Kriminalisasi BMI Tanpa KTKLN Oleh Pemerintah

Author

Ilustrasi KTKLN (Karya: Dani)
Ilustrasi KTKLN (Karya: Dani)

Ironis!, Tenaga Kerja Indonesia (TKI) atau yang juga biasa disebut Buruh Migran Indonesia (BMI) masih diperlakukan tak ubahnya tersangka pelaku tindak kejahatan seperti teroris, koruptor kakap, gembong narkotika, pengemplang pajak, perampok dan lain-lain. Sejak Tahun 2010 hingga saat ini, banyak terjadi kasus di pelbagai embarkasi keberangkatan internasional, pejabat atau petugas Imigrasi di Tempat Pemeriksaan Imigrasi (TPI) melakukan pencegahan atau menolak keberangkatan TKI ke luar Wilayah Indonesia semata-mata karena tidak memiliki Kartu Tenaga Kerja Luar Negeri (KTKLN).

Jika tidak mempunyai KTKLN, maka si petugas Imigrasi melakukan pencegahan atau pembatalkan keberangkatan, dengan cara memaksa BMI membuat KTKLN agar bisa diloloskan untuk berangkat ke luar negeri.

Padahal BMI tersebut sudah memiliki dokumen perjalanan (paspor) yang sah secara hukum dan masih berlaku, punya calling visa atau visa kerja untuk masuk dan bekerja di negara penempatan secara sah dan namanya tidak ada tercantum dalam Daftar Pencegahan (daftar cekal) sebagaimana diatur UU No. 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian.

Sejak Tahun 2010, Muhammad Jumhur Hidayat selaku Kepala BNP2TKI melakukan koordinasi meminta atau menganjurkan Pejabat Imigrasi dan maskapai penerbangan internasional untuk melaksanakan pencegahan atau membatalkan keberangkatan BMI ke luar wilayah Indonesia semata-mata karena tidak memiliki KTKLN di berbagai Tempat Pemeriksaan Imigrasi di seluruh Indonesia.

Padahal tindakan melakukan koordinasi untuk membatalkan keberangkatan TKI tanpa KTKLN bukanlah termasuk lingkup tugas dan wewenang Kepala BNP2TKI sebagai koordinator dari berbagai instansi penempatan dan perlindungan TKI sebagaimana diatur Pasal 95 ayat (2) huruf b UU PPTKILN No. 39/2004 yang sama persis bunyinya dengan muatan materi Pasal 3 huruf b Perpres No. 81 Tahun 2006 tentang BNP2TKI. Tegasnya, Kepala BNP2TKI tidak punya kewenangan hukum untuk melakukan koordinasi dengan institusi Imigrasi dan maskapai penerbangan internasional guna melaksanakan pencegahan atau pembatalan keberangkatan TKI tanpa KTKLN.

Dengan begitu tindakan koordinasi yang dilakukan oleh Kepala BNP2TKI untuk meminta atau menganjurkan Pejabat Imigrasi dan maskapai penerbangan internasional tidak sebagaimana diatur oleh peraturan perundangan adalah tergolong tindakan penyalahgunaan kekuasaan atau penyalahgunaan wewenang (d’etournement de pouvoir/misbruik van macht).

Kasus Triyawati (25) misalnya, karena tidak memiliki KTKLN, secara sepihak penerbangannya ke Singapura dibatalkan oleh petugas maskapai Air Asia di Bandara Soekarno Hatta Jakarta (18/06/2012). Pada kenyataannya pencegahan keberangkatan BMI tanpa KTKLN oleh maskapai penerbangan internasional ataupun oleh pihak Imigrasi, hanya didasarkan pada permintaan BNP2TKI/BP3TKI secara lisan ataupun melalui Surat Edaran dari Kepala BNP2TKI No:SE.04/KA/V/ 2011.

Permintaan BNP2TKI/BP3TKI kepada pihak maskapai penerbangan dan pihak Imigrasi agar menolak keberangkatan setiap BMI tanpa KTKLN jelas merupakan tindakan penyalahgunaan kekuasaan. Padahal, selaras ketentuan UU No. 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian orang-orang yang dicegah pergi ke luar negeri adalah penjahat-penjahat kelas kakap yang dikhawatirkan melarikan diri ke luar negeri untuk menghindari hukuman.

