Bandara Soekarno-Hatta Tetap Menjadi Momok Bagi TKI

Author

Bandara
ilustrasi (gakef.com)

Pengalaman Ella, TKI Hong Kong

Ella, Sudah 10 tahun lebih dia bekerja di Hong Kong dan bulan Mei 2011 adalah kepulangan dia ke tanah air yang ke tiga kalinya. Dua kali Ella mendarat melalui bandara Juanda Surabaya, karena rumahnya di Ponorogo (rumah kami berdekatan) tapi untuk kepulangan yang ke tiga ini dia mengambil tujuan Jakarta yang otomatis dia harus turun di Bandara Soekarno hatta (Soeta).

Pintu keluar kusus TKI sudah disediakan yaitu terminal 4, tapi karena Ella tidak pulang ke Ponorogo, ia meminta ke petugas bandara yang sedang bertugas bahwa dirinya ingin keluar melewati terminal 2 seperti yang tertulis di dalam tiket. Adu mulut pun terjadi. Ella bersikukuh bahwa dia tidak mau keluar lewat terminal 4 karena dia ingin ke Jakarta, tapi petugas bandara terus memaksanya untuk keluar melalui terminal 4. Akhirnya paspor Ella di minta oleh petugas bandara dan ia digiring untuk mendekat ke terminal 4. Ella berontak dan terus meminta ke petugas tersebut agar menyerahkan paspornya, tapi petugas bandara tetap tak bergeming dan terus nggeyel “kamu TKI dan harus keluar melewati terminal 4” tuturnya waktu itu.

“Pak, memang di alamat paspor saya tertulis tempat tinggal saya di Ponorogo, dan harus melewati terminal 4. Tapi bapak harus tahu bahwa sekarang rumah saya bukan di Ponorogo lagi, tapi saya sudah pindah ke Jakarta. Ijinkan saya untuk keluar lewat terminal 2 atau saya akan lapor polisi?” pinta teman saya.

“Tidak bisa mbak, mbak harus lewat sana” jawab petugas.

“Pak, kalau rumah saya di Jakarta, kenapa saya harus ke Ponorogo?”

“Itu sudah aturan mbak”

“Saya tidak mau tau, serahkan paspor saya sekarang juga, saya mau pulang ke Jakarta dan keluar lewat terminal 2 ,TITIK!”

Ella hampir kehabisan suara gara-gara petugas yang arogan ini. Memang di paspor tertulis alamat Ponorogo, dan menurut keterangan di Bandara dan seperti yang pernah saya dengar sebelumnya bahwa seorang TKI yang pulang ke tanah air dan melewati bandara Soetta harus keluar dari Terminal 4 kusus untuk TKI. Dan disana telah disiapkan travel untuk mengantarkan TKI ke alamatnya masing-masing.

Akhirnya, setelah melalui perdebatan yang cukup panjang, dengan kesalnya Ella menuju terminal 4 seperti yang diminta oleh petugas tadi yang di sana sudah disiapkan travel yang akan mengantarkan ke alamat masing-masing BMI. Meski akhirnya Ella pulang ke rumah yang di Jakarta, tetap saja keinginan untuk pulang dengan naik kendaraan sendiri harus dia kubur. Jangan di tanya nunggunya berapa lama di bandara. Teramat sangat lama. Bahkan menurutnya kalau dijemput keluarga, TKI harus membayar Rp 700.000 ke mereka.

Jam 8 malam lebih Ella tiba di bandara dan baru jam 3 dini hari dia masuk ke mobil travel menuju rumahnya. Bayangkan, berapa lama waktu yang terbuang hanya karena menuruti aturan gila ini?

Keberadaan peraturan terminal 4 yang berlaku bagi TKI ini bukan hanya merampas hak milik para TKI, bahkan, yang lebih sadis adalah sudah mengurangi jatah waktu dengan keluarga di rumah yang sudah sangat merindukan mereka. Padahal jatah cuti para TKI di tanah air sangat terbatas.

