Kiprah

Kisah Istikomah, Migrasi Lewat Proses yang Aman

Author

Nur Tsikoh saat mewawancarai Istiqomah, mantan buruh migran asal Kulon Progo
Nur Tsikoh saat mewawancarai Istiqomah, mantan buruh migran asal Kulon Progo

Bekerja menjadi Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di luar negeri adalah salah satu cara untuk membantu perekonomian keluarga. Di Desa Jangkaran, Kecamatan Temon, Kabupaten Kulon Progo ada seorang TKI yang menceritakan tentang suka dukanya saat di penampungan (Agustus 2007).

Istikomah (35), ibu rumah tangga asal Desa Jangkaran, karena ingin membantu perekonomian keluarga dia juga pergi ke luar negeri menjadi TKI. Hal pertama yang dia lakukan adalah mendaftar di biro Perusahaan Jasa Tenaga Kerja Indonesia (PJTKI), PT. Graha Ayu Karsa di Wates, kemudian masuk ke Balai Latihan Kerja (BLK) Graha Ayu Karsa di Bandung.

Di BLK tersebut  ada beberapa ruangan sesuai tujuan  tempat kerja seperti Malaysia, Taiwan, Hongkong, dan Singapura. Satu ruangan berukuran 5 X 10 m yang menampung sekitar 30 orang. Di sana setiap Senin – Jumat dari jam 07.00 sarapan setelah itu apel pagi dan dilanjutkan olah raga. Jam 08.00 – 12.00 belajar bahasa asing dan memasak atau merawat bayi. Jam 12.00 – 13.00 istirahat dan diberikan penyuluhan dari kepala BLK. Jam 13.00 -16.00 bahasa dan praktek. Jam 16.00 -17.00 istirahat. Kemudian pada jam 17.00 – 18.00 olah raga kembali. Calon TKI harus menyiapkan makanan dan bersih-bersih sesuai jadwal piket yang telah ditentukan.

Pada hari Sabtu calon TKI diwajibkan kerjabakti, mereka bergotong-royong mengangkat batu bata dan pasir untuk membangun gedung. Pada hari Minggu,mereka diliburkan, biasanya waktu tersebut digunakan calon TKI untuk menerima kunjungan keluarga.

Saat berada dipenampungan calon TKI tidak boleh membawa telepon genggam namun diperbolehkan menerima telepon melalui kantor BLK dan waktu yang diberikan terbatas. Selain itu, mereka juga tidak boleh keluar dari area gedung BLK. Jika keluar BLK  mereka harus izin disertai sumpah. Mereka boleh pulang hanya untuk melengkapi dokumen pemberangkatan yang masih kurang.

Satu bulan di BLK, calon TKI membuat biodata untuk dikirim ke luar negeri. Dua bulan kemudian barulah menjalani tes kesehatan untuk membuat paspor, sambil menunggu panggilan kerja. Saat bulan puasa, calon TKI diwajibkan menjalani  Praktek Kerja Lapangan (PKL) di rumah-rumah warga, menggantikan para pembantu yang pulang mudik. Perusahaan menyalurkan mereka untuk bekerja selama kurang lebih satu bulan dan digaji. ”selama 6 bulan saya menjalani hari-hari yang membosankan,”ungkap Istikomah.

Di BLK, Istikomah wajib mengikuti ujian pembelajaran dari Departemem Tenaga Kerja (Depnaker). Sebelum penerbangan calon TKI disuruh membuka rekening untuk  pembiayaan potongan gaji selama 15 bulan. Calon TKI wajib mengikuti Pembekalan Akhir Pemberangkatan (PAP) dan menandatangani perjanjian kerja dari Badan Nasional Penempatan dan Perlindunangan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI).

Setelah sampai  negara tujuan, calon TKI dijemput dan dibawa kerumah sakit untuk menjalani teskesehatan, setelah itu diantar ke kantor agen untuk membuka rekening, setelah iti barulah di antar ke rumah majikan. Demikianlah kisah Istikomah, satu dari sedikit TKI yang menjalani proses keberangkatan secara aman.

5 komentar untuk “Kisah Istikomah, Migrasi Lewat Proses yang Aman

  1. Tulisan yang menarik Mba Isti. Terkaang orang merasa berangkat dengan cara yang sah, tetapi terjerumus dalam calo atau PJTKI yang salah. Piye yo mba caranya membedakan keduanya? Bagaimana bermigrasi yang paling aman?

  2. Salut, kemampuan bahasa memang penting untuk berkomunikasi. Sebaiknya PTK Mahnettik bisa membuat kelas belajar bahasa tapi gurunya mantan buruh migran. Asik kan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.