Petisi BMI Hong Kong dan Macau Untuk SBY

Author

Orasi di depan KJRI Hong Kong, warnai aksi May Day BMI Hong Kong. Mereka juga mengajukan tuntutan pada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
Orasi di depan KJRI Hong Kong, warnai aksi May Day BMI Hong Kong. Mereka juga mengajukan tuntutan pada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.

Aroma May Day yang belum meruap, masih mengingatkan kita tentang perjuangan-perjuangan kaum buruh di berbagai negara. Salah satunya adalah peringatan May day yang berlangsung di Hong Kong dan Macau. Sebagai upaya perjuangannya, BMI Hong Kong mengirimkan tuntutan pada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Berikut adalah bunyi tuntutan mendesak yang digalang oleh BMI Hong Kong dan Macau:

Kami, organisasi dan aliansi Buruh Migran Indonesia (BMI), lembaga dan individu pendukung buruh migran, bertandatangan di bawah ini menyampaikan keprihatinan kami atas dikeluarkannya beberapa peraturan yang semakin memperburuk kondisi ketenagakerjaan dan merendahkan martabat BMI di Hong Kong dan Macau. Peraturan tersebut yaitu Mandatory KTKLN dan Asuransi TKI, Sistem Online yang melarang BMI
pindah PPTKIS/agen dan menghapuskan kebebasan mengurus kontrak sendiri.

Pada peringatan Hari Buruh Internasional kali ini, kami dengan ini mendesak Bapak Presiden untuk segera memenuhi tuntutan kami sebagai berikut:

  1. Segera menghapus KTKLN dan mandatory Asuransi TKI. KTKLN diterapkan sebagai mandat UUPPTKILN No. 39/2004 namun mengandung banyak unsur pemerasan. KTKLN melegalisasikan pemerasan atas nama biaya Asuransi TKI padahal BMI sudah diasuransikan majikan diluar negeri. KTKLN memeras BMI melalui biaya pembuatannya seperti, biaya medical, transportasi, penginapan, makanan, fotokopi dan biaya-biaya lainnya. KTKLN menakuti BMI untuk cuti pulang dan bahkan merampas hak BMI untuk menikmati masa cuti pendek bersama keluarga. KTKLN menjebak BMI ke dalam penipuan para calo/PPTKIS/agen didalam dan diluar negeri yang sengaja memanfaatkan keberadaan kartu ini untuk meraup keuntungan pribadi. KTKLN menghalangi dan merampas hak BMI untuk bekerja kembali keluar negeri, diperlakukan tidak manusiawi dan dijadikan korban pemerasan petugas bandara jika tidak mampu menunjukan kartu ini. KTKLN tidak mampu melindungi BMI ketika diperas PPTKIS, agen luar negeri atau diperlakukan tidak manusiawi oleh majikan. KTKLN tidak punya faedah kongkret dan justru menimbulkan kekacauan, pelanggaran hak asasi manusia dan kerentanan terhadap BMI dan keluarganya.
  2. Segera menghapus pelarangan pindah agen dan Sistem Online. Kontrak mandiri telah ditiadakan oleh pemerintah Indonesia sehingga kami terpaksa bergantung kepada PPTKIS. Namun di Hong Kong, Konsulat RI juga mencabut kebebasan BMI untuk pindah PPTKIS dan agen dengan menerapkan Sistem Online. Jika ingin pindah maka BMI diwajibkan untuk mendapat surat ijin pindah dari PPTKIS lamanya sebagai syarat pengesahan kontrak kerja baru. Sejak diberlakukannya sistem online, beban BMI yang sudah besar semakin berat. Jika BMI di-PHK dan tidak pindah agen maka tetap akan diharuskan melunasi sisa potongan dan masih ditambah potongan gaji baru sebagai biaya jasa pengurusan majikan baru. Jika pindah agen maka tetap akan dikenakan biaya mahal dan potongan gaji lagi (meski lebih murah) tetapi kini ditambah biaya pindah PPTKIS sebesar HK$3.000. Sistem Online semakin menjerumuskan BMI ke dalam lingkaran perbudakan hutang yang tidak ada hentinya sehingga BMI tidak sempat berkirim uang untuk keluarganya padahal itulah tujuan utama keluar negeri.
  3. Sediakan layanan pengaduan kasus bagi BMI di Macau. Pemerintah tidak mengakui Macau sebagai Negara tujuan tetapi membiarkan pengiriman TKI terus dilakukan. Akibatkan BMI dijadikan bulan-bulanan pemerasan oleh PJTKI, agen, majikan bahkan pemerintah Macau. Kasus marak tetapi tidak tahu kemana mengadu. KJRI hanya menyediakan konter pembuatan paspor tetapi penanganan kasus diwajibkan melapor ke Hong Kong. Akibatnya BMI di Macau terlunta-lunta.
  4. Segera ciptakan Undang-Undang Perlindungan Sejati bagi BMI dan Keluarganya. Kami menilai UUPPTKILN No. 39/2004 sebagai undang-undang yang melindungi buruh migran dan keluarganya. Tetapi justru sarat dengan berbagai jenis pemerasan dan hanya mengutamakan keuntungan dibanding kepentingan BMI itu sendiri. Pembaharuan UU pengganti di dalam proses revisi kali inipun hampir tidak ada bedanya secara esensi dengan UUPPTKILN No. 39/2004. Kami ingin perlindungan sejati yang memihak buruh migran dan keluarganya. Hal ini hanya terwujud jika UU baru mencakup pokok-pokok penting antara lain: mengakui akar migrasi terpaksa rakyat Indonesia, menjamin kontrak kerja standar bagi seluruh BMI di seluruh negara penempatan, menghormati hak BMI untuk memilih apakah mengurusi kontraknya melalui jasa PPTKIS/agen atau kontrak mandiri, menetapkan komisi PPTKIS maksimal hanya 1 bulan gaji dan transparan serta adil dalam menetapkan biaya-biaya yang dikenakan terhadap BMI, menghormati hak perempuan untuk mandiri, tidak mengswastanisasikan perlindungan, menetapkan saksi kriminal kepada PPTKIS dan mitra kerja (agen) yang melanggar hak-hak BMI dan menciptakan mekanisme penuntutan kompensasi bagi BMI dan keluarga yang dirugikan, mengakui dan melindungi buruh migran tidak berdokumen, mengakui hak BMI untuk berorganisasi/berserikat dan melibatkannya secara demokratis di dalam pembuatan kebijakan yang berdampak kepada BMI dan keluarganya.

Undang-Undang baru tersebut harus berpegang pada prinsip Konvensi tahun 1990 tentang Perlindungan Buruh Migran dan Keluarganya yang telah diratifikasi pemerintah di tahun 2012 kemarin.

Demikian tuntutan kami sampaikan. Kami memohon dengan sangat agar Bapak dan seluruh pejabat pemerintah Indonesia mempertimbangkan dan segera memenuhi tuntutan kami demi meningkatnya perlindungan bagi Buruh Migran Indonesia dan Keluarganya.

Belum ada komentar.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.