(Bahasa Indonesia) TKI Perlu Perhatikan Kesehatan Psikologis

Author

Sorry, this entry is only available in Indonesian.

Nur Khasanah, TKI asal Cilacap yang mengalami gangguan psikologis seplang bekerja di Arab Saudi

Perbincangan terkait persoalan kesehatan mental atau kesehatan psikologis tenaga kerja Indonesia (TKI), atau yang juga dikenal sebagai buruh migran Indonesia (BMI),   masih sering tidak terdengar. Persoalan ini terkubur informasi seputar kasus dan persoalan prosedural penempatan di luar negeri. Tes psikologi pra pemberangkatan nyaris menjadi satu-satunya aspek yang terbicarakan terkait dengan kesehatan mental TKI.

Seperti umumnya pandangan tentang kesehatan mental di Indonesia, kesehatan mental TKI masih menjadi hal yang tidak terperhatikan. Besarnya jumlah TKI yang berangkat ke luar negeri dari tahun ke tahun tidak kunjung membuat layanan psikologi menjadi hal yang diperhatikan seksama oleh pemerintah.  Kesehatan mental sangat terhubung dengan kesehatan fisik. Plaut dan Friedman (1981), menemukan keterhubungan antara stress dan kesehatan. Stress, dalam penelitian keduanya, menurunkan ketahanan tubun, imunitas dan katahanan tubuh atas alergi tertentu. Penelitian tersebut turut mengungkap fakta menurunnya antibodi saat seseorang sedang berselera negatif pada situasi tertentu (bad mood).

Ancaman stress dan gangguan psikologis lain mengancam buruh migran tidak hanya terkait dengan situasi kerja. Perbedaan kebudayaan dan situasi negara tempat bekerja adalah ancaman lain, selain kecemasan yang timbul akibat kekhawatiran terhadap keluarga yang ditinggalkan. Stress dan gangguan kecemasan adalah ancaman terbesar bagi TKI. Salah satu penyebab terbesar persoalan mental adalah tidak terpenuhinya aspek-aspek yang menjadi faktor mendasar dalam kebutuhan psikologis dan fisiologis manusia. Nihilnya pemenuhan aspek-aspek kebutuhan fisiologis (biologis) dasar, keamanan, sipritual dan ekspresi menjadi salah satu penyebab kecemasan di tempat kerja dan kecemasan yang berpotensi menimbulkan gangguan mental dan fisik lainnya.

Stress secara umum dapat diamati melalui tiga kategori gejala, yaitu gelaja psikologis, fisik dan perilaku.  Gejala psikologis stress dapat dirasakan dalam pelbagai bentuk, seperti cemas, keinginan mengurung diri, kebosanan, kehilangan semangat hidup, menurunnya fungsi intelektual atau kognitif, lelah mental, bingung, marah dan sensitif. Gejala fisik stress dapat muncul dalam bentuk gangguan fisik, seperti naiknya detak jantung dan tekanan darah, gangguan lambung, kecenderungan mudah merasakan lelah, gangguan pernafasan, ketegangan otot, migrain dan sakit kepala lain, gangguan pada kulit hingga kecenderungan berkeringat yang lebih. Stress juga dapat muncul dalam perilaku yang teramati, seperti menunda atau menghindari pekerjaan, menurunnya kinerja, kecenderungan peningkatan zat adiktif dan psikotropika, perilaku sabotase, kehilangan nafsu makan, kecenderungan melakukan tindakan yang nekat (ngebut dan menantang bahaya), dan meningkatnya agresifitas (Therry dan Newman, 1978).

Nurkhasanah (38), TKI asal Cilacap, adalah salah satu potret mantan buruh migran yang mengalami gangguan mental sepulang dari bekerja di luar negeri. Sejak kepulangan dari Arab Saudi pada 11 November 2011, Nurkhasanah telah menunjukkan gejala depresi berat. Gejala depresi yang mulanya dianggap biasa akhirnya berubah menjadi gejala depresi berat. Nurkhasanah tidak hanya marah ketika diajak berbicara soal majikan dan pekerjaan, dia juga kerap berbicara sendiri atau meracau tidak menentu. Mantan TKI yang selama 6 tahun tidak digaji di Arab Saudi ini kini masih masih dalam proses pemulihan psikologis.

Depresi berat yang dialami oleh Nurkhasanah dapat bermula dari stress ringan atau berat yang tidak tertanggulangi. Selain faktor tidak digaji menjadi salah satu pencetus gangguan tersebut. Meski demikian, tidak selalu persoalan berat menjadi penyebab depresi atau gangguan mental. Persoalan kerja lain, seperti ketidaksesuaian dengan majikan atau kultur tempat bekerja pun bisa menjadi penyebab stress yang dapat berubah menjadi depresi. Rasa kehilangan atau ketidakhadiran keluarga adalah pencetus lain yang turut mengancam.

Gangguan mental perlu menjadi perhatian TKI. Ancaman gangguan ini sama setara dengan ancaman gangguan kesehatan lainnya. TKI perlu mempertimbangkan menemui konselor atau psikolog apabila merasakan adanya persoalan psikologis yang dialami. Secara sederhana, TKI dapat pula mengamati perubahan-perubahan psikologis yang dialami. Gangguan psikologis cenderung mengarahkan pada hal dan reaksi negatif. Pengamatan sederhana tersebut bisa membantu TKI mencegah terjadinya gangguan mental. Tentu tidak ada yang ingin gangguan mental membuyarkan cita-cita migrasi para TKI.

2 komentar untuk “(Bahasa Indonesia) TKI Perlu Perhatikan Kesehatan Psikologis

  1. Tolong saya saya mnghadapi ganguan pikiran sllu cemas dn ingin marah..
    Terkadang ingin bunuh diri saya tki di bahrain baru 2 minggu ..saya ingin minta bantuan tpi tdak ada yang mmhami nya

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.