Berita

Direct Hiring Dinilai Menaker Menyulitkan Perlindungan Buruh Migran

Author

Ilustrasi Jeratan Hutang TKI Ketika Terkena Overcharging
Ilustrasi Jeratan Hutang TKI Ketika Terkena Overcharging

Dengan alasan memudahkan perlindungan dan pendataan TKI/BMI, Menaker, Hanif Dhakiri meminta Singapura untuk meninjau ulang perekerutan TKI secara langsung (Direct Hiring). Sistem tersebut dinilai Menaker menyulitkan pemerintah Indonesia dalam melakukan pendataan buruh migran di Singapura. Menurut portal berita Kompas.com (11/05/2015) Hanif meminta peninjauan ulang tersebut dalam pertemuan bilateral dengan Menaker Singapura, Lim Swee Say.

Pasal 24 ayat 1 UU 39/2004 tentang PPTKILN memang mewajibkan atau memaksa setiap TKI pada pengguna perseorangan harus melalui mitra usaha di negara tujuan. Mitra usaha yang dimaksud adalah badan hukum yang didirikan sesuai peraturan perundang-undangan di negara tujuan, atau yang kerap dikenal buruh migran dengan agensi asing. Jika buruh migran diharuskan untuk lewat PJTKI, biaya yang harus dikeluarkan buruh migran untuk bekerja ke luar negeri akan membengkak.

Padahal sejauh ini sistem Direct Hiring meringankan pekerja rumah tangga dalam hal biaya, karena mereka tak harus membayar jasa PJTKI. Meninjau kembali sistem Direct Hiring dan memaksa buruh migran untuk berangkat lewat PPTKIS, sama juga dengan melempar tanggung jawab perlindungan buruh migran kepada swasta.

Menurut Abdul Rahim Sitorus, Koordinator Advokasi Pusat Sumber Daya Buruh Migran (PSD-BM) kewajiban memakai jasa komersial PJTKI/Agensi asing sesuai pasal 24 harus dihapuskan. Peninjauan kembali (judicial review) lewat Mahkamah Konstitusi adalah jalan untuk menghentikan negara memaksa buruh migran memakai jasa PJTKI/Agensi.

“Jika kawan-kawan, khususnya BMI Singapura merasa dirugikan atas kebijakan Menteri Tenaga Kerja yang mengacu pada UU PPTKILN, maka sebaiknya kita langsung basmi ke akar masalahnya lewat judicial review ke Mahkamah Konstitusi,”ujar Abdul Rahim Sitorus.

Pasal 106 UU 39 tahun 2004 menyatakan bahwa TKI yang bekerja di luar negeri secara perseorangan berhak memperoleh perlindungan. Artinya, bagaimanapun sulitnya persoalan perlindungan buruh migran di luar negeri, negara sudah seharusnya hadir untuk melindungi karena ini adalah sebuah kewajiban, sebagaimana tertera dalam undang-undang.

Belum ada komentar.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.