Belum cukup perlakuan buruk yang Ella terima sewaktu di bandara, ternyata perlakuan serupa juga ia diterima dari sopir travel. Untuk membantu menaikkan koper ke dalam mobil, sopir memberlakukan tarif sekian puluh ribu ke para BMI. Jangan di tanya saat uangnya terlalu sedikit, sikap sinis dan sindiran akan keluar dari mulut sopir travel. Belum cukup sampai disini dan masih belum puas juga sopir ini. Saat turun sampai ke alamat rumah masing-masing, sopir travel masih meminta tambahan uang lagi. Saat Ella memberi Rp 20 ribu, si sopir merasa kurang dan minta tambah lagi, maunya Rp 50 ribu, padahal jarak bandara dengan rumahnya hanya butuh waktu 15 menit. Karena kesal, Ella memasukkan lagi uang Rp 20 ribu tadi ke dalam tasnya. Eh, malah sopirnya marah-marah. Ya sudah, akhirnya di kasih Rp 30 ribu ke sopir travel yang mata duitan itu. Kalau yang jarak dekat saja tarifnya Rp 30 ribu, bagaimana dengan yang jaraknya jauh, 4 atau 5 jam baru sampai? Kira-kira berapa tarif yang akan mereka minta?

Pengalaman Ani, BMI Hong Kong

Ani, BMI Hong Kong dengan alamat paspor Jawa Timur, bulan Mei 2011 dia hanya diberi waktu cuti selama 5 hari dan memilih menghabiskan liburan di Jakarta. Meskipun dia banyak mendengar bahwa TKW yang turun di bandara Soeta diharuskan menggunakan angkutan travel menuju alamat rumah masing–masing sesuai alamat paspor, Ani tetap memilih untuk turun di Jakarta. Ani yang aktif di Dompet Duafa (DD) Hong Kong ini telah dibekali sebuah surat dari DD dan juga rompi bertuliskan “Dompet Duafa” untuk ditunjukkan saat turun dari pesawat.

Ani pun lolos dari jeratan petugas dan melenggang bebas menuju terminal 2 dan selanjutnya menuju rumah saudaranya tanpa halangan sedikitpun. Kalau bukan karena rompi yang Ani pakai saat itu, bisa dipastikan dia juga akan menjadi korban petugas-petugas bandara. Menurutnya, banyak sekali TKI yang digiring entah kemana oleh petugas bandara setelah melihat paspor mereka dan kebanyakan adalah TKW dari Timur Tengah.

Pengalaman Nuri, TKI asal Semarang

Nuri, BMI Hong Kong ini bulan Juni 2011 diberi waktu libur selama 2 Minggu karena majikan ada keperluan di luar negeri. Tapi majikan hanya membelikan tiket pulang pergi Jakarta–Hong Kong, sedangkan rumahnya di daerah Jawa Tengah. Dengan wajah gelisah dia menggungkapkan ketakutannya ke sesama BMI saat berkumpul di lapangan rumput Victoria Park.

“Aku takut turun di Cengkareng. Denger-denger bandara Cengkareng gak aman buat para TKW.”

Ada yang menyarankan untuk tetap turun disana, sekalian bisa menyaksikan langsung apakah benar banyak TKI yang terkena pungutan liar di Cengkareng? Namun ada juga yang menyarankan untuk transit saja di bandara Soeta daripada berurusan dengan petugas bandara, sedangkan tiket Jakarta–Semarang lebih baik dibeli menggunakan uang sendiri.

Alternatif kedua Nuri pilih, dengan alasan capek berurusan dengan petugas bandara. Selain itu, dia ingin saat pulang dijemput langsung oleh keluarganya untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan.

Pengalaman Wina, TKI Taiwan asal Jawa Barat

Okti Li, TKI Taiwan bercerita ke saya bahwa ada BMI Taiwan yang pulang ke Indonesia atas permintaan keluarganya karena bapaknya sakit dan sudah kritis kondisinya. Sebut saja namanya Wina, rumahnya di daerah Jawa Barat dan otomatis dia harus turun di bandara Soeta. Meskipun keluarganya telah menunggu di luar bandara, tapi Wina tetap tidak diperbolehkan untuk pulang sendiri. Petugas BNP2TKI menahan dia dan mengharuskannya melewati terminal TKI.

