Berita

Minim Pengetahuan Hukum, BMI Ditipu

Author

Kasus-kasus hukum yang membelit warga kelas menengah kebawah rata-rata tak pernah adil di pengadilan. Hal tersebut bisa jadi disebabkan oleh minimnya pengetahuan hukum sehari-hari di masyarakat. Beberapa bulan ini saya menemui beberapa kasus yang yang membuat seseorang tak memiliki posisi tawar dan tidak mempunyai kekuatan di mata hukum karena ketidaktahuannya.

Contohnya saja, kemarin saya dikejutkan dengan pengakuan Joko Purwanto, ipar sepupu saya yang hendak mendaftar sebagai buruh migran ke Korea melalui sponsor.  Ia mengaku telah menyetor uang sejumlah 32 juta rupiah ke sponsor, namun naas, uang tersebut tidak disetor ke PPTKIS melainkan dibawa kabur oleh sponsor tersebut. Kini, Joko hanya gigit jari, uang 32 jutanya hanya ditukar dengan selembar kwitansi tanda terima. Seharusnya, untuk urusan transaksi uang berjumlah besar harus dilengkapi dengan hitam di atas putih dan tandatangan diatas materai.

Lain lagi dengan soal identitas, Hermawan, tetangga saya yang juga mantan buruh migran ternyata menggunakan paspor milik orang lain sewaktu bekerja di Taiwan. Hal tersebut ia lakukan karena terpaksa agar ia bisa secepatnya diberangkatkan ke Taiwan. Saya masih ingat betul ia bercerita soal paspor aspal (asli tapi palsu) yang ia gunakan. “aku pakai paspornya orang yang dijual oleh pihak PT, terus paspor asli punyaku dijual kembali ke orang lain, kalau nggak beli aku nggak bakal diberangkatkan oleh pihak PT.” tuturnya dalam bahasa Jawa. Saya prihatin, ternyata pengetahuan soal pentingnya identitas samasekali bukan masalah dan dikira tidak beresiko. Padahal identitas adalah persoalan penting jika BMI bekerja diluar negeri.

Saya juga pernah mendengar cerita dari Tukini (44), mantan  buruh migran asal Desa Kedungsalam, Donomulyo Kab. Malang. Sewaktu ia bekerja di Hongkong pada tahun 1994 silam, kesepakatan dalam kontrak kerja tercatat ia sebagai Penata Laksana Rumah Tangga (PLRT) namun pada kenyataannya ia dipekerjakan di pasar. Gara-gara hal tersebut ia nyaris ditangkap oleh polisi setempat. Seharusnya Tukini berhak menolak bekerja di pasar karena tidak sesuai dengan kontrak kerjanya, tapi Tukini tetap melakoninya hingga masa kontraknya habis.

Negara Indonesia adalah negara hukum, negara yang mempunyai regulasi untuk mengatur warga negaranya. Sayangnya semua itu tidak dibarengi dengan pendidikan hukum bagi masyarakat. Sehingga banyak masyarakat kecil tidak memperoleh keadilan dimata hukum. Banyak juga aparat hukum yang memanfaatkan ketidaktahuan masyarakat untuk kepentingan lain.

Tulisan ini ditandai dengan: Fika Murdiana Rachman Hukum identitas diri kontrak kerja 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.