News

(Bahasa Indonesia) Kawal Kasus Hukuman Mati BMI, Jejaring Buruh Migran Datangi Kemlu

Author

Sorry, this entry is only available in Indonesian.

Audiensi jejaring organisasi BMI dengan Direktorat Perlindungan WNI dan BHI
Audiensi jejaring organisasi BMI dengan Direktorat Perlindungan WNI dan BHI

Selain rangkaian aksi solidaritas dan doa bersama untuk Buruh Migran Indonesia (BMI) yang terancam hukuman mati, jejaring pegiat dan organisasi buruh migran juga menggelar audiensi dengan Direktorat Perlindungan WNI dan BHI Kementerian Luar Negeri (5/5/2015). Para pegiat BMI yang hadir antara lain dari perwakian Jaringan Buruh Migran (Seknas JBM, SBMI, LBH Jakarta, Migrant Institute), perwakilan Jaringan Buruh Migran Indonesia (JBMI) Hong Kong, Sring Atin, dan perwakilan pegiat Migrant Care.

Ditemui Direktur Perlindungan WNI dan BHI, Lalu Muhammad Iqbal, para pegiat buruh migran menyampaikan pelbagai persoalan BMI, dari pemaparan kasus BMI yang terancam hukuman mati di luar negeri, meminta informasi soal kejelasan bantuan hukum bagi ratusan Warga Negara Indonesia (WNI) yang terancam hukuman mati di luar negeri, hingga desakan agar ada agenda perbaikan pelayanan dan perlindungan BMI di Perwakilan RI luar negeri (KBRI/KJRI/KDEI) dalam usulan draf revisi UU 39/2004 oleh pemerintah.

“Solidaritas terus terbangun di jejaring organisasi buruh migran, aksi solidaritas #SaveMaryJane dan ratusan WNII yang terancam hukuman mati harus terus diperkuat. Karena itulah kami bersama-sama mendatangi Kementerian Luar Negeri untuk berdialog dan menggali informasi terkait perkembangan serta proses pemberian bantuan hukum bagi ratusan WNI yang terancam hukuman mati, termasuk beberapa orang WNI yang ada di wilayah Republik Rakyat Tiongkok/RRT (termasuk Hong Kong dan Macau),” ungkap Sring Atin, mewakili JBMI Hong Kong.

Saat dialog berlangsung, Lalu Muhammad Iqbal menyampaikan data terkini WNI yang terancam hukuman mati di luar negeri sejak 2011 hingga 28 Februari 2015 adalah 229 orang, dengan rincian sebagai berikut:

  1. Arab Saudi, sebanyak 36 orang (semua BMI) dengan rincian kasus: tuduhan pembunuhan 19 orang; zina 11 orang; sihir 7 orang
  2. Malaysia, sebanyak 168 orang (yang berstatus BMI kurang dari 50 %) dengan rincian: tuduhan pembunuhan 52 orang, narkoba 112 orang,  penculikan 3 orang, kasus kepemilikan senjata api 1 orang.
  3. Republik Rakyat Tiongkok (RRT termasuk Hong Kong dan Macau) sebanyak 16 orang, keseluruhannya adalah kasus narkoba.
  4. Singapura, sebanyak 4 orang dengan rincian: tuduhan pembunuhan 3 orang dan narkoba 1 orang.
  5. Laos, sebanyak 2 orang dengan kasus narkoba
  6. Uni Emirat Aran (UEA) sebanyak  1 orang dengan kasus tuduhan pembunuhan
  7. Vietnam, sebanyak 1 orang dengan kasus narkoba

Dari 229 WNI yang terancam hukuman mati tersebut sekitar 25% adalah WNI berstatus buruh migran atau biasa disebut Tenaga Kerja Indonesia (TKI). Melihat situasi darurat tersebut, Hariyanto, Ketua Umum Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) mempertanyakan mekanisme pemberian bantuan hukum yang dilakukan Pemerintah Indonesia.

“Dari beberapa kasus BMI yang kami kawal, ada persoalan terkait SDM pengacara di perwakilan RI, bahwa SDM atau tenaga bantuan hukum bagi BMI yang menghadapi masalah hukum di luar negeri, tidak dipersiapkan (rekrut) secara baik dan ketat, dengan memastikan kapasitasnya dalam penanganan kasus, pemahamannya terkait hukum di negara penempatan, hingga kemampuan bahasa dan pemahaman budaya di negara penempatan. Kondisi kapasitas SDM yang buruk dipastikan membuat pelayanan bantuan hukum bagi BMI tidak maksimal di perwakilan RI.” papar Hariyanto.

Situasi yang disampaikan Hariyanto juga diakui Direktorat Perlindungan WNI dan BHI Kemenlu. Muhammad Iqbal menyampaikan mekanisme perekrutan pengacara sudah mulai diperbaiki, Direktorat PWNI BHI memastikan perekrutan tenaga pengacara akan dilakukan secara serius alias tidak asal-asalan. Hal ini ditunjukkan dengan mengganti pengacara untuk bantuan hukum BMI di Arab Saudi yang mulai berdampak dengan kemenangan pada kasus Masamah, BMI asal Cirebon yang terancam hukuman mati.

“Pada kasus Arab Saudi, kami menggunakan pengacara dari Indonesia yang juga memahami hukum syari’ah, walau tidak bisa beperkara di Arab Saudi,  namun dia bisa koordinasi secara optimal dengan pengacara Arab Saudi. Hasilnya Masamah bisa bebas dan terbukti tidak bersalah, kini tim pengacara sedang memproses gugatan balik kepada kerajaan Arab Saudi untuk memberikan ganti rugi selama Masamah di penjara.” ungkap Iqbal.

Di akhir diskusi juga membahas rencana pertemuan lanjutan untuk merancang skema perlindungan BMI secara menyeluruh sejak dari hulu (desa) hingga hilir migrasi. Hal menarik disampaikan Lalu Muhammad Iqbal, bahwa tata kelola migrasi ketenagakerjaan yang melibatkan banyak lembaga pemerintah masih menyisakan persoalan klasik, yakni ego sektoral dan sulitnya koordinasi antar lembaga pemerintahan.

“Koordinasi antar lembaga pemerintahan saat ini sudah menjadi barang mahal di Indonesia,” pungkas Iqbal.

Belum ada komentar.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.