum, Kabupaten Tasikmalaya yang bekerja di Arab Saudi sejak tahun 2004. Keduanya berangkat dari Pelaksana Penempatan Tenaga Kerja Indonesia Swasta (PPTKIS) Surabaya yang beralamat di Tebet, Jakarta.
Mughni dan Baskara tidak berangkat bersamaan. Mughni menyusul Baskara ke Arab Saudi 6 bulan setelah keberangkatan Baskara. di Baskara.
Selama enam bulan bekerja Adi Baskara tidak menerima gaji. Alasannya, Gaji Baskara dibayarkan sebagai biaya penempatan istrinya dari Indonesia. Baskara dijanjikan akan diberi uang makan sebesar 200 Real saudi (RS) meski tidak pernah menerimanya.
“Saya selama bekerja ditempat majikan, makan selalu numpang teman yang kebetulan bekerja ditempat saudara majikan” tutur Adi baskara.
Sebulan setelah Nurima bekerja, Adi baskara dan Nurima dilarang tinggal satu kamar layaknya TKI suami istri lain yang bekerja di Arab Saudi. Nurima juga tidak mendapatkan makan yang cukup. Nurima hanya dijatah satu bungkus indomie setiap hari. Lemari tempat makanan dan kulkas selalu dikunci sehingga Nurima tidak bisa mengambil makanan. Setiap Nurima meminta makanan, majikan selalu memerintahkannya untuk meminta kepada Baskara.
” Minta makanan sama suami kamu” jelas Nurima saat menceritakan perlakuan majikannya.
Menerima perlakuan tersebut, Baskara dan Nurima memutuskan untuk lari dari majikan setelah 2 bulan kedatangan Nurima. Sejak saat itu keduanya bekerja di Arab Saudi dengan status sebagai pekerja tak resmi. Situasi tersebut memperburuk keadaan keduanya di Arab Saudi.
Pada hari kelima bulan puasa (05/08/2011) Nurima mengeluh sakit perut dibarengi dengan pendarahan hebat. Nurima dibawa ke dokter dan diberi obat tanpa mendapatkan keterangan rinci tentang penyakitnya. Saat itu keduanya hanya mengira pendarahan tersebut hanyalah pendarahan biasa. Sejak saat itu Nurima kerap merasakan sakit perut. Pendarahan yang dialami Nurima Pun tidak kunjung berhenti.
Keterbatasan biaya menyebabkan Nurima tidak pernah mendapatkan pemeriksaan dan perawatan medis yang mencukupi. Sakit perut yang disertai pendarahan dan keluarnya bau tidak sedap memaksa Baskara membawa istrinya ke Klinik Syarofiah di Jeddah (03/04/2012). Diagnosis dokter menunjukkan bahwa Nurima mengidap penyakit kangker rahim.
“Dokter menyarankan nurima dipulangkan secepatnya, untuk mendapat perawatan di Indonesia, sebelum pulang ketanah air nurima harus diberi tranfusi darah tiap minggu seharga 420 Real atau sekitar 1 juta Rupiah,” tutur Adi Baskara.
Kian menurunnya kondisi kesehatan Nurima membuat Baskara semakin kebingungan. Baskara membutuhkan pembiayaan pemulangan Nurima, klinik kesehatan dan transfusi darah setiap minggu. Biaya itu belum termasuk biaya hidup sehari-hari keduanya. Sementara Baskara kesulitan untuk bekerja karena tidak dapat meninggalkan Nurima setiap hari dengan kondisi kesehatan yang memburuk.
“Nurima terlihat seperti wanita yang sehat tapi kalau sakit perutnya kambuh sangat memprihatinkan” kata Asep (45), salah satu teman Adi Baskara.
Akhir-akhir ini Nurima hampir setiap hari merasakan sakit akibat kangker yang diidapnya. Sejak 27 April 2012, Baskara hanya memberi solpadeine yang seharusnya berfungsi sebagai obat sakit kepala untuk meredakan sakit Nurima. Saat ini Baskara membutuhkan bantuan pelbagai pihak, terutama pihak pemerintah Indonesia yang diwakili oleh Kedutaan Besar Indonesia di Arab Saudi.
setelah saya baca utuh, saya menilai laporan beritanya tidak memenuhi “standar jurnalistik” yg semestinya (atau apa istilahnya). maaf ya, bukan memalingkan masalah atau tidak ikut prihatin dan terpanggil utk membantu dg musibah yg dialami Nurima dan suaminya. Hanya saja, berita yg dipublikasikan seperti ini, harusnya memenuhi unsur ‘cover both side.’ ketika wartawan mendengar kesaksian ttg penderitaannya, dst, harusnya wartawan melakukan klarifikasi dg kafil yg dituduh telah dzalim tsb. Karenaberita ini hanya sepihak dari tki, dikuatirkan ada peristiwa2 yg terlewatkan, baik itu yg merugikan atau menguntungkan pihak tki maupun kafil.
