Imigrasi Soetta: Soal KTKLN, Kami Dijadikan “Tameng” BNP2TKI

Author

Kantor Imigrasi Soekarno Hatta (Dok.SBMI)
Kantor Imigrasi Soekarno Hatta (Dok.SBMI)

Penolakan keberangkatan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) secara sepihak oleh Imigrasi Soekarno Hatta semata-mata karena tidak memiliki KTKLN, terus melahirkan korban. Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) mencatat hingga Agustus 2013 ratusan TKI gagal terbang, terlantar di bandara, berhadapan dengan pungutan liar, calo, pemaksaan membeli asuransi, bahkan beberapa mengalami pemutusan hubungan kerja.

Usut punya usut ternyata sejak 13 Juni 2011 Kantor Imigrasi Kelas I Soekarno Hatta telah menerbitkan nota dinas No W7.FD.UM.01.01.3033 yang berisi perintah untuk menolak setiap keberangkatan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) tanpa KTKLN. Nota dinas tersebut diterbitkan setelah BNP2KI melakukan koordinasi dengan Imigrasi Soekarno Hatta pada 20 April 2011.

Nota Dinas Imigrasi Soekarno Hatta Langgar Wewenang dan Prosedur Cekal yang diatur di UU Keimigrasian
Nota Dinas Imigrasi Soekarno Hatta Langgar Wewenang dan Prosedur Cekal yang diatur di UU Keimigrasian

Keberadaan nota dinas secara hukum merupakan kejahatan pelanggaran wewenang. Selaras ketentuan Pasal 100 ayat (2) dan ayat (3) UU PPTKILN junto Pasal 2, Pasal 3, dan Pasal 15 Peraturan Menakertrans No. 17 Tahun 2012 tentang Sanksi Administratif Dalam Pelaksanaan Penempatan dan Perlindungan TKI di Luar Negeri sangat tegas dan jelas, bahwa Kepala BNP2TKI bukanlah pimpinan lembaga yang memiliki kewenangan pencegahan berdasarkan undang-undang sebagaimana dimaksud di Pasal 91 ayat (2) huruf f UU No. 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian.

Tegasnya, Kepala BNP2TKI tidak punya kewenangan hukum untuk melakukan koordinasi dengan institusi Imigrasi dan maskapai penerbangan internasional untuk melaksanakan pencegahan atau menolak keberangkatan TKI tanpa KTKLN.

Guna mencegah aksi “koboi” Imigrasi Soekarno Hatta yang melakukan pencekalan tanpa prosedur kepada TKI, Andri Yeni, Pegiat Solidaritas Perempun dan Hariyanto dari SBMI mendatangi Kepala Imigrasi Soekarno Hatta untuk mendesak Imigrasi agar mencabut nota dinas dan menjelaskan bahwa Kepala BNP2TKI bukanlah pejabat publik yang berwenang menjatuhkan sanksi penolakan keberangkatan TKI tanpa KTKLN.

Tiba di Kantor Imigrasi Soekarno Hatta 14.00 WIB (10/0913), Andri Yeni dan Harianto ditemui salah seorang staf bernama Efendi Siregar. Staf Imigrasi sempat mengelak soal keberadaan Kepala Imigrasi dan menyampaikan bahwa pimpinan mereka sedang tugas luar kota.

“Saat itu kami menjelaskan ketentuan hukum yang seharusnya dijalankan Imigrasi, bahwa penolakan keberangkatan TKI harus tunduk pada ketentuan Pasal 16 ayat (1) UU No. 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian, bukan tunduk pada koordinasi cacat hukum yang dilakukan BNP2TKI. Artinya, TKI tanpa KTKLN baru dapat ditolak keberangkatannya ke luar negeri jika mereka tidak memiliki Dokumen Perjalanan yang sah dan nama TKI tercantum dalam daftar pencegahan. Sesuai UU Keimigrasian, dokumen perjalanan yang sah ya paspor dan visa kerja bukan KTKLN. Lebih-lebih Imigrasi tidak konsisten, karena beberapa petugas Imigrasi Soekarno Hatta juga banyak meloloskan TKI tanpa KTKLN.” tutur Harianto.