Lebih ironis lagi berdasarkan fakta hukum terungkap bahwa Kepala BNP2TKI bukanlah pimpinan lembaga yang memiliki kewenangan Pencegahan berdasarkan undang-undang sebagaimana dimaksud Pasal 91 ayat (2) huruf f UU No. 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian junto Pasal 100 ayat (2) dan ayat (3) UU PPTKILN junto Pasal 2 huruf a, Pasal 3, dan Pasal 15 Peraturan Menakertrans No. 5 tahun 2005 tentang Ketentuan Sanksi Administratif dan Tata Cara Penjatuhan Sanksi Dalam Pelaksanaan Penempatan dan Perlindungan BMI di Luar Negeri. Tegasnya, maskapai penerbangan, Petugas BNP2TKI/BP3TKI, atau Pejabat Imigrasi bukanlah pihak yang memiliki kewenangan hukum untuk mencegah atau membatalkan keberangkatan BMI tanpa KTKLN ke luar negeri.

Secara hukum tindakan pencegahan yang dilakukan oleh Pejabat Imigrasi dan atau petugas BNP2TKI/BP3TKI semata-mata lantaran KTKLN, sehingga BMI dirugikan dan kehilangan pekerjaaan di luar negeri adalah merupakan tindakan pelanggaran HAM dan sebagai bentuk penyalahgunaan kekuasaan (onrechtmatige overheidsdaad) yang dapat digolongkan sebagai tindak pidana kejahatan jabatan (ambtsmisdrijven) melanggar ketentuan Pasal 421 KUHP.

Sebagai sebuah kebijakan, KTKLN tidak henti-henti mendapat kritik dan penolakan dari ratusan ribu BMI di luar negeri, serikat, dan paguyuban buruh migran, serta pelbagai organisasi masyarakat di Indonesia. Kondisi ini membuat asumsi BNP2TKI tentang perlindungan BMI melalui KTKLN semakin tidak mendasar. Terlebih ketika KTKLN memunculkan persoalan baru bagi BMI, dari pencegahan keberangkatan, percaloan, pungutan liar, hingga pemerasan. Kebijakan KTKLN membuat ribuan BMI yang pulang ke Indonesia, rentan mengalami beragam tindak pemerasan dan penipuan saat akan kembali ke luar negeri.

Sangat mencengangkan, ternyata akar masalah dari pelanggaran HAM dan praktik kriminaliasi terhadap BMI tanpa KTKLN adalah justru berakar dari kebijakan sesat negara yang termaktub ketentuan dalam Pasal 100 ayat (2) huruf d dan huruf e UU PPTKILN yang menetapkan penjatuhan sanksi administrasi berupa pembatalan keberangkatan bagi BMI tanpa KTKLN dan atau pemulangan ke Indonesia atas biaya sendiri.

Melakukan pencegahan atau menolak keberangkatan BMI tanpa KTKLN sangat jelas merupakan tindakan semena-mena yang melanggar hak asasi manusia (HAM) yang dijamin oleh UUD 1945. Sekurang-kurangnya ada dua macam hak TKI yang dilanggar oleh ketentuan UU PPTKILN yakni hak untuk bepergian ke luar negeri dan hak untuk mendapatkan pekerjaan.

Di samping itu sanksi pemulangan terhadap TKI tanpa KTKLN yang sudah bekerja diluar negeri sejatinya adalah kebijakan yang mengkhianati kemerdekaan yang mengamanahkan agar melindungi setiap bangsa Indonesia termasuk ketika berada di luar negeri. Dengan demikian, masalah KTKLN bukan sekadar masalah pemerasan yang ditimbulkannya, tapi lebih mendasar lagi adalah menyangkut kebijakan negara yang justru bertentangan dengan UUD 1945 dan mengkhianati amanah kemerdekaan RI.

Melalui siaran pers ini, Jejaring Pusat Sumber Daya Buruh Migran (PSD-BM) menegaskan, bahwa pembatalan keberangkatan BMI tanpa KTKLN yang dilakukan maskapai penerbangan, atau petugas BNP2TKI / BP3TKI, atau petugas Imigrasi adalah tindakan melanggar hukum yang merugikan BMI, melanggar HAM dan bertentangan dengan UUD 1945. Sebab, keberangkatan setiap BMI ke luar negeri untuk bekerja adalah merupakan hak konstitusional yang dijamin oleh Pasal 27 ayat (2), Pasal 28D ayat (2) dan Pasal 28E ayat (1) UUD 1945.

Tulisan ini ditandai dengan: cara membuat KTKLN cara mengurus KTKLN KTKLN membuat KTKLN 

5 komentar untuk “Kriminalisasi BMI Tanpa KTKLN Oleh Pemerintah

  1. cuman paspor dan work permit yang diakui di negara TKI bekerja pak..KTKLN nya gak laku..udah terlalu banyak biaya yang kami keluarkan mulai dari proses paspor sampai resmi jadi TKI..dan penyambungan work permit..jadi mohon pemerintah bisa hapuskan peraturan KTKLN ini pak..

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.