sekilas, bagi pembaca berita yg kurang kritis, berita ini bisa menjadi “provokasi” dan “dapat digunkaan alat” utk membenci, menuduh, melahirkan anggapan bahwa kafil, orang arab, muslim lagi, benar2 tidak berprikemanusiaan… “Baskara dijanjikan akan diberi uang makan sebesar 200 Real saudi (RS) meski tidak pernah menerimanya. “Saya selama bekerja ditempat majikan, makan selalu numpang teman yang kebetulan bekerja ditempat saudara majikan” tutur Adi baskara.” sayang, tidak ada tutur majkannya juga….. di sisi lain, akan timbul opini, bahwa pemerintah atau kantor perwakilan tidak bekerja sama sekali. padahal, harusnya wartawan yg meliput berita ini, menjelaskan juga alasan apa mereka dipisahkan kamarnya oleh kafil padahal suami istri? Dan, apakah wartawan pernah meminta tanggapan ke kjri (bukan kbri utk di Jeddah) terkait kasus ini?
Dalam reportase berita ini, tidak dibahas TKI melapor ke pihak yg mendatangkan mereka ke saudi ttg kasus ini? apalagi, baru 1 bulan, dalam masa uji coba yg semuanya masih tanggung jawab kantor istiqdam dan pjtki. Dan harap maklum, dalam masa garansi ini, kafil bisa saja sembarangan memperlakukan tki-nya, tapi tki “lebih mendapat jaminan” dari istiqdam ataupun pjtki jika melapor dalam masa ini (ada nilai ekonomi-nya). Dari sini, saya menilai, wartawan belum menguasai banyak hal ttg seluk beluk hubungan kafil-tki-kantor perwakilan dan kjri, sehingga tidak jeli saat interview dg tki yg diberitakan seabgai korban.
Sekarang, kita lihat musykilah yg dihadapi tki kaburan ini, Nurima mengeluh sakit perut dibarengi dengan pendarahan hebat, dibawa ke dokter, tidak diberitahu penyakitnya tapi hanya diberi obat oleh dokter. Dan setelah ke klinik Syarofiyah, diketahui sakitnya karena kangker rahim (rentang waktu sejak mengeluh sekit hingga ke klinik 5/8/11 ke 3/4/12, hamper 10 bulan lebih). Terus terang, saya tidak tahu persis di Jeddah, hanya dari teman di pabrik yg puluhan tahun hidup di jeddah, memang ada dokter atau klinik dapat menerima pasien di antarkan oleh laki-laki tanpa didampingi kafil, mohon info-nya ttg pelayanan dokter/klinik ini. Dan saya juga tidak tahu, bagaimana dokter bisa menjelaskan “kanker rahim” dengan bahasa si dokter tsb, dg bahasa medis, apakah dokternya berasal dari Indonesia? Karena di awal tadi, dokter hanya memberi obat tanpa mendapatkan keterangan rinci tentang penyakitnya, kemudian lantas diketahui terkena kanker.
Saya juga bertanya2, selama 10 bulan tersebut, tidak adakah upaya pasangan tki kaburan ini utk mengadukan permasalahannya kepada pihak yg terkait atau juga menyerahkan diri ke polisi atau ke kjri, agar bisa dicarikan solusinya? Maksud pertanyaan terakhir ini, adalah, agar dampak yg ditimbulkan saat selama 10 bulan menjadi kaburan, menjadi lebih besar, sebagaimana yg dilaporkan, kondisi kesehatan Nurima membuat Baskara semakin kebingungan.
last not least, ttg bantuan yang dimintakan Baskara, di akhir laporan berita idi web migrant tsb, maka saran saya, datanglah ke kjri (bukan kbri, kbri di riyadh), ceritakan dengan jujur kronologinya, jika Baskara dan istrinya di pihak yg benar hingga kabur dan diberi cobaan dg sakit ini, saya yakin seyakin2nya, tidak perlu kita memaksa dan mendatangi berulang2 kali, KJRI pasti membantunya, tentunya dengan prosedur yg berlaku. Karena saya melihat, kasus2 seperti ini, haruslah adil menyikapinya, sebagaimana yg sering terjadi di kantor2 istiqdam, musibah tidaklah muncul dari hasil kerja orang lain, tetapi karena sebab-akibat dari kita sendiri. Segera lapor ke KJRI, hubungi PJKTI dan sponsor-nya di Indonesia…..