Tangisan histeris tak dihiraukan dan akhirnya karena lama menunggu di terminal TKI, ayahnya meninggal dunia di Rumah sakit. Sebelum penuh, travel bandara itu tidak akan berangkat, apapun alasan yang diajukan para TKI, mereka tetap tak bergeming.

Sampai di Taiwan kembali, Wina menceritakan semua pengalaman tragisnya ke Koran lokal dan diteruskan kepada Muhaimin Iskandar, menteri Tenaga Kerja & Transmigrasi. namun apa tanggapan pak menteri? “Kedepan akan kita perhatikan.” Inilah jawaban menteri tenaga kerja.

Dua kali saya pulang ke Indonesia, waktu di bandara banyak sekali sesama TKI dengan jujur mengaku bahwa mereka lebih tenang dan tidak ada rasa takut sama sekali saat berangkat ke Hong Kong. Tapi saat pulang ke tanah air sendiri, mereka justru dihantui rasa takut oleh para petugas bandara yang identik dengan pungutan liarnya.

Nah, kalau sudah seperti ini, masih adakah yang dengan lantang mengatakan bahwa “TKI ADALAH PAHLAWAN DEVISA?”

Bukankah seorang pahlawan itu harusnya di perlakukan dengan baik, ramah dan santun?Sampai kapan kebodohan-kebodohan orang-orang yang mengurusi per-TKI-an ini berlangsung?

5 komentar untuk “Bandara Soekarno-Hatta Tetap Menjadi Momok Bagi TKI

  1. Ya saya pernah lihat sendiri di dekat loket imigrasi terminal 2, dekat dengan slogan besar “Selamat Datang Pahlawan Devisa” ada keributan antara TKW dengan petugas imigrasi wanita. Mereka berdua teriak2 sambil petugas mengejar TKW namun tidak berhasil. Entah kenapa, tapi bikin maluuuuuuuu, disitu banyak turis mancanegara dan orang Indonesia sendiri yang baru balik dari luar negeri.
    Jangan zhalim lah, kasian orang kecil dibikin susah, inget dosa ya wahai pembuat2 peraturan! Gak pernah ya menolong orang? Mempermudah hidup orang? Bikin bahagia loh itu… kali aja belom pernah ngerasain bahagia…

  2. saya sebagai warga negara indonesia yang bekrja diluar negri,merasa terganggu sewaktu tiba di skno-htt,pura-pura membantu tpi ujung-ujungnya uang,sama saja mengemis,tolong dimengerti kpda bpak-bpak yg merasa ,brtugas disana.bahwa perbuatan megemis tdk bak.

  3. Saya heran,jangan2 ini Terminal memang buat ATM Kementrian Tenaga Kerja.-Apa bedanya kalau TKI lewat terminal 2, saja ._Masak hal2 beginian harus SBY2 lagi. Dan DPR,pura2 nggak tahu atau memang tutup Mata.- banyak kenalan2 yang TKI ,karena mereka berani,umumnya ya laki2,ada juga sih yang wanita, lewat Teminal biasa,dan aman2 saja. Sudahlah tutup saja terminal 4 itu,omong kosong besar ,kalau alasan buat melindungi TKI.-Toh mereka punya keluarga. – Awasi taxi2 gelap itu,yang terang2an beroperasi.

  4. Dibutuhkan segera tenaga kerja wanita untuk :
    1.House Maid
    2.Pengasuh Bayi
    Dengan Kreteria :
    1.Mempunyai paspor 48 yang masih hidup
    2.Bisa Bahasa inggris / mandarin / kantonis
    3.bersedia kontrak selama 2-4 th
    4.bersedia proses di jawa timur
    Fasilitas :
    1.Gratis ( tanpa biaya )
    2.Bisa tunggu dirumah
    3.Medical Check up tidak diutamakan
    4.usia maximal 45 th
    5.Gaji 3000-3200yuan/bulan ( kurs rupiah Rp.1500 )
    6.pemberangkatan cepat Tgl 10 Januari 2013
    Jika anda merasa memenuhi kreteria di atas bisa langsung kirim scan Paspor,kk,ktp dan foto terbaru baground putih.ke email kami vio_corporation@yahoo.com
    info lebih lengkap 081515402099 / 085335902099
    hanya yang terpilih dalam interview oleh pihak china yang kita proses.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.