Selamat Tinggal Tahun Kekecewaan

Author

Bila ada rasa yang dapat diungkapkan sepanjang 2010, rasa itu adalah kekecewaan. Ekspresi kekecewaan sangat dominan dalam menanggapi pelbagai kondisi negeri ini akibat buruknya kinerja lembaga dan tindakan pengurus publik di negeri ini.

Selama dua belas bulan ini, publik disuguhi kenyataan-kenyataan yang mempertontonkan tata kelola publik penuh dengan rekayasa dan mafia. Lembaga kepolisian terus menempati posisi paling buruk dalam penilaian kinerja. Survei dan jajak pendapat yang dilakukan sejumlah media massa menunjukkan hasil yang sama: citra lembaga penegak hukum sangat buruk. Ambil contoh, jajak pendapat yang dilakukan Kompas (27/12/2010) menunjukkan 77,8 prosen responden kecewa dengan kepolisian dalam penegakan hukum. Lembaga lain yang bercitra buruk adalah kejaksaan 74,3 prosen, dan kehakiman 70,8 prosen.

Kekecewaan pantas dirasakan rakyat. Tidak ada kejelasan dalam penanganan dana talangan 6,7 triliun kepada Bank Century yang dilakukan oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani dan Wakil Presiden Boediono. Ratusan warga harus meregang nyawa akibat ledakan tabung gas elpiji 3 kilogram. Kasus mafia pajak yang melibatkan aparat penegak hukum, seperti kepolisian, kejaksaan, dan kehakiman tidak juga menemui titik terang. Bahkan, meskipun ditahan di markas brigade mobil yang terkenal angker, pelaku dapat bebas jalan-jalan di Bali dan menonton pertandingan tenis kelas internasional.

Rasa kecewa juga terjadi di bidang ketenagakerjaan. Meskipun pemerintah telah mengantongi data rendahnya mutu angkatan kerja usia produktif, lembaga ini tidak juga memaksimalkan peran Balai Latihan Kerja (BLK). Sebagian besar BLK dalam kondisi sekarat, hidup segan mati tak mau. Parahnya, cara pandang pengelolanya didominasi semangat proyek dibanding mengembangkan sistematika pembelajar yang baik dan efektif.

Pada urusan TKI di luar negeri, rapor merah wajib diberikan pada pemerintah. Kekerasan dan pelecehan seksual pada para pejuang devisa itu mencapai angka sangat signifikan. Sementara itu, pemerintah tidak mampu memberikan perlindungan yang memadai. Pemerintah acap kali cuci tangan dan bertindak masa bodoh pada nasib warganya di negara lain. Pemerintah Indonesia sendiri tidak berdaya saat aparat perairannya ditahan oleh aparat pemerintah diraja Malaysia. Bahkan, sejumlah laporan menyatakan, Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) tidak lagi aman bagi para TKI di luar negeri. Alih-alih mendapatkan perlindungan dari negara sendiri, justru para TKI mendapatkan perlakuan lebih buruk lagi.

Melihat rentetan peristiwa di atas, rakyat pantas kecewa pada para pengelola publik. Kondisi ini mencerminkan pemerintahan tidak mampu bekerja. Parahnya, rasa kekecewaan itu terekspresikan secara merata pada seluruh tingkatan pelayanan, mulai dari tingkat pemerintahan, lembaga perwakilan rakyat, hingga institusi penegakan hukum. Kekecewaan rakyat pada kinerja Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) seolah bersifat kekal. Publik sangat kecewa dengan kinerja lembaga ini dalam melaksanakan fungsinya sebagai legislatif dan penyuara aspirasi rakyat.

Kekecewaan rakyat menunjukkan betapa letihnya tata kehidupan pada tahun ini. Keletihan sosial ini sangat berpotensi mengundang sikap ketidakpercayaan masyarakat yang lebih besar lagi. Apakah kondisi ini akan terus berlanjut pada 2011?

Tulisan ini ditandai dengan: buruh migran hak-hak buruh migran tenaga kerja indonesia 

Belum ada komentar.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.