Beragam Masalah Mendera Kepulangan Buruh Migran

Author

Sorry, this entry is only available in Indonesian.

Ilustrasi oleh Irvan Muhammad
Ilustrasi oleh Irvan Muhammad

Sejumlah masalah segera menimpa para buruh migran yang pulang ke tanah air. Ada puluhan modus dan tipu daya diterapkan untuk memeras para buruh migran, mulai dari pelaku perorangan hingga jaringan sistemik yang difasilitasi oleh negara. Berbekal senjata siaga semata pasti tak cukup untuk menghindari segala jerat mereka.

Di bawah ini ada sejumlah permasalahan yang muncul saat buruh migran pulang. Daftar masalah ini disusun pada rapat konsultasi Rancangan Undang-Undang Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri (RUU TKI) pada 23-25 September 2012. Anda bisa menambahkan permasalahan lain yang belum tercatat dalam daftar ini. Daftar masalah ini akan dikirim sebagai Daftar Isian Masalah (DIM) untuk pembahasan RUU.

  1. Buruh migran dan keluarganya tidak memiliki akses untuk memberi dan mendapatkan informasi tentang kepulangan, terutama buruh migran yang bermasalah seperti putus kontrak, sakit, dan mengalami kekerasan saat bekerja.
  2. Sejumlah buruh migran hanya dapat ongkos transportasi hanya sampai Jakarta (tak sampai rumah) sehingga terkatung-katung untuk bisa pulang. Tak sedikit buruh migran diusir oleh majikan tanpa dukungan transportasi dan akomodasi ke tanah air.
  3. Buruh migran acapkali tidak diberitahu soal pemutusan visa kerja oleh majikan sehingga tak menyadari izin tinggal di luar negeri habis, bahkan tak sedikit buruh migran harus membayar denda overtstay dengan mahal.
  4. Buruh migran tidak memiliki pengetahuan cukup tentang lokasi, layanan, dan cara menghubungi konsulat atau KBRI saat akan pulang.
  5. Banyak buruh migran yang tertipu oleh majikan dengan modus operandi gaji akan dibayar setelah mereka pulang ke Indonesia. Para majikan sering ingkar janji untuk transfer gaji dan buruh migran sulit untuk mengurus permasalahan tersebut.
  6. Buruh migran sering manejadi korban pemerasan dengan modus operandi uang jasa pengurusan izin keluar dari negara tertentu, baik di pelabuhan maupun bandara. Peristiwa ini sering terjadi di negara Malaysia dan Singapura.
  7. Buruh migran mengalami perlakuan diskriminasi dengan diperlakukan berbedan dari dari warga negara Indonesia lainnya saat tiba di bandara, bahkan pemerintah mengarahkan mereka ke terminal khusus buruh migran di Bandara Jakarta dan Surakarta. Di terminal khusus TKI, buruh migran mengalami tindak pemerasan dengan modus operandi jasa angkat barang, tiket lebih mahal, harga makanan dan produk jasa lainnya mahal.
  8. Buruh migran harus pulang ke rumah menggunakan angkutan khusus dengan harga tiket yang mahal. Bila kuota penumpang lebih sedikit dari kuota kursi angkutan, mereka harus menunggu tanpa ada informasi atau kejelasan waktu tunggu. Saat menunggu tidak ada layanan tempat istirahat atau tidur, layanan kesehatan tidak layak, dan kamar yang menjaga privasi bagi perempuan.
  9. Bila buruh migran tak ingin diarahkan ke terminal khusus TKI, mereka bisa menggunakan jasa petugas di terminal 2 dengan membayar sejumlah uang jasa.
  10. Buruh migran sering mengalami praktik pemerasan di perjalanan dengan modus operandi mereka diarahkan ke restoran tertentu untuk menukar mata uang, meminta uang jasa antar di dalam travel maupun pada keluarga bahkan tak sedikit terjadi pelecehan seksual oleh pihak travel. Di Lombok, buruh migran masih harus membayar jasa antar polisi dari pool Damri ke rumah
  11. Pemerasan dengan modus penebusan dokumen-dokumen penting, seperti ijasah, akte kelahiran, KTP. Biasanya praktik ini dilakukan oleh PTKIS dengan alasan jaminan saat keberangkatan.
  12. Tidak ada akses mendapatkan informasi bahwa ada layanan asuransi untuk setiap TKI, tidak mengetahui prosedur klaim asuransi, klaim asuransi sangat sulit, pengurusan asuransi harus ke Jakarta. Anak Buah Kapal (ABK) banyak yang tidak diasuransikan dan bila ABK bermasalah belum ada peraturan dan perundangan yang melindunginya. Hal itu diperumit dengan tidak jelasnya kontrak layanan asuransi karena berhubungan dg Konsorsium Proteksi
  13. Perlakuan diskriminasi dengan labelisasi secara khusus pada terminal, kendaraan, dan layanan lain TKI.
Belum ada komentar.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.