Setelah staf Imigrasi Soekarno Hatta merasa terdesak dan tidak bisa memberi penjelasan, akhirnya mereka mengaku bahwa Kepala Imigrasi Effendy B Perangin Angin ada di kantor dan akan dipertemukan dengan Andri Yeni dan Hariyanto.

“Effendy B Perangin Angin menjelaskan bahwa nota dinas itu memang ada dan selama ini Imigrasi hanya dijadikan tameng oleh BNP2TKI untuk berhadapan dengan TKI. Imigrasi Soekarno Hatta meminta SBMI dan Solidaritas Perempuan untuk duduk bersama, mendiskusikan persoalan KTKLN dan diskusi tersebut harus dihadiri juga oleh Jumhur Hidayat, Kepala BNP2TKI. Jika Kepala BNP2TKI tidak hadir, maka Kepala Imigrasi juga tidak bersedia berdiskusi.”tutur Andri Yeni saat menjelaskan pada redaksi PSD-BM.

Terlepas dari ungkapan Kepala Imigrasi Soekarno Hatta bahwa mereka dijadikan “tameng” oleh BNP2TKI, pelbagai data kasus, temuan pelanggaran, dan fakta hukum yang ada, jelas menunjukkan adanya pelanggaran wewenang dan prosedur oleh para petugas Imigrasi dalam hal menolak keberangkatan TKI tanpa KTKLN. Lebih rinci lagi, temuan nota dinas Imigrasi Soekarno Hatta menegaskan bahwa BNP2TKI adalah “dalang” pelanggaran wewenang dan aksi pencekalan TKI di Bandara Soekarno Hatta.

“Ini NKRI, ketentuan hukum yang dijalankan Imigrasi harusnya sama di seluruh Indonesia, kenapa penolakan keberangkatan TKI tanpa KTKLN paling banyak hanya terjadi di Bandara Soekarno Hatta?, mengapa bandara lain tidak mempersoalkan KTKLN?. Ini jelas pelanggaran HAM, karena keberangkatan setiap TKI ke luar negeri untuk bekerja adalah hak konstitusional yang dijamin oleh Pasal 27 ayat (2), Pasal 28D ayat (2) dan Pasal 28E ayat (1) UUD 1945.” pungkas Harianto, Koordinator Advokasi DPN SBMI.

Tulisan ini ditandai dengan: Imigrasi Soekarno Hatta KTKLN mandatori KTKLN 

3 komentar untuk “Imigrasi Soetta: Soal KTKLN, Kami Dijadikan “Tameng” BNP2TKI

  1. Ni lah sorta yg buts hukum, sudah jelas2 do jadikan tameng msh saja may nuruti BNPTKI, lagian kenapa orang kurang sehat akal seperti jumgir hidayat di jadikan ketua BNPTKI, apakah Indonesia sudah tdk ada lagi orang yg bijak, dasar PEJABAT KEPARAT SUKA MAKAN UANG HASIL JAHAT, LAKNAT LAH KAU DI AKHIRAT.

  2. kalo gitu dasar hukumnya diperbaiki atau disesuaikan antara imigrasi dan bnp2tki. bnp2tki juga menjalankan amanat uu 39/2004, salah satu pasalnya menyatakan ctki wajib memiliki ktkln ketika bekerja ke luar negeri. jangan diartikan bahwa imigrasi menjadi tameng bnp2tki – imigrasi juga harus melaksanakan amanat uu 39/2004 – begitu juga warga negara lainnya. terima kasih. / pur

  3. Jumhur nya aja yg dituntut di pengadilan kerana merugikan banyak TKI materil dan immateril…tuntut dia di pengadilan…kalo gak mampu bayar ya di penjarakan aja